8. Kisah para Dewa

1K 94 15
                                    

Aku tidak akan pernah mempercayai renkarnasi, ucapku seratus tahun lalu ketika aku melihatmu tertidur abadi dengan bunga edelweiss dalam genggamanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tidak akan pernah mempercayai renkarnasi, ucapku seratus tahun lalu ketika aku melihatmu tertidur abadi dengan bunga edelweiss dalam genggamanmu

Dan aku berjanji, tidak akan bersama wanita lain setelah melihatmu tersenyum

Untuk terakhir kalinya dalam ceritamu

Dan selamanya untukku, tanpa senyumanmu

Alin

𝐶 𝑎 𝑟 𝑛 𝑎 𝑡 𝑖 𝑜 𝑛

"Serius mau menginap di sini?" Alin berusaha memastikan ide ngawur dari pemuda berambut coklat yang ada di sebelahnya. Sejujurnya gadis itu, tidak yakin, ini terlalu mendadak dan dia...belum bersih-bersih.

"Seratus persen!" jawab Al, dengan sumringah.

Alin memutar bola matanya, jujur saja dia memikirkan sesuatu tentang jatah makan malam, dia takut jika nasinya tidak akan cukup untuk bertiga. Apalagi memperhatikan bentuk badan Al yang semakin terlihat...memuaskan? Entahlah. Mata almond itu memandang perawakan Al dari bawah ke atas, begitu terus hingga Alin tidak sadar dia telah melakukannya hingga 3 kali.

"Ew, kau mesum."

"Enggak!" Alin membentak, jujur saja wajahnya memerah sedikit, hanya sedikit. Gadis itu membuka pintu perlahan, "Yakin? Rumahku belum bersih loh"

"Aku tidak peduli, oh, hai Rose!"

Alin terkeseiap, melihat Rose yang sudah menanti dibalik pintunya. Mata sipitnya seketika terbuka lebar, terkejut melihat Al yang tiba-tiba ada di depannya. Wajah keriputnya yang suram seketika cerah dengan senyuman lebar itu dia menyambut Al, "Astaga, Al? astaga..." tangan rapuhnya meraih lengan Al yang kekar dan berisi, wanita tua ini sangat semangat seperti melihat cucunya sendiri, "Ayo, ayo, kita harus masak yang banyak hari ini."

"Jujur saja Nek, tidak perlu repot-repot aku hanya numpang tidur─ aw?"

Rose memukul pelan betis Al, sembari berkata, "Ayolah, tidak usah malu-malu. Jarang-jarang kita melihatmu, Al."

Alin hanya tersenyum simpul sembari merapikan meja makan. Jujur dia sangat bahagia sekali dapat melihat Al, apalagi setelah sekian lama meskipun dia cukup gengsi untuk mengakuinya. Gadis itu beranjak meraih apron kemudian mempersilahkan Rose untuk duduk, "Kalian duduk saja, hari ini aku yang masak."

"Serius? Nenek bisa membantumu, Alin."

"Tidak udah, Nenek duduk saja, dengan Al."

"Jangan sampai gosong, Lin." Al menggodanya dengan senyuman menyebalkan yang sama.

"Diam."

Pada akhirnya, mereka memiliki ruang untuk berdua. Rose tersenyum teduh melihat Al yang kini sudah remaja. Seingatnya Al dulu adalah bocah berisik yang pendek dan menyebalkan, suka berlarian dengan Alin hingga malam hari, kini dia sudah sebesar ini, waktu berlalu cukup cepat. Oh, dan juga badannya bagus.

CarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang