Jepang, Juli 2018
TIVA agak berlari menuju apartemennya. Perutnya sudah cukup keroncongan, dan Ia ingin memasak mie instan sekarang juga. Tapi, rencana itu Ia tunda karena kasur ternyata lebih menarik dari pada harus memasak.Tiva berbaring, menatap langit-langit kamarnya. Ini sudah tahun ke empat Ia berada di Negara Adidaya, Jepang. Berkat beasiswa yang Ia peroleh dari Ritsumeikan Asia Pasific University, mengharuskannya jauh dari kampung halaman.
Walau terpisahkan sejauh 4,819 km itu sama sekali tak menghalangi Tiva untuk tetap berkomunikasi dengan orang tuanya. Entah itu hanya sekedar bertanya kabar, atau meminta tambahan uang bulanan, berhubung biaya hidup di Jepang yang mahal. Tapi, disamping itu, Tiva juga bekerja part time dengan mencuci piring di salah satu restaurant dekat kampusnya, itu Ia lakukan agar tidak selalu bergantung pada orang tua.
Tiva rindu, rindu keluarganya, rindu masakan Ibunya yang padahal Ia bilang "enak gak? Ibu lagi experimen aja." Tapi hasilnya seperti sudah berlatih bertahun-tahun, Neneknya yang selalu berhasil buat sambal yang "yahud" dan super pedas, rendang yang berlimpah, sup ikan kuah kuning, ceker presto favorite Tiva. Semua berhasil membuat Tiva ingin cepat kembali ke Indonesia, dan mencoba lupa akan kemacetan Ibu kota yang siap menunggu.
Tiva beranjak dari kasur, mengambil album foto di laci meja toscanya, dan duduk di salah satu sofa empuk dekat meja. Lembar demi lembar Ia buka, mulutnya tak capai melengkungan senyuman, memori lama mulai bermunculan.
Di lembar ke sembilan Ia berhenti. Mengamati foto pada lembar tersebut dengan teliti, senyuman itu perlahan memudar, diganti ekspresi yang sulit diartikan. Tak lama, air mata menetes pada album foto tersebut. Ia terlalu merindukan orang-orang dalam foto itu, mereka adalah alasan lain Tiva untuk pulang, karena mereka, masa putih abu-abu Tiva jadi berwarna.
Jakarta, Desember 2012
Memasuki awal Desember kurang lebih 5 bulan Tiva menjadi siswi putih abu-abu. Belum ada yang istimewa sejauh ini, Tiva dapat bersosialisasi dengan baik, teman baiknya yaitu teman sebangkunya, Zaya. Cewek oriental yang secara umur lebih tua Zaya setahun, tapi lebih pendek dan lebih imut Zaya, hehe.Pukul 10.00 WIB murid kelas 10 berkumpul di lapangan SMA Garuda Pancasila untuk mendengarkan pengumuman dari OSIS. "Assalamu'alaikum, selamat siang!" Sapa ketua OSIS yang sudah berdiri di depan dengan mic. Lalu dijawab dengan lantang oleh kelas 10.
"Maaf karena menganggu jam istirahat kalian. Saya disini akan menjelaskan tentang kegiatan wajib bagi kelas 10. Saya tidak akan berlama-lama, hanya sekitar 10 menit saja untuk menerangkan tentang kegiatannya dan pembagian kelompok. Diharap tenang."
"IYA KAKAKNYA TIVA." Seketika, semua mata tertuju pada sumber suara, yaitu Zaya dengan suara cemprengnya. Ada yang tertawa, ada yang jengkel juga karena merasa Ia mencari perhatian saja, tapi yang dimaksud hanya terkekeh pelan. Belum banyak orang tahu bahwa ketua OSIS SMA Garuda Pancasila adalah kakak dari Oryza Sativa yang bernama Agathis Alba atau biasa dipanggil Alba. Alba sudah kelas 12 di SMA tersebut. Beda dengan Oryza, Alba aktif dalam organisasi, sedangkan Tiva tidak suka seperti itu. Tiva lebih suka fokus pada satu saja, dan tidak mau membebankan dirinya karena Ia ingin punya banyak waktu untuk tidur.
"Baik, saya lanjutkan. Kegiatan ini bernama 'find the place!'. Dimana kalian harus mencari tempat dalam foto yang akan diberikan pada hari-H secara berkelompok. Dengan catatan, tidak boleh menggunakan Smartphone. Kota yang akan kalian kunjungi akan kalian ketahui ketika sudah sampai. Kegiatan dilakukan 5 hari yang akan dimulai pada hari Sabtu dan berakhir pada hari Rabu. Bersifat wajib karena untuk belajar bekerja di dalam tim dan juga melatih berinteraksi dengan orang banyak."
"Oh ya, jangan dibayangkan dalam 5 hari itu hanya mencari tempat saja. Tentunya banyak kegiatan lain yang menjadi kejutan, tapi, pastinya tidak diumumkan sekarang. Baik, Saya akan membagi kelompok." Alba membaca kertas kecil yang Ia pegang, "Kelompok 1, Wina 10 IPA 1, Dwiki 10 IPA 1, Yanti 10 IPA 1, Dodi 10 IPA 2, Friska 10 IPA 2, Syamil 10 IPS 1, Nahda 10 IPS 2, Nando 10 IPS 2. Silahkan maju kedepan." Nama yang disebut maju satu persatu dan membentuk baris memanjang.
Alba melanjutkan, "Kelompok 2, Abqari 10 IPA 1, Biyaggi 10 IPA 1, Oryza 10 IPA 2, Azayaka 10 IPA 2—" Oryza melompat dan memeluk Zaya, ini benar-benar keberuntungan, menurutnya.
"—Luca 10 IPS 1, Gemuruh 10 IPS 1, Jeana 10 IPS 2, Uo.. Uo.. aie ini gimana cara bacanya?" Alba menggaruk kepalanya yang tidak gatal, namanya susah banget. "Ifan kak, Saya." Uoaievantz mengangkat tangannya dan maju kedepan, tanpa diperjelas Ia tahu, nama susah itu miliknya.
"Dan Ifan 10 IPS 2." Ujar Alba akhirnya.
Penyebutan kelompok dilanjutkan sampai kelompok terakhir yaitu kelompok 18. Surat untuk orang tua juga sudah dibagikan, hanya orang tua yang tahu anak-anaknya akan pergi kemana. Ini adalah awal dari semuanya.
.
.
.
Kegiatan yang disebutkan diatas aku terinspirasi dari reality show "leaving nest". Semoga kalian suka sama awal dari cerita ini, terimakasih sudah membaca chapter 1!❤️ jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote, dan komen, kutunggu❤️❤️❤️
With love, @shainamira
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTERI! [ON HOLD]
Fiksi RemajaAku pergi karena cita-cita, atau karena dia? ANTERI, 10 Juli 2018