Alvin menarik nafas lega mendengar penjelasan dokter itu. Setelah itu Ana di pindahkan ke salah satu ruangan VVIP yang sangat mewah. Alvin duduk di samping tempat tidur Ana sambil menatap lekat wajah Ana yang sudah lama tidak dia lihat.
Dia rindu sangat rindu hingga dia mau gila. Perlahan Alvin mengangkat tanganya untuk membelai pipi Ana sambil berkata.
"Sayang ... Cepatlah bangun! jangan tidur terus. Lihat lah aku di sini, tidak apa-apa kamu memakiku asalkan kamu bangun". ucap Alvin yang ditemani oleh bulir air mata sendu nya.
Tepat saat itu, tiba-tiba Dimas masuk membuka pintu ruangan Ana.
"Maaf bos, ini tas dan bukunya korban, untuk motornya saya sudah mengamankanya" kata Dimas sambil menjulurkan tas Ana ke arah Alvin.
Alvin mengangguk dan mengambil tas dari tangan Dimas. Dimas merasa aneh dengan ekspresi Alvin, dia melihat gadis yang terkapar di ranjang rumah sakit, dan melihat bosnya menggenggam erat tangan gadis itu. Timbul rasa penasaran dibenak Dimas dan dia pun mulai berfikir, meski dia baru satu minggu menjadi asisten Alvin tapi dia sudah cukup memahami karakter bosnya.
'Siapakah gadis ini? nampaknya bos sangat menyayanginya, apakah dia kekasihnya atau?. Batin Dimas.
Alvin melirik Dimas yang masih berdiri di belakangnya.
"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Alvin dengan sinia.
Dimas langsung terkejut dan ketakutan. "Aahhh iya bos, ini sudah mau pergi"
Setelah mengatakan itu Dimas keluar dari ruangan, sedang Alvin kembali fokus pada sosok gadis yang terkapar di ranjang. Tidak lama setelah itu Alvin membuka tas Ana, dan mengambil handphonya, untungnya Ana bukan orang yang suka menggunakan kata sandi, jadi Alvin dengan mudah membukanya, setelah itu Alvin mengambil nomer Ana.
Itu sudah pukul 11 malam, Alvin kembali ke kamar Ana setelah melaksanakan shalat isya.
"Hi ... Sayang, apakah tidurmu nyeyak?, tenang saja aku akan menemanimu di sini" kata Alvin sambil menggengam tangan Ana, dan menciumnya beberapa kali.
Sepanjang malam dia terus menatap wajah Ana seolah itu tak cukup untuknya, hingga jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, tanpa sadar dia tertidur sambil terduduk di samping Ana dalam keadaan masih menggenggam tanganya.
»Keesokan paginya«
Di ruang VVIP yang luas dan sunyi, seorang gadis tergeletak di tempat tidur pasien, wajahnya tenang dan sedikit pucat, namun tak mengurangi auranya, meski dia tak terlalu cantik tapi kehadiranya selalu membuat orang merasa nyaman. Ana perlahan membuka matanya melihat tempat yang asing seketika itu Ana melirik ke semua ruangan, dan di samping tempat tidurnya ada seorang lelaki yang sedang tertidur memegangi tanganya.
"Siapa ini.. ?Aku di mana? sepertinya aku sakit tanganku masih di infus" tanya Ana pada diri nya sendiri dengan ekspresi panik.
Tidak lama kemudian, Ana pun mengingat kejadian waktu motornya di tendang dan menabrak trotoar.
"Oh ya aku baru ingat kalau aku habis kecelakaan, tapi siapa yang membawaku kesini? " lanjut Ana seraya memegang kepalanya yang masih pusing. Setelah itu Ana melirik kesampingnya dan segera melepaskan tanganya dari genggaman lelaki itu dengan ekspresi takut.
Gerakan Ana membuat lelaki itu terbangun dan menatapnya dengan tatapan hangat.
"Mmm kamu sudah bangun? " tanya lelaki itu sembil mengucek matanya.
Melihat dan mendengar suara lelaki yang begitu akrab buat nya, seketika itu ekspresinya berubah, nafasnya mulai tidak beraturan, dia gemetaran rasanya dunia berputar di sekelilingnya, tatapan nya pun mendadak kosong.
Melihat Ana yang terdiam mematung membuat Alvin menjadi panik.
"Ana kamu tidak apa-apa kan?"
Ana masih belum sadar dari keterkejutanya, dia hanya menatap dengan tajam tanpa berkedip sambil bergumam dalam hatinya.
'Alvin ?... Apakah yang di depanku ini adalah Alvin ? Ya Allah sudah 8 tahun berlalu kini dia ada di depanku'.
Alvin memegang tangan Ana seraya bertanya kembali. "Ana kenapa kamu hanya diam?"
Bukanya menjawab pertanyaan Alvin, Ana malah menunduk melihat tangan Alvin menggenggam tanganya, seketika itu dia merasa seperti tersengat listrik. Dia pun segera menarik tanganya dengan ekspresi ketakutan.
Alvin mengerti dengan tindakan Ana, setelah itu dia menjauhkan tanganya dari Ana. Ana masih terdiam dan mengamati wajah Alvin.
Setelah yakin itu memang Alvin, jantung Ana berdetak kencang seakan melompat dari tempatnya, raut wajahnya pucat, di matanya memancarkan aura rindu dan kekecewaan, tak sadar air mata mengalir di pipinya ketika melihat wajah tampan Alvin yang tidak jauh berubah dari delapan tahun yang lalu.
Suara yang baru saja di dengarnya tampak sangat indah di telinganya namun menusuk hatinya dan luka lama itu menganga hebat, dia adalah jiwa yang di tinggalkan sehingga sebagian dari dirinya menghilang begitu saja.
Dia adalah Alvin, suami yang sangat dia cintai, hanya dia yang memenuhi relung hatinya, hanya dia yang ada di dunia indahnya, meskipun dia sempat jatuh di beberapa hati tapi Alvin tetap menempati posisi teratas dalam hati terdalamnya.
Ana menatap Alvin dengan sinis sembari bertanya, " Kenapa kamu ada di sini?"
Dengan lembut Alvin berkata tanpa menjawab pertanyaan Ana.
"Sayang, aku merindukanmu "
Mendengar Alvin memanggil nya sayang dengan lembut sambil mengatakan rindu, jantung Ana terasa berdetak lebih kencang, hatinya semakin tak menentu serasa jiwanya yang telah lama meninggalkanya kini kembali ke jasadnya.
"Alvin?" Mulut Ana bergetar ketika menyebut nama yang sudah lama tidak dia sebut.
"Aku Merindukanmu" Alvin mengulangi perkataanya sambil menatap Ana dengan senyum yang lembut.
Ana menatap tajam ke arah Alvin seraya berkata,"Aku harus pergi!" ucap Ana sembari menyentuh infus nya untuk di lepas paksa.
Melihat Ana mengabaikanya, Alvin merasa ngilu di ulu hatinya.
" Maafkan aku! " ucap Alvin seraya menarik tangan Ana untuk menghentikan aksi nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELENGKAP HIDUPKU
General FictionDelapan tahun yang lalu, keadaan memaksa mereka untuk menikah di usia yang masih belasan tahun. Namun, keadaan pula yang memaksa mereka untuk berpisah. Meninggalkan benci dan rindu yang menggila kepada sosok suami yang menghilang tanpa kabar. Ia pu...