tujuh

706 41 11
                                    

Genta disini, dia benar-benar disini.
Berdiri dibelakangku dan menepati janjinya setahun yang lalu

"Apa kabar Serena?"
Tanpa menjawab sama sekali, aku langsung saja berlari ke kelasku. Sungguh aku sangat kesal pada Genta. Bisa-bisanya setelah dia menghilang setahun, lalu kembali tanpa ada rasa bersalah sama sekali? Luar biasa!

Dikelas, aku menangis, entah karena apa. Menenggelamkan kepalaku dilipatan tangan sepertinya lebih menarik dibanding ikut bergosip dengan teman-temanku yang lain. Padahal aku tidak marah pada Genta, tidak sama sekali. Hanya saja terlalu kaget, sedikit kesal, dan bahagia? Ahhh, tolong sadarkan aku!

Tak lama, Genta menyusul. Dia duduk di bangku Diva, disampingku. Tapi Genta hanya diam, entah apa yang dia lakukan. Aku tidak mau tahu!!

Semakin lama, leherku terasa pegal juga, aku mengangkat kepalaku dari posisi sebelumnya. Entah sudah berapa lama aku menangis, intinya Genta masih tetap disampingku. Aku lalu menghapus sisa-sisa air mata. Aduh Serena kau bodoh sekali. Bagaimana jika Genta menganggapku terlalu berlebihan dan akhirnya ilfeel padaku? Eh, apa-apaan sih pikiranku ini? Tanpa sadar, aku menepuk kepalaku berkali-kali dan kulirik Genta, ia seperti menahan senyumnya melihat tingkah BODOHku ini.

"Sudah capek nangis ya?" dan satu hal yang membuatku semakin jengkel padanya, dia mengucapkan itu sambil tersenyum meremehkan kearahku. Tidak! Aku tidak ingin menjawabnya, biar saja aku berpura-pura ngambek. Daripada harus mengeluarkan suaraku yang sepertinya serak karena habis menangis dan malah terdengar seperti kambing yang terjepit ekornya

"Bagaimana satu tahunnya?"
"Gak lucu ya, Ta" ah beruntung suaraku terdengar normal
"Hahaha"
"Dasar sinting"
"Hahaha" Menyebalkan memang!
"Ayo ke kantin lagi"
"Nggak ah, udah kenyang"
"Tadi kan belum makan"
"Nanti kan bisa makan" balasku mengikuti nada suaranya

Ada hening yang tercipta cukup lama. Mungkin sekitar 15 menit
"Kabar bahagia"
Aku sebenarnya tidak mau menanggapi tapi jadi penasaran juga
"Apa?"
"Aku kembali"
Tuh kan! Menyesal deh jadi bertanya
"Bolos yuk" bisik Genta ditelinga kananku
"Bo-bolos?"
"Iya, nggak ikut pelajaran"
"Nggak ah, nggak mau"
"Kenapa?"
"Nggak mau pokoknya"

Tak lama dari itu, Nanda, Wenda, dan Diva tiba dikelas. Genta bangkit berdiri, agar Diva bisa duduk ditempatnya.

"Wen, pr matematika kau sudah?" tanya Diva
"Iya, kenapa? mau lihat?"
"Nggak, aku sudah selesai kok"
"Pr matematika, ada memangnya?" tanyaku. Setahuku tidak, minggu lalu kan bu Rina tidak datang, hanya memberi tugas biasa saja
"Iya lanjutan tugas kemarin"

Aduh, iya! Kok aku bisa lupa sih? Tugasku kan belum selesai. Bagaimana ini? Bu Rina itu termasuk jajaran guru yang tidak bisa mengerti. Walaupun alasan kalian masuk akal, tidak ada kata ampun baginya. Hanya ada satu harapanku saat ini, semoga saja Bu Rina berhalangan hadir

"Semoga saja Bu Rina nggak hadir" ucapku penuh harap
"Kayaknya kamu nggak beruntung deh Ren. Tadi kulihat Bu Rina di koridor ruang guru"

Oke, tidak ada jalan lain! Bagaimana ini? Kakiku gemetar! Aku tidak ingin dipermalukan didepan teman-teman kelasku. Atau yang paling parah dihukum di tengah lapangan. Aku tidak mau bernasib seperti Bayu, temanku. Hanya karena lupa membawa penggaris, ia disuruh berdiri didepan kelas. Kelas sebelah maksudnya. Parah kan? Tidak kebayang bagaimana malunya. Apalagi kalau aku juga mendapat hukuman yang sama. Berdiri? dihadapan anak-anak kelas sebelah? Tepatnya di kelas Genta. Tidak tidak! Aku juga tidak mau kejadian tahun lalu terulang, dimana aku dan ketiga sahabatku dihukum di tengah lapangan. Memalukan! Hanya satu cara yang terlintas dikepalaku

"Genta, aku ikut!"
Genta yang sudah hampir mencapai pintu kelas segera berbalik dan tersenyum

"Kamu tahu jalan keluarnya lewat mana?" tanyaku pada Genta yang berjalan santai didepanku. Sedangkan aku berjalan mengendap-endap layaknya seorang maling.

DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang