"Binar. Nilaimu mengagumkan. Kamu lulus tes akselerasi. Jadi mulai besok kamu sudah bisa masuk di kelas tiga. Bapak bangga padamu." Ucap Pak Prasetyo kepala sekolah SMA Bintang.
"Terima kasih pak. Saya senang sekali." Ucap Binar sambil menyalami Pak Prasetyo. Ia segera pamit keluar ruangan. Wajahnya berbinar. Hari ini begitu cerah. Secerah hati dan perasaannya.
Bugggg.
Seorang siswa membenturnya hingga terjatuh. Binar kembali berdiri. Kebahagiaan yang dirasakannya tadi berganti menjadi rasa kesal.
"Lu modus ya." Ucapnya. Sambil menunjuk wajah siswa tadi. Anehnya siswa tersebut juga mengucapkan kata-kata yang sama. Keduanya sama-sama terkejut. Keduanya melotot kemudian memilih berlalu.
"Siapa sih, songong amat. Sudah tidak minta maaf malah nuduh yang enggak-enggak. Mentang-mentang tampan. Sory deh, gue gak ngeh sama cowok tampan." Gerutu Binar.
Diliriknya jam tangan menunjukkan pukul empat sore. Tiap hari rutinitasnya seperti ini. Untuk sementara ia harus cari kerja paruh waktu untuk malam hari. Tapi, apa ada pekerjaan untuk wanita seperti dirinya di malam hari. Selama ini banyak lowongan hanya untuk siang.
Ia juga harus mencari kosan. Rasanya hidupnya mulai terasa berat. Apa ia akan sanggup menjalani hidup sendirian. Ia tidak boleh bergantung pada warisan yang ditinggalkan nenek. Ia harus cari kerja secepatnya. Beruntung ia mendapat beasiswa dan berhasil lolos akselerasi. Jadi ia tidak perlu lama duduk di SMA dan memikirkan biaya sekolah. Binar bertekad begitu lulus nanti ia bisa bebas kerja sambil kuliah. Yah, itu keputusan terbaik. Ia harus berusaha keras.
Apa ia terima saja tawaran pekerjaan untuk menggantikan posisi nenek.
***
Hari ini tak pernah lebih baik dari kemarin. Terlalu banyak sandiwara yang mengganggu kehidupannya. Apalagi cewek-cewek ganjen di sekolah. Entah itu Pita, Rosa, dan banyak lagi lainnya. Ditambah lagi gadis yang menabraknya barusan. Apaan dia. Menuduh dirinya sengaja menabraknya. Jujur. Tadi dia tidak tahu ada orang yang berjalan dari arah kantor kepala sekolah. Biasanya jalan itu selalu sepi dan hanya dilewati guru-guru saja. Tapi tumben ada siswi yang menemui kepala sekolah. Karena seperti yang sudah diketahui kepala sekolah SMA Bintang sangat killer dan enggan bicara langsung dengan siswa. Biasanya ia meminta tolong guru lain untuk mewakilinya.
Tidak salah lagi. Gadis itu pasti sengaja menunggunya. Ia pasti sudah hafal bahwa ia biasa melewati jalan itu untuk menghindari para siswi setelah pulang sekolah. Gawat. Ia harus lebih berhati-hati lagi. Berarti gadis itu lebih berbahaya dari yang lain. Namanya harus ia catat besar dalam ingatannya.
Eh.
Tapi siapa namanya. Kok Aro baru sadar ia sama sekali tak mengenal siswi tadi.
Ah. Sudahlah.
Tlululut. Tlululut. Telepon Aro berbunyi. Di layar tertera Mama. Ah. Apalagi.
"Aro. Gimana kabar kamu sayang. Sudah makan siang kan. Siapa yang bantu nyuci dan masak. Mama ngirim pembantu baru buat kamu ya."
"Aku gak butuh." Sahut Aro kasar.
"Sudah. Kali ini jangan menolak. Mama memaksa."
Aro semakin kesal. Diputuskannya telepon secara sepihak. Permainan apalagi yang mama berikan. Apa mereka mau memata-matai dirinya. Takut ia berbuat ulah. Takut dirinya berbuat sesuatu yang membuat nama besar Rahardian ternodai. Ia hanya ingin bernafas. Bebas.
Bebas dari segala sandiwara.
***
Binar melangkah dengan mantap memasuki kelas barunya. Semua yanga ada di dalam kelas menatapnya.
"Oh. Kamu anggota baru kelas kita ya?" Sambut Pita.
"Iya." Jawab Binar dengan senyuman.
"Aku ketua kelas di sini. Panggil Pita saja."
"Aku Binar."
Keduanya beraalaman.
"Oiiii.... dengerin. Ini anggota baru kita. Kenalin namanya Binar. Dia siswi kelas satu yang berhasil lolos akselerasi." Teriak Pita yang langsung berhasil menyedot perhatian seluruh penghuni kelas 3 A.
"Wah. Pintar banget dong. Hebat." Celetuk seorang siswa.
"Kenalannya nanti saja ya. Pak Bagas soalnya sudah ngasih kita tugaskelompok. Ayo Binar. Mejamu yang di belakang itu. Maaf ya. Jadi dapat bangku di belakang. Tapi justru kamu beruntung loh." Ucap Pita.
"Beruntung??" Tanya Pita penasaran.
"Iya. Itu bangku kamu tepat di belakang cowok paling beken di sekolah kita." Ucap Pita.
"Oh..." Pita menanggapi biasa saja. Ia pikir beruntung dalam artian lain.
Pita langsung menuju bangkunya. Begitu ia duduk pandangannya langsung dihadapkan pada cowok yang sedang tidur menyembunyikan wajahnya yang duduk di depannya. Tenar apaan. Cowok pemalas. Batin Pita.
"Oke Guys. Hari ini kita ada tugas kelompok. Tugasnya adalah membahas bisnis minat pasar modern. Pilih salah satu bisnis yang cocok untuk dikembangkan di jaman modern ini. Aku baca nama kelompoknya ya."
Pita langsung mengumumkan nama kelompoknya. Semua kelompok langsung berkumpul termasuk Binar yang tergabung di kelompok E bersama Pita.
"Lo. Kayaknya anggota kita kurang satu. Yang ga ada siapa ya?" Tanya Binar begitu melihat anggotanya hanya berempat. Padahal jelas tadi disebutkan ada lima orang.
"Oh. Ada koq. Tapi siapa yang berani bangunin dia." Tanya cowok di samping Binar.
"Kamu saja Sapri." Celetuk gadis berkacamata.
"Lu aja nape Nin." Cowok di samping Binar mengelak.
"Atut ah. Biasanya Pita berani kan." Ucap Nina lagi. Pita diam.
"Maaf. Aku gak ngerti kalian ngomongin apa. Siapa." Tanya Binar bingung.
"Itu. Kita g ada yang berani bangunin dia." Sahut Pita.
"Oh jadi dia yang namanya Romeo." Tanya Pita. Ketiga teman dihadapannya mengangguk.
"Ingat panggil dia dengan Aro. Jangan Romeo bisa marah besar." Ucap Sapri.
"Emang kenapa?" Tanya Binar. Ia bangkit menuju siswa di depan mejanya. Kelompok yang lain sudah mulai bekerja. Sementara dirinya mesti menunggu satu cowok merepotkan seperti itu.
"Hey pemalas. Bangun." Ucap Binar sambil menggebrak mejanya. Membuat seisi kelas shock melihat tingkahnya. Terlebih siswa yang dibangunkannya terbangun meski dengan mata terpejam.
"Heran deh. Sudah kelas tiga tingkahnya malas-malasan kayak anak kecil. Nggak banget deh jadi cowok." Binar semakin kesal apalagi melihat siswa itu masih mematung.
"Romeo.... buruannnn.... kita diburu waktu. Lihat noh yang lain pada ngerjain tugas. Eh lu malah tidur."
Tanpa disangka cowok itu menoleh. Matanya terbuka dan menatapnya tajam. Binar terkejut. Bukannya cowok itu yang menabraknya kemaren.
"Manggil aku apa tadi. Coba ulang." Tanyanya dengan nada datar namun penuh penekanan dalam tiap katanya.
Sejenak Binar merasa merinding dengan tatapan dingin dan nada bicaranya. Tapi harga dirinya menyuruhnya untuk melawan. Sayang waktu dia mau membalas. Sapri langsung menariknya.
"Dia tadi manggil kamu Aro. Ia kan teman-teman?." Ucapan sapri dibenarkan seisi kelas. Binar tak terima. Ada apa dengan kelas ini. Apa salahnya memanggilnya dengan Romeo. Bukannya itu memang namanya. Ia hendak protes namun dihalangi Pita dan diberi kode agar dia diam.
"Kita ada tugas nih. Yuk kita kerja lagi Aro. Oh iya ini anggota baru kita. Namanya Binar. Dia lulus akselerasi. Makanya sekarang ia gabung di kelas kita." Terang Sapri.
Aro memandang Binar dengan tatapan tajam. Binar membalasnya dengan tatapan tak kalah sengit.
"Aduh. Kita pilih bisnis apa nih. Biar kita untung besar?" Tanya Pita memecah kebekuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Depressed
Teen FictionBagi Aro tak ada yang istimewa dalam hidupnya. dunia sangat membosankan. semua biasa saja. Sampai terjadi tragedi yang mengubah seluruh hidupnya.