"Iya aku tau, makanya sekarang ayok kita pergi nonton, Syifa juga akan nonton kok" kata Fida merengek pada Ana.
Ana akhirnya mengangguk. "Baiklah"
Setelah itu mereka bertiga langsung pergi menuju tempat lomba karate.
»Lokasi Lomba Karate«
Pagi itu tepatnya pukul 8:00 lomba karate di mulai, semua santriwan dan santriwati memenuhi tempat lomba di masing-masing tempat yang sudah di sediakan panitia.
Saat Alvin maju ketengah Arena, teriakan mulai terdengar riuh, dia tampak maco dan dua kalilipat lebih tampan dan menggoda, yang di selaraskan dengan pakaian karate hitam dia tampak keren seperti seorang pendekar.
Ya Allah, ternyata lawan kak Firaz adalah cucu pak kyai, ya ampun dia sangat tampan dan gagah sekali dengan seragam karate itu. Bisik Fida pada Ana yang sedang duduk menyaksikan pertandingan.
Mendengar itu Ana hanya mengangguk dan berusaha untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdetak sangat kecang ketika Alvin muncul ke arena.
Ya Allah perasaan ini, kenapa begini banget? jantungku terus berdetak dan semakin kencang setiap melihat Alvin. Apakah ini hukuman karena aku tidak bisa menjaga pandanganku?. Batin Ana seraya memalingkan pandanganya dari Alvin.
"Fida, tolong jaga sikapmu, kita di depan umum ini, nanti ada yang lihat bagaimana? lebih baik kamu nonton aja dengan tenang" Syifa berusaha menghentikan ulah Fida yang sedari tadi bertriak memanggil Alvin dan Firaz.
"Iya Iya" Fida kembali tenang setelah mendengar nasehat Syifa.
"Oh ya kamu dukung siapa? kalau aku dukung cucunya pak kyai " lanjut Fida sambil menatap Ana dan Syifa.
"Dasar gak jelas, kemarin aja bilangnya akan ngedukung kak Firaz 100% tapi sekarang kok beda?" sindir Syifa
"Jangan adu mulut begitu, Siapa pun yang menang itu kan hanya perlombaan " kata Ana menengahi pembicaraan Syifa dan Fida.
Apakah kakinya sudah sembuh?. Batin Ana sambil memperhatikan kaki Alvin.
Lonceng berbunyi tanda pertandingan ronde pertama di mulai, Alvin terlihat memasang kuda-kuda begitupun Firaz.
Tampaknya pertandingan kali ini akan lebih seru karena penonton menganggap kalau Firaz menemukan lawan yang seimbang denganya.
Alvin terlihat seperti orang yang mahir dalam bidang karate. Jelas saja mahir, Alvin kan atlit karate sewaktu di SMP, kalau bukan karena permohonan ibunya mungkin dia memilih melanjutkan SMA di salah satu sekolah elit di Jakarta.
Sesaat kemudian Alvin dan Firas saling menyerang, dan beberapa pukulan di lemparkan Firaz ke Alvin, namun selalu bisa di hindarinya, giliran Alvin menyerang , Firas terkena pukulan tepat di wajahnya, sontak para penonton histeris.
"Alvin..Alvin.. Alvin.. "
"Firaz.. Firaz ... Firaz.. "
Suara santriwan yang mengenal kedua orang yang bertarung itu begitu bersemangat, mereka membuat dua kubu, antara pendukung Alvin dan Firaz, meskipun sudah di pastikan kalau pendukung Firaz jauh lebih banyak secara dia senior di pesantren. Dan tentunya yang mendukung Alvin hanya sedikit sebab Alvin di kenal tidak banyak bicara dan penyendiri.
Di ronde kedua tampaknya Firas kurang fokus dan terlihat arogan karena Alvin berhasil memberikanya pukulan, Firas kembali lagi menyerang namun lagi dan lagi dia jatuh dan merasa kehilangan tenaga, dia semakik kesal ketika melihat tatapan Ana nampak berbeda ketika melihat Alvin.
"Maju kamu.! " Firaz memberi tatapan sinis kepada Alvin.
Alvin menerima tantangan Firaz dengan santai, dengan lincah dia berlari kearah Firaz dan memberikanya tendangan melayang, tapi Firaz berhasil menangkis serangan Alvin.
Alvin menyeringai kearah Firaz, dia mencoba mempelajari gerakan Firaz, setelah itu dia mengerti dan kembali memberi serangan, Firaz merasa kewalahan menahan serangan Alvin.
Semua penonton tampak tegang, mereka deg- degan melihat pertandingan yang begitu seru karena Firaz dan Alvin sama-sama kuat.
Di menit-menit terakhir, Alvin memberikan pukulan melayang tepat di pipi Firaz, seketika itu Firaz tumbang dan darah mengalir dari sudut bibirnya, dia terkapar di lantai sambil menatap langit-langit dengan nafas yang terenggah-enggah.
"Astagfirullohalazim, kak Firaz ?" Syifa terkejut melihat Firaz terkulai lemas di lantai, sedang Fida bertepuk tangan kegirangan atas kemenangan Alvin.
Ana terdiam, karena sejujurnya dia merasa bingung hendak mendukung yang mana.
Waktu berakhir, dan wasit menyatakan kemenangan Alvin dengan mengangkat tangan kananya, tapi Alvin tidak menunjukan emosi apapun, dia malah mengusap wajahnya yang basah oleh keringat dan mencoba mengeringkan rambutnya dengan mengibas-ngibaskanya.
Sontak semua santriwati histeris melihat apa yang di lakukan oleh Alvin dan semua penonton memberikan tepuk tangan meriah buat Alvin.
Sebelum Alvin meninggalkan tempat lomba, matanya tertuju kearah tempat penonton, tatapan nya lembut seketika itu Ana juga tanpa sadar membalas tatapan Alvin...
Ya Allah apa dia sedang menatapku ?
tatapanya begitu lembut, Oh astaga aku terlalu berlebihan. Batin AnaFida dan Syifa diam-diam memperhatikan Ana yang terlihat salah tingkah. "Ana kamu kenapa? pipimu merah gitu"
"Ha ha ha kalian bisa saja" kata Ana sambil bangkit dari duduknya.
Semua orang tercengang melihat Ana yang tiba-tiba berdiri sambil tertawa. Menyadari tatapan teman dan para ustadzahnya. Mendadak ekspresi Ana menjadi buruk demi menghilangkan kecanggungan dia berpura-pura bertepuk tangan.
Alvin menyipitkan matanya dan menjepit alisnya ketika melihat tingkah konyol Ana
Gadis itu terlalu berlebihan. Batin Alvin sambil menggelengkan kepalanya dan setelah itu dia segera pergi meninggalkan arena.
Ana merasa malu dengan kekonyolanya, rasanya dia ingin menggali lubang untuk bersembunyi.
Bodoh apa yang baru saja aku lakukan?. Batin Nana.
Setelah selesai pertandingan, Ana bergegas pergi meninggalkan arena penonton, dengan menahan rasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELENGKAP HIDUPKU
General FictionDelapan tahun yang lalu, keadaan memaksa mereka untuk menikah di usia yang masih belasan tahun. Namun, keadaan pula yang memaksa mereka untuk berpisah. Meninggalkan benci dan rindu yang menggila kepada sosok suami yang menghilang tanpa kabar. Ia pu...