8. Gelap dan sepi

3.5K 266 13
                                    

Semua terasa menyesakkan! Di sini gelap dan sepi.

Tapi sayup-sayup aku seperti mendengar suara seseorang memanggilku.

"Risa... Risa, nak. Bangun, Ris! Risa jangan tinggalin Ayah!" Suaranya terdengar parau dan samar-samar terdengar suara sirine ambulan mengiringi perkataannya.

Ibu... Temani aku di sini. Di sini gelap! Aku takut!

---

"Dimana Risa?" Tanya seorang wanita setengah baya yang mengenakan kerudung merah maroon.

Semua yang ada di sana menatap wanita itu, yang datang bersama pria setengah baya juga. Yang mengenakan kaos lengan pendek berwarna abu-abu.

"Ada didalam Bu, sedang ditangani dokter." Jawab Rey, anak pak Damar. Karena ayah dan mamahnya tak ada yang menjawab jadi ia lah yang menjawabnya.

Wanita itu menatap suaminya dengan raut khawatir.

"Tenang ya. Risa anak kuat! Dia pasti selamat." Ucap papah Risa mencoba menenangkan sang istri yang sudah menangis dipelukannya.

Papah dan mamah Risa tadi dihubungi oleh pihak rumah sakit dengan ponsel Risa. Yang mengatakan bahwa Risa tertabrak sebuah mobil. Karena panik mereka pun langsung meninggalkan dagangannya dan pergi kesini.

"Maaf, kalau boleh tau kalian siapanya Risa ya?" Tanya Rey, setelah mamah Risa sedikit tenang.

"Kami orangtuanya Risa mas. Mas ini siapa ya?" Jawab papah Risa namun dibalas pertanyaan lagi. Papah Risa menduga bahwa Rey lah pelaku penabrakan Risa.

Pak Damar dan istrinya yang mendengar pernyataan papah Risa menatap mereka dengan terkejut.

"Saya atasannya dikantor." Jawab Rey. Untung saja papah Risa belum main tangan pada pria dihadapannya ini, ternyata dugaannya salah.

Papah Risa pun menatap pak Damar setelah menyadari tatapan pak Damar yang menatapnya dengan wajah terkejut.

"Dan ini kedua orangtua saya," kata Rey memperkenalkan.

"Bukannya.. Risa anaknya Annisa?" Tanya pak Damar setelah tersadar dari keterkejutannya.

Sekarang giliran papah dan mamah Risa yang terkejut. Mereka menatap pak Damar dengan dua bola mata terbelalak.

"Da..darimana anda tau?" Hanya itu yang mampu mamah Risa ucapkan karena rasa terkejutannya.

Mata mamah Risa terpaku pada dua bola mata pak Damar. Coklat bening persis seperti mata Risa.

"Benar. Risa adalah anak kandung Annisa dan mereka adalah orangtua angkat Risa. Tapi, darimana anda tau bahwa Risa adalah anak Annisa?!" Tanya Andre, om ketiga Risa. Kakak ketiga Annisa yang berprofesi sebagai polisi.

Andre lah yang menangani kasus tabrakan Risa karena memang tempat tugasnya didekat kantor Risa. Pelaku penabrakan pun sudah diantarkan Andre kekantor polisi. Dan Andre langsung kemari untuk mengetahui keadaan sang keponakan.

Aura di sana terasa mencekam karena tatapan Andre yang amat tajam pada Damar. Om Risa yang satu ini memang dikenal seram dan tegas.

"Sa..saya Damar, ayah kandung Risa," aku Damar.

Bruk..

Tinju langsung melayang kala Damar selesai mengatakannya. Andre terus memukuli damar dengan penuh amarah, tak dihiraukannya jeritan kedua wanita disana dan usaha kedua pria yang mencoba menghentikan aksinya.

"Andre! Berhenti," Rama, anak pertama pak Heri datang setelah diberi tau ada keributan didepan ruang UGD ditempatnya bekerja. Betapa terkejutnya ia setelah melihat sang adik yang sedang memukuli seorang pria seumurannya.

"Ndre, ini rumah sakit! Jangan buat keributan disini!" Marah Rama pada sang adik. Andre menatap keselilingnya mencoba melepaskan amarah, ia mendapati ada banyak orang yang menontoni mereka namun ia tak menghiraukannya.

"Kalau mas tau dia itu siapa aku yakin mas akan lebih marah daripada aku!" Jawab Andre sambil menunjuk Damar yang sedang duduk dibantu Rey dan istrinya.

Rama menatap Damar mencoba mengenalinya namun ia tak ingat apapun tentang Damar.

"Dia penyebab Annisa meninggal mas! Dia! Dia pria brengsek itu!" Ucap Andre penuh emosi pada Rama.

Adiknya, adik kesayangannya pergi bahkan sebelum ia bertemu dengan sang adik. Karena ia yang sedang dalam pelatihan. Sungguh Andre menyesali semua yang terjadi dimasa lalu.

Rama menatap Damar yang sedang terkejut karena fakta yang ia dengar dari Andre.

"A..Annisa meninggal?" Tanya Damar terbata-bata ia menatap Rama yang sedang menatapnya juga mencoba memastikan.

"Iya. Ia sudah meninggal 18 tahun yang lalu! Meninggalkan putrinya dan meninggalkan keluarganya! Ia depresi dan dehidrasi. Ia meninggal karena tak sanggup menerima kenyataan bahwa anaknya dibuang oleh ayah kami. Ia meninggal karena ia tak sanggup menerima tatapan kecewa dari keluarganya dan ia meninggal karena ia tak mau menatap langit biru lagi."

"Ia telah meninggal bersama lukanya dan air mata penyesalannya." Ungkap Rama lirih pada Damar. Ingin Rama juga memukul pria penyebab adiknya hamil, namun ia bisa mengendalikan emosinya dan memilih mengatakan apa yang seharusnya ia katakan.

Damar terkejut. Bahkan sangat! Mulutnya tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun hanya matanya yang menjelaskan betapa terkejut dan sedihnya ia. Ia pun mencoba berdiri dengan susah payah, ia menolak bantuan istri ataupun anaknya. Damar berjalan terseok-seok kearah pintu UGD berharap dapat melihat sang anak yang masih berada disana. Namun belum sampai pintu UGD ia sudah jatuh pingsan.

Dengan sigap Rey dan papah Risa mencoba menangkap Damar.

---

Assalamu'alaikum..
Aku baru sadar kalau setiap aku ngetik itu banyak banget kesalahan nya😂 entah itu typo atau salah sebut hehe mohon maklum aku mah penulis amatir yang sedang belajar menulis😅

Terimakasih untuk yang sudah mampir 🤗🙏

Wassalamu'alaikum..

Harapan (TAMAT) Lanjut KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang