Dinding yang runtuh

132 20 11
                                    

Disha kini berjalan lebih lambat dibanding kakak-beradik Lazuardi. Ia membiarkan Javin berbincang-bincang dengan Fathia. Disha rasa Fathia tidak terlalu suka dengan dirinya. Sejak tadi di cafe, setiap omongan Disha pasti dibantah atau disela.

Rasa kesal Disha nyaris meluap kalau saja dia lupa kalau ia juga punya kakak laki-laki. Dan reaksi Disha pertama kalo bertemu pacar Angga pun tidak jauh berbeda dengan reaksi yang Fathia berikan kepadanya hari ini.

She can put herself in Fathia shoes at this time.

***

"Mau nonton?" Tanya Javin, Disha menoleh ke arah Fathia.

"Gak usah, aku mau jalan-jalan." Ujar Fathia lalu menarik Javin untuk berjalan lebih dulu.

Javin tidak habis pikir dengan perilaku Fathia hari ini. Biasanya Fathia selalu menjadi anak yang ramah dan manis, walau kadang banyak mau. Tetapi Fathia benar-benar tidak menggubris Disha, seakan-akan mengabaikan kalau kini mereka jalan-jalan bertiga.

***

"Chi, Dish aku mau ke toilet." Ujar Javin tiba-tiba.

Disha mendelik lalu menggelengkan kepalanya pelan seakan menyuruh Javin jangan pergi meninggalkan mereka berdua. Fathia juga langsung menahan lengan kakaknya agar tidak pergi ke toilet.

"Kebelet banget, kalian tunggu sini ya, bentar."

Setelah Javin pergi ke toilet, Disha dan Fathia menunggu di depan lorong. Keduanya terdiam, tidak ada yang berusaha untuk memulai percakapan. Fathia sibuk bermain ponsel, dan Disha sudah tenggelam dengan pikirannya.

"Aku kurang suka sama Kak Disha."

Disha langsung menoleh begitu mendengar pengakuan dari Fathia. Gadis itu bingung reaksi apa yang harus ia berikan untuk anak perempuan yang satu tahun lebih muda darinya itu. Disha kaget dengan kejujuran Fathia yang sedikit menyakitkan.


"Kenapa?" Lirih Disha.

Kalau bukan di tempat umum seperti ini, Disha bisa saja langsung menangis.

"Di sekolah aku gak punya banyak temen, dan aku seneng banget karena mau ketemu Kak Javin. Aku kira kita berdua bisa jalan-jalan bareng berdua aja, tapi ternyata Kak Disha ikut." Suara Fathia semakin mengecil setiap ia mengucapkan kalimat demi kalimat.

"Awalnya aku mau santai aja sama Kak Disha, tapi gak bisa. Aku takut Kak Disha bakal ngontrol Kak Javin sepenuhnya." Lanjut Fathia.

"Aku takut kehilangan orang yang ada di deket aku, kak."

Disha tersentuh mendengar penuturan Fathia. Ini adalah bentuk sikap protektif adik perempuan terhadap kakak laki-lakinya. Dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan, Disha merangkul Fathia dan menariknya agar mendekat.

"Gak usah takut, aku gak mungkin ambil alih Javin dari kamu. Kamu adeknya, aku pacarnya, ada kemungkinan aku sama dia bakal pisah. Tapi sama kamu enggak, Fathia."

Disha menepuk pundak Fathia pelan.

"Kamu tau kan? Blood is thicker than water."

Disha berdiri canggung, tangannya masih merangkul Fathia. Tapi gadis itu tidak membalas perkataan Disha sama sekali.

"Iya tau." Jawab Fathia, "Makasih kak."

Tidak lama setelah itu Javin keluar dari toilet. Ia menatap Fathia dan Disha bergantian dengan pandangan heran. Fathia langsung menarik Javin untuk lanjut berjalan. Gadis itu membisikkan sesuatu kepada Javin, Disha masih berjalan di belakang mereka berdua karena takut menginterupsi moment kakak beradik ini.

"Kak Disha panggil aku Chia aja."


***

Setelah mengantar Fathia ke rumah temannya, Javin menjalankan mobilnya ke arah rumah Disha.

"Dish." Panggil Javin.

Gadis itu menoleh dengan cepat, "Ya?"

"Tadi Chia bilang, katanya kamu gak seburuk yang dia kira." Ujar Javin, "Next time, dia mau kita jalan-jalan bertiga lagi."

Mendengar perkataan Javin, sudut bibir Disha otomatis terangkat. Ia senang karena berhasil membuat kesan pertama yang baik di mata Chia. Walau sempat dihiraukan, itu bukan masah besar bagi Disha. Yang terpenting sekarang Chia sudah menerima Disha.


***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Best Part.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang