TIVA membanting tubuhnya ke kasur, Ia memilih berleha-leha sebentar sebelum beranjak ke kamar mandi. Ia memikirkan kejadian tadi, tak habis pikir dengan kelakuan Edgar yang seenak jidat padanya, dan Dio yang melihat dengan jelas Edgar mengatur tak berkomentar apa-apa dan malah terang-terangan mendukung.
Tubuh tengkurapnya Ia putar menjadi terlentang, mengambil tas ransel di sebelahnya dan merogoh ponsel di dalamnya. Tiva segera mengirim pesan pada Zaya, Ia ingi meminta maaf karena tidak jadi ikut main hari ini.
Azayaka
Zay, maaf ya soal tadi
Lain kali main lagi gue pasti ikut kok
***
Tok.. Tok.. Tok
"Tiva."
Tak ada jawaban dari sang empunya kamar.
"Tiv..."
"Tiva!" Si yang mengetuk naik satu oktaf.
"MASUK AJA MAS, TIVA LAGI MANDI." Teriak Tiva dari dalam kamarnya.
Akhirnya, kakaknya ini masuk ke dalam kamar Tiva, dan berdiri di depan kamar mandi yang sedang tertutup. "Ada teman kamu di bawah."
"Hwah, apha mwa awba." (Hah, apa Mas Alba?) Tiva baru memulai sikat gigi, jadi ya... Tidak jelas. Hal itu membuat Awba, alias Alba tertawa mendengarnya.
"Ngomong opo toh, Ndok?"
"Agi iwkat gg."
"Teu nyarambung, males."
Terdengar bunyi 'pyuh-pyuh' dari dalam kamar mandi, sepertinya Tiva sedang membuang sisa-sisa odol yang ada di mulutnya, lalu berkumur-kumur.
"Ada temen ku, Mas?" Suaranya terdengar jelas sekarang.
"Iya."
"Berapa orang?"
"Rombongan kayak majelis taklim."
"Dih, serius dulu."
"Lebih dari satu."
"Siapa aja?"
Kali ini Alba tidak langsung menjawab, Ia berpikir dahulu. "Muka-mukanya sih gak asing, tapi yang Mas kenal cuma si cempreng." Suara tawa langsung terdengar dari dalam kamar mandi, Zaya memang sering menjadi bulan-bulanan kakak-kakaknya.
"Suruh duduk dulu deh, Mas."
"Emang orang rumahmu se apatis itu ya? Sampe tamu di diemin di depan sampe jamuran?" Alba tak habis pikir, ibaratnya ya kali mereka semua dari tadi menunggu di depan sambil berdiri, tidak ada cemilan lagi, duh malang deh pokoknya.
"Hahaha, iya dikit lagi aku selesai."
Kata terakhir Tiva berhasil membuat Alba menjawab oke dan segera keluar dari kamar adik bungsunya itu.
***
Tiva berlari kecil menuruni tangga, khawatir tamunya menunggu terlalu lama. Menginjak anak tangga terakhir, Ia berhadapan dengan Lardi yang baru saja keluar dapur dengan membawa secangkir orange juice. Lardi memperhatikan Tiva dari atas sampai bawah, alisnya bertaut sempurna. Tiva yang menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan dengan intens, bertanya, "Kenapa Mas?"
Si yang ditanya malah nyengir kuda, "Hah? Gak apa-apa kok." Lardi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "—udah sana ke ruang tamu, kasian mereka udah nunggu."
Tiva terpaksa mengangguk dan pergi ke ruang tamu, kalau tidak karena ada yang menunggu mungkin ia sudah menginterogasi Lardi sampai mengaku. Sedangkan Lardi kembali lagi ke dapur dan duduk di bangku tinggi sebelah Alba.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTERI! [ON HOLD]
Fiksi RemajaAku pergi karena cita-cita, atau karena dia? ANTERI, 10 Juli 2018