***Nicky's Pov***
Aku terbaring di tempat tidurku, terbatuk-batuk. Sudah lebih dari satu jam aku menunggu Michelle. Ia belum datang juga. Padahal aku senang ketika ia bilang mau datang. Aku ingin meneleponnya, tapi kupikir apa aku tidak akan terlihat repot sendiri? Mungkin ia harus menyelesaikan beberapa bab novelnya dulu?
Aku berdiri, kepalaku terasa berat sekali. Aku meraih kain untuk kuletakkan didahiku dan mengambil minuman. Aku membetulkan letak bantalku dan merebahkan diri lagi. . Dengan kepala pusing, lagi-lagi aku memandangi display handphoneku. Memandangi sebuah kontak bertuliskan "Michelle". Yah, memang...aku bohong padanya. Aku tidak salah pencet nomor. Aku memang sengaja meneleponnya. Aku ingin sekali mendengar suaranya walaupun sebentar. Sampai-sampai aku membuat alasan bodoh.
"Where are you?" bisikku pelan sekali, memejamkan mataku. Dua jam berlalu dan ia belum muncul juga. Aku mulai khawatir. Apa terjadi sesuatu padanya ditengah perjalanan? Aku buru-buru menggelengkan kepalaku. Mungkin dia ketiduran?
Akhirnya aku benar-benar tidak tahan memendam rasa penasaran berlebih. Akhirnya aku memencet nomornya lalu menempelkan handphone di telingaku.
"Hello?"
Teleponnya diangkat. Tapi itu bukan suara Michelle. Aku kenal sekali suara itu. Itu suara Mark.
"Mark? Mana Michelle?" tanyaku.
"Michelle sedang di toilet" Kata Mark. "Maaf Nico...aku tidak bisa membiarkannya pergi ke apartemenmu"
Aku terbelalak.
"What do you mean?"
"Apa kau lupa? Aku tidak mau kau bicara macam-macam padanya apalagi sampai mengutarakan perasaanmu."
"Tapi dia hanya ingin menjengukku!" Aku kesal sekali. "Kenapa kau asal bertindak?!"
"Karena dia pacarku. Apa belum jelas juga?" jawab Mark tegas.
Aku terdiam.
Menciut.
"Maafkan aku...bagaimana keadaanmu?" tanya Mark. "Aku janji setelah ini akan mengunjungimu, I'll bring you something to eat.."
"Tidak usah Mark" Jawabku pahit. "Aku hanya ingin Michelle yang menemaniku disini. Tapi aku tidak punya hak, sudahlah..."
"Aku bukannya mau menyakiti perasaanmu" kata Mark. "Ingat itu Nicky"
Terserah dia mau bilang apa. Walau bagaimanapun sudah jelas aku kecewa.
"Aku tidak akan ambil pusing" Gumamku akhirnya. "Kita sahabat, kita satu band, dan aku sangat menyukaimu"
"Aku juga..." Kata Mark. "Nico, Michelle datang. Kututup teleponnya"
Telepon terputus.
Aku tersenyum pahit. Rasanya otakku mendidih, hatiku berkecamuk. Tapi disamping itu aku menyayangi Mark. Aku juga menyayangi Gina. Walaupun cintaku pada Michelle tidak kunjung memudar. Aku terjebak dalam neraka pilihan yang rasanya perlahan-lahan membunuhku.
Saat itu, kurasa suhu tubuhku naik beberapa derajat.
***
*Michelle's Pov*
"KEREN BANGET! SO DAMN COOL GUYS!!" aku berteriak kencang-kencang.
"Suaramu kedengaran kemana-mana!" Mark tertawa. "I can't wait to see you"
Waktu sangat cepat berlalu. Album Coast to coast menjadi album yang sangat fenomenal, penjualannya meledak dimana-mana, Westlife mengadakan world tour kedua. Dan aku tidak pernah kelewatan berita live mereka. Aku bangga sekali pada mereka. Dimana-mana pasti membicarakan Westlife.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Eyes of The Lighthouse ✔
Teen FictionMatanya, mata itu...mata yang bahkan sempat kumimpikan tadi malam "Tuh kan...kau anak baru disini" katanya tiba-tiba. "I'm Nicky Byrne. So sorry for yesterday, Michelle" Kurasa Mum sudah mengutukku! Aku benar-benar jatuh cinta sekarang. Terlalu kony...