Lima

470 20 0
                                    

Hari begitu cerah di langit San Francisco, sudah dua tahun Emma menjalani kehidupan sebagai mahasiswi. Artinya sudah dua tahun juga sejak kepergian Alex. Emma sudah benar-benar bisa merelakan semua, kini Alex menjadi bagian kenangan yang tersimpan di memori otak Emma. 

Emma mengambil jurusan kedokteran. Ia serius ingin menjadi dokter seperti ayahnya. Meskipun awalnya ia takut saat melihat darah namun lama kelamaan Emma mulai berani dan terbiasa. Emma sering berkumpul bersama teman sejurusannya untuk belajar diperpustakaan, mempelajari ulang materi yang baru saja diberi oleh dosen. Emma kadang tak sengaja melihat temannya yang bernama Chet sedang memandanginya dari tempatnya duduk yang menghadap tepat pada Emma. Namun saat Emma balik menatap, Chet langsung menundukkan wajahnya. 

"Coba lihat, sejak tadi Chet terus saja memandangimu,"bisik Tasya memberitahu Emma.

"Tidak ah, mungkin Chet sedang memandangi orang yang berada dibelakangku"balas Emma.

Tasya menoleh kebelakang dan melihat siapa yang berada dibalik Emma "maksudmu Chet memandangi Miss Alonso yang sudah tua dan siap pensiun itu? Kau pikir Chet seorang anililagnia?"tunjuknya kebelakang dengan ibu jarinya.

"EHEM"tiba-tiba Miss Alonso berdeham sambil menatap Tasya dari balik kacamata tebalnya.

"Ssst kecilkan suaramu Tasya, kau mau diusir dari sini oleh Miss Alonso?"kata Emma dengan suara yang rendah.

Tasya tak mempedulikan ucapan Emma "menurutku Chet lumayan tampan."

Emma memutarkan bola matanya "Lalu?"tanya Emma

"Sepertinya ia menyukaimu, jika ia mengajakmu kencan jawab saja 'yes'!"

Emma kembali memandang Chet yang juga sedang memandangnya, Chet kembali menundukkan wajahnya saat Emma memergokinya. Emma tersenyum, Chet lucu pikirnya.

***

Emma pulang kerumah, rasanya lelah sekali seharian dikampus. Emma butuh ranjangnya untuk merebahkan punggungnya. Namun saat masuk kedalam rumah, ia mendapati ibunya sedang menangis di ruang makan. Emma segera menghampiri ibunya.

"Ibu, ada apa?"tanya Emma khawatir, ini pertama kalinya dalam hidup Emma melihat ibunya menangis. Emma berlutut didepan ibunya. Mata ibunya sembab, sepertinya sudah lama menangis.

Tessa segera menghapus air matanya "oh tidak ada apa-apa sayang. Bagaimana kuliahmu hari ini?"tanya Tessa mencoba mengalihkan pembicaraan. 

"Ibu berbohong, ibu menangis. Ada apa ibu?"tanya Emma sekali lagi, ia tak suka ibunya menutupi sesuatu dari dirinya.

"Emma, ibu tidak apa-apa"jawab ibunya sambil tersenyum. Tessa mencoba meyakinkan Emma, Tessa tak ingin Emma khawatir padanya.

"Kau makanlah, ibu memasak enchilada. Ibu akan mandi, tubuhku rasanya gerah sekali."kata Tessa sambil berdiri dari duduknya. Tessa menghindari tatapan mata Emma pada matanya.

"Mengapa ibu menangis? Apa yang disembunyikan ibu dariku?"gumam Emma sambil bangkit berdiri dari posisi berlututnya.

Emma akan berbicara pada ibunya besok, ia akan membiarkan ibunya tenang dulu.

***
Sam berbaring diranjangnya, matanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Sam bangun dari berbaringnya dan mengambil tas sekolahnya. Ia mengambil sebuah amplop coklat. Amplop yang berisi foto-foto Emma yang ia cetak dipercetakan foto. Setiap ada kesempatan Sam memotret Emma diam-diam dari kejauhan.

Beberapa hari yang lalu ia mencetak fotonya. Foto-foto saat Emma berada dikampus, saat Emma sedang berkumpul bersama teman-temannya di taman kampus. Emma begitu cantik saat tersenyum dan juga tertawa. Sam mengamati satu foto yang menjadi pusat perhatiannya. Di satu foto ia tak sengaja memotret Chet yang sedang memandangi Emma yang sedang membaca buku. Sam tahu, pria yang ikut terpotret olehnya itu menyukai Emma. Hanya ia yang menatap Emma penuh minat dibandingkan yang lainnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not a good boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang