9_SEMBILAN

66 0 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan sebuah senter, sebuah headlamp, dan sebuah lentera minyak. Ketiga manusia itu berjalan jauh meninggalkan hutan yang ditelan kegelapan malam. Di perbatasan hutan dan sebuah rumah, ada sepetak ladang yang ditanami tomat dan paprika. Terlihat asap mengepul dari perapian sebuah rumah batu yang, dari jendelanya terlihat terang. Hangat. Aman.

"It's my father's house." Kata Sadafi menuntun. Mereka sudah berdiri di ambang pintu, ketika tiba-tiba pintu itu terayun terbuka. Bahkan, sebelum Sadafi mengetuknya.

Mereka bertiga masuk dan langsung disambut dengan hunusan pedang dari seorang malaikat. "Don't try to touch Prince Travolta!"

Sadafi sama sekali tak tahu kalau akan ada tamu di rumah ayahnya. Dia baru saja pulang dari perjalanan jauh dua hari yang lalu.

"Who are you?" Malaikat itu menjulang tinggi. Nampak gagah dengan pakaian berwarna biru muda. Rambutnya sedikit gondrong dan bergelombang. Dua pasang sayapnya berwarna cokelat dengan gradasi hitam dan putih di beberapa bagian.

"Who are you?" Sadafi malah balik bertanya dengan percaya diri. Sorot matanya mempertegas statusnya sebagai si tuan rumah. Dia segera menarik sebilah anak panah di balik punggungnya, dan dengan jarak yang sebegitu dekat dia menarik tali kekangnya. Sasaranya jelas.

Menyadari sesuatu, si malaikat segera menarik dirinya. Busur panah itu, yang dipakai Sadafi untuk membidiknya, dia sangat mengenalnya. Dilihat dari ukuran, material, dan ukiran-ukiranya, tidak salah lagi, busur itu buatan para malaikat di Kastil Barat.

"Hentikan!" Kata ayah Sadafi yang lalu muncul. Sejenak dia memperhatikan dua orang dibelakang punggung anaknya. Penampilan Adi dan Zach, terlihat sangat aneh. Tapi dengan cepat dia menyadari siapa tamu istimewa yang berkenan mampir ke rumah mungilnya ini. Orang tua ini membuka kedua tanganya lebar-lebar, menyambut mereka dengan sangat hangat. "Well, kita kedatangan tamu istimewa dari jauh. Silahkan masuk wahai anak Adam." Kata-katanya mengalir dengan lembut.

.....

Satu-satunya meja makan di rumah batu itu, yang tadinya hanya dihiasi sebuah teko porselin dan satu buah cangkir teh, sekarang dibludaki dengan berbagai makanan. Roti gandum, ikan asin, sup wortel. Adi dan Zach melahapnya dengan sopan. Anggur, air putih, arak.

Meja itu memanjang dengan 2 pasang kursi yang sepertinya, Old Father membuatnya sendiri, atau membelinya dalam satu paket. Zach bilang ini meja kantin. Adi bilang ini meja angkringan.

Dengan cara makan bersama seperti ini, ketegangan yang tadi terjadi bisa diredam dengan mudah oleh ayah Sadafi yang hanya ingin dipanggil Old Father saja. Perjamuan makan malam seperti ini tentu saja terselip sebuah topik yang perlu dibahas.

Adi Prakoso duduk sebangku dengan Zachary Armstrong dan Sadafi. Di seberangnya, Old Father si tuan rumah, Bruno si malaikat bersayap empat, dan pangeran tampan bernama Travolta duduk dengan elegan dengan tatapan yang seakan-akan sedang menunggu jawaban.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SISI BUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang