Sudah seminggu sejak pemakaman Alex dilakukan. Semua sedih, semua merasa kehilangan, dan semua berdoa untuk Alex. Tak terkecuali Emma. Ia masih memikirkan saat-saat kebersamaannya dengan Alex, rasa sedih atas kepergian Alex masih menjadi alasan utama Emma saat menangis. Emma tak menyangka jika Alex akan pergi secepat itu.
Berbeda dengan Sam, ia merasa senang dan bahagia dengan meninggalnya Alex. Pria seperti Alex tidak pantas bersama Emma. Sam hanya bersedih melihat Emma yang terus saja mengurung diri dikamarnya.
"Em, ayo makan aku membelikan makanan kesukaanmu."ajak Sam.
Emma menatap Sam dengan tatapan malas, tidak bersemangat. Emma kembali berbaring dan memunggungi Sam yang berdiri disamping ranjangnya.
"Em, kau belum makan sejak tadi pagi. Ini sudah malam. Kau harus makan."Sam tak menyerah ia terus mengajak Emma untuk makan.
Emma memejamkan matanya sebentar, dan menghela napas sebelum ia kembali duduk.
"Aku akan makan karena kau yang menyuruhku."ujar Emma. Padahal sesungguhnya ia memang lapar sejak tadi. Menangis membuat energinya habis.
Sam tersenyum dan menyerahkan bungkusan yang ia pegang kepada Emma.
Emma melahap habis cheese burger yang Sam bawa dalam sekejap."Wow, aku tidak tahu dimana perbedaannya antara menyukai dan kelaparan."sindir Sam saat Emma mencoba mengunyah gigitan terakhir.
"Kurang."kata Emma. Ia masih merasa lapar. Ia butuh makanan lagi untuk mengenyangkan perutnya.
"Rakus."balas Sam. "Ayo turun kebawah, dibawah ada pizza, semangka, dan ice cream."goda Sam.
Emma menelan ludahnya, dan kemudian ia bangkit dari ranjangnya dan turun kebawah. Ia mengambil beberapa potong pizza dan meletakkannya dipiring tak lupa dengan semangka yang sudah teriris. Sam hanya menggelengkan kepala melihat Emma, setidaknya ia sudah tidak menangisi kematian Alex lagi.
Pizza sudah dihabiskan oleh Emma, begitu juga dengan semangkanya. Kini ia memakan ice cream cokelat sambil tertawa terbahak-bahak menonton film komedi yang ditayangkan di televisi.
Film belum berakhir tetapi Emma sudah mengantuk, tak tahan dengan kantuk yang menyerangnya Emma pun tertidur. Kepalanya terjatuh kesamping diatas pundak Sam yang duduk tepat disebelahnya. Sam menoleh dan mendapati Emma sudah terlelap diatas pundaknya. Sam membiarkan Emma tertidur. Sam merasa senang. Ia berharap suatu hari nanti ia bisa tidur dengan Emma dengan posisi yang lebih baik. Tidak seperti posisi sekarang. Tapi ini sudah cukup membuat dada Sam berdebar. Sam pun menumpukan kepalanya diatas kepala Emma, dan mencoba untuk tidur dengan tangan kirinya yang menggenggam tangan kanan Emma. Keduanya terlelap didepan televisi yang menyala, ice cream Emma yang masih setengah sudah mencair diatas meja. Sebelum tidur Sam berdoa dalam hati, semoga waktu berjalan dengan lambat jika bisa waktu berhenti saja agar ia dan Emma tetap seperti ini.
***
Hari sudah mulai pagi, Emma merasa pegal pada lehernya."Sam?"panggil Emma dengan mata yang setengah terbuka.
"Sam?!"panggil Emma lagi sambil mengguncang bahu Sam.
Sam membuka matanya, dan melihat Emma sudah terbangun dengan mata yang masih mengantuk. Dimata Sam, Emma terlihat cantik kapanpun itu. Seperti sekarang meskipun rambutnya sedikit berantakan.
"Sam kau harus pergi ke sekolah."ucap Emma. Emma bangkit dari sofa sambil memegang lehernya yang pegal. Hal yang sama dirasakan oleh Sam. Pundaknya terasa pegal.
"Benar, aku harus sekolah. Hari ini ujian terakhirku."balas Sam. Sam merenggangkan tubuhnya.
"Aku pulang dulu."pamit Sam meninggalkan ruang tv.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a good boy
RomanceTidak ada yang sempurna didunia ini. Begitu juga dengan persahabatan antara Emma dan Samuel. Mereka bagaikan kakak beradik yang saling menyayangi. Kemanapun Emma pergi disitu ada Samuel. Namun saat Emma memasuki masa remaja dan dewasa Emma mulai ber...