Diospyros Phillippinensis

35 7 0
                                    

     "MAS, lo abis berantem lagi?" Tiva memegang rahang Diospyros Phillippinensis, ya, dia yang akrab dipanggil Dio ini adalah kakak dari Tiva, dan Dio ini kelas 11 IPS. Tiva mengamati wajah Dio yang penuh dengan luka lebam, ada rasa kesal dan kasihan, kesal karena kenapa Dio harus membuat onar berkali-kali, dan kasihan karena Ia akan habis dirumah, walau Tiva sudah terbiasa melihat itu.

Dio menghembuskan napasnya kasar, "Shila selingkuh, Tiv, gue ngamuk banget tadi. Kok bisa-bisanya setianya orang dibalesnya malah kayak gini." Tiva mengelus-elus punggung Dio, ikut perihatin masalah ini. Tadinya Tiva ingin cepat pulang kerumah, Ia urungkan. Ia harus mendengar cerita sampai tuntas, lagi pula yang menyetir kan Dio nantinya.

"Terus lo berantem?"

"Iya! lo tau? Cowok selingkuhannya si Shila itu Rama, Atlet panahan sekolah kita. Pas gue tau itu gue langsung datengin kelas Rama, dan gue tinju dia dikelasnya."

"Kenapa yang kena Kak Rama sih? Kan harusnya ka Shila, pacar lo, yang campakkin lo."

"Tiv, se brengsek-brengseknya gue, main tangan sama cewek itu bukan levelan gue."

"Salut emang Mas, gue sama lo. Tapi Mas, kok masalahnya gak ada yang tau ya? Kan lo tinju Kak Rama dan itu di kelasnya?"

"Lo udah lupa ya kalo Rama Atlet? Sekelas itu dibayar sama dia sebagai uang tutup mulut, dan dia ngancem gue untuk gak bawa-bawa ini ke BK. Atlet sih, tapi rada bodoh dia, jelas-jelas kalo dibawa ke BK yang kena gue lah gue yang ninju duluan."

Tiva hanya tertawa mendengar itu, "Mas, ayo pulang. Biar sekalian aku obatin dirumah." Dio mengambil kunci motor dari tasnya, dan Ia berjalan ke parkiran disusul Tiva dibelakangnya. Tiva mengamati bagaimana Dio berjalan, lesuh. Mungkin wajahnya itu sakit, tapi hatinya lebih sakit.

Dio tiba-tiba berhenti melangkah, dan berbalik arah ke Tiva. "Tiv, salam dari Edgar." Lalu Ia melanjutkan langkahnya.

***

"Assalamu'alaikum, Tiva pulaaang." Tiva menaruh sepatunya di rak depan, lalu masuk ke dalam rumah disusul Dio. Sejak tadi naik motor, Dio sudah memakai masker dan kacamata hitam, takut akan ditanyai macam-macam oleh orang rumah.

"Eh Mas Lardi, gak kuliah?" Lardi adalah kakak Tiva, lagi. Iya, kakak Tiva tak hanya satu atau dua tapi empat, dan Tiva anak ke-5. Lardi atau yang bernama panjang Gaillardia adalah anak ke-2, Ia sudah kuliah tingkat kedua di Politeknik Negeri Jakarta jurusan Teknik Informatika.

Anak pertama adalah Azzola Pinata atau biasa dipanggil Nata, sudah tahun kedua Nata bekerja di salah satu perusahaan Jepang di Jakarta. Nomer tiga bernama Hoya Carnosa, Hoya panggilannya. Hoya merupakan tingkat pertama di Vokasi Institut Pertanian Bogor jurusan Manajemen Agribisnis. Meski berkuliah di Bogor, namun Hoya lebih memilih pulang pergi dengan menggunakan mobil karena katanya lebih nyaman.

"Gue tadi cuma satu mata kuliah aja pagi. Tiv, kamu masuk kamar aja kan capek pasti." Kata Lardi, dan dibalas anggukan oleh Tiva. Setelah bersalaman dengan Lardi, Tiva naik ke atas, tapi Tiva tidak ke kamarnya melainkan mengintip dari tangga apa yang akan terjadi.

"Berapa bayaran sekolah lo?" Pertanyaan yang diajukan Lardi terkesan menjatuhkan, tapi masih dengan logat yang santai. Yang ditanya hanya menundukkan kepalanya.

"Jam berapa Ayah pulang?" Kata Lardi lagi.

"Jam 11 malam, Bang." Jawab Dio akhirnya.

"Jam berapa Ibu pulang?"

"Jam 8 malam."

"Mereka ngapain pulang malam setiap hari?" Yang ditanya diam sebentar, Ia mengerti kenapa Lardi bertanya seperti ini.

"Kerja, Bang."

"Untuk?"

"Menghidupi dan mencukupi kebutuhan anak-anaknya."

Lardi menyenderkan tubuhnya ke kursi. "Tuh tau."

"Dio," Panggilnya pelan pada Dio, "Kalau memang gak mau sekolah, bilang, tanggungan Ayah, Ibu masih banyak, di bawah lo masih ada Tiva. Anaknya yang udah kerja baru Bang Nata aja, seharusnya lo ngerti. Kalau lo mau berhenti sekolah dan menjadi preman pilihan terbaik, ya silahkan aja. Tapi jangan begini terus dan ngerepotin Ayah sama Ibu."

"Maafin Dio, Bang. Dio juga melakukan ini bukan tanpa sebab, tapi Shila selingkuh, Bang." Seorang jagoan seperti Dio, meneteskan air mata. Entah, terlalu banyak yang sakit saat ini.

"Apapun alasan lo melakukan itu, tolong belajar mengatur emosi lo. Lo udah kelas 2 SMA, bukan anak SMP atau malah SD yang feeling nya belom bagus, lo ngerti kan maksud gue?" Dio mengangguk sebagai jawaban.

"Untung yang ada dirumah gue, coba kalo Bang Nata. Kesehatan tangan lo mungkin bakal diragukan." Ujar Lardi kemudian dibarengi dengan kekehan kecil, Dio yang mendengar hal itu tertawa, tak bisa membayangkan Ia tidak naik motor ke sekolah dan harus "boti" dengan Alba dan Tiva.

"Udah sana, ke atas lo bersih-bersih, jangan lupa minta obatin sama Tiva. Seenggaknya luka lo mendingan pas Bang Nata pulang."

"Oke, makasih ya, Bang." Ujar Dio yang dibalas anggukan oleh Lardi. Dio bersalaman dengan Lardi dan berlalu ke atas. Tentu, Tiva langsung ngacir secepat kilat ke kamarnya agar tidak ketahuan "Stalker."

.

.

.

Apakah kalian tertarik sama Dio si pembuat onar, atau Alba yang berprestasi. Atau malah Lardi yang bijak?

Semoga Kalian suka dengan cerita ini, jangan lupa kumohon untuk yang membaca tinggalkan jejak yaaaa, kutungguuuu❤️❤️❤️

With love, @shainamira

ANTERI! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang