Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Bab 6 - Big House

120K 6.4K 68
                                        

"Kamu ngawur, Arvi!" bentak Mama Vina.

Hari ini Arvi mengunjungi rumah besar setelah pulang bekerja. Dia ingin menyampaikan niatnya kepada ayah dan ibunya. Sayang, ayahnya saat itu sedang bertugas ke luar kota selama beberapa hari. Hanya ada ibunya. Dia tidak mungkin memberitahu kakeknya sendirian, takut-takut beliau akan serangan jantung, biar nanti ibunya yang akan membantu.

"Loh, katanya Mama nggak sabar buat nimang cucu? Sekarang Arvi dan Sarah mau ngasih Mama cucu, malah nggak setuju."

"Kamu pikir aja sendiri, Ar. Apa kata kolega papa dan kakekmu nanti? Kolegamu sendiri? Sarah nggak hamil tiba-tiba kalian punya anak kandung. Mama lebih setuju kamu nikah lagi, lebih jelas!"

"Saya nggak akan nikah lagi sampai kapan pun. Kalau Mama nggak setuju sama keputusan kami, jangan lagi minta cucu dalam waktu dekat. Tunggu saja kami diberi rezekinya."

Mama Vina memalingkan wajahnya dari Arvi. Dia bukannya tidak setuju karena takut apa yang akan orang lain pikirkan, selain itu, dia tidak mau merusak hidup anak gadis lain, seperti yang diceritakan Arvi bahwa mereka telah menemukan seorang gadis muda yang bersedia menjadi ibu pengganti.

Diam lebih dari satu menit itu artinya ibunya sudah tidak memiliki pembelaan. Mau tidak mau, dia setuju. Arvi tersenyum kecil. "Mama bantu saya bilang baik-baik ke Kakek, ya."

Di luar dugaannya, faktor usia kakek tidak sedikit pun mengubah sifatnya. Serangan jantung yang ditakutkan Arvi tidak sedikit pun terlihat tanda-tandanya. Saat itu, kakek sedang duduk sambil membaca koran di beranda belakang. Secangkir teh hijau menemaninya di atas meja.

"Gimana menurut Kakek?" tanya Arvi.

Kakeknya sibuk dengan koran di tangannya, tanpa membalas pandangan Arvi, dia berkata. "Terserah kamu saja, asalkan itu anak kamu, Kakek mau lihat dia secepatnya."

Sebuah perasaan senang membuncah di dalam hati Arvi. Dia tersenyum lebar kepada kakeknya. "Makasih Kakek udah ngertiin saya. Saya selalu berdoa semoga Kakek panjang umur."

Kakeknya memalingkan wajah dari koran, menatap Arvi dan tersenyum singkat sambil menepuk pundak cucunya.

Setelah mereka meninggalkan kakek, Mama Vina mulai bertanya lagi, kapan gadis itu akan dibawa ke rumah besar. Arvi mengatakan dia ingin melakukan itu secepatnya, kemungkinan besar esok hari.

Keesokan harinya, Sarah menjemput Luna di rumah kecilnya. Hari ini mereka semua akan menghadap Mama Vina. Dua wanita cantik itu saling berdiam diri di dalam mobil, yang kadang diselingi lemparan senyum, namun tidak bisa mematahkan kecemasan yang bersarang di dada keduanya.

Sarah tahu ide ini diterima oleh mertuanya, tapi tetap saja tidak bisa mengenyahkan perasaan takut dihina lagi, terlebih di depan Luna. Sementara Luna yang mendengar cerita tentang ibu dari Arvi, mau tidak mau merasa cemas dirinya akan diperlakukan jahat, apalagi dia hanyalah wanita rendahan yang dibayar untuk mengandung anak.

"Mbak Sarah," panggil Luna pelan.

"Ya?" respons Sarah.

"Kok ... saya takut, ya?" kata Luna sambil nyengir pelan.

Sarah terkekeh. "Saya juga," katanya jujur menanggapi pengakuan Luna yang polos. "Tapi, Mama sebenarnya orang yang baik. Sangat baik. Beliau mungkin, hanya tidak suka saya."

"Saya takut keceplosan sesuatu yang bikin Ibu Vina nggak suka," curhat Luna lagi. Dia membayangkan adegan-adegan sinetron yang di mana para ibu mertua borjuis dan galak.

"Kamu bisa liat gimana sifat Arvi?" tanya Sarah. "Mama sebelas-dua belas sama Arvi."

Luna mengangguk sambil tersenyum, Sarah membalasnya dengan senyuman yang tidak kalah manisnya. Sisa perjalanan, mereka habiskan dengan menerka-nerka di dalam pikiran masing-masing, tentang apa reaksi Vina ketika pertemuan itu terjadi.

Surrogate WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang