6. Who is He?

1.3K 99 14
                                    

"Gue yakin lo itu seseorang yang pernah ada di masa lalu gue ..."

--**--

Ruangan itu gelap, lembab, tak ada suara satu pun. Mora beberapa kali berusaha mengerjapkan matanya. Tidak ada yang berubah. Sunyi. Tangannya meraba-raba di udara kosong. Suara detak jantung Mora mulai berpacu lebih cepat. Napasnya pendek-pendek.

"Aak ..." Suara Mora tercekat ditenggorokan. Gadis itu semakin ketakutan.

Samar-samar terdengar suara yang memanggil namanya. Awalnya terasa jauh, lama-lama semakin dekat dan dekat.

"Mo ... ra ..." suara itu terdengar halus tetapi membuat buluk kuduk merinding.

Tubuh Mora gemetar. Ia mencoba meraba-raba mencari pegangan. Mungkin ia bisa menemukan tembok, tiang, ataupun kursi. Nihil.

"Mo ... ra ..., Mo ... ra ..."

Mora terdiam berusaha mendengarkan suara itu. "Mama ..." panggil Mora berbisik.

Suara itu tiba-tiba menghilang. Mora histeris memanggil ibunya berkali-kali. "Mama ... mama ... mama di mana?" Isak tangis Mora semakin kencang. Gadis itu mulai berjongkok dan mencengkeram rambutnya kuat-kuat.

Tiba-tiba ruangan gelap itu berubah menjadi terang dan semakin terang.

Kini Mora sedang terduduk di dekat rel kereta api. Lampu-lampu peron kereta api membuat mata Mora menyipit. Apakah ini mimpi? Sekarang Mora ada di mana? Bukankah tadi ia masih di sebuah ruangan gelap dengan suara ibunya yang terdengar mengerikan?

"Hei, kamu kenapa?" suara seorang anak laki-laki membuat Mora terkesiap. Anak laki-laki itu terlihat jangkung, wajahnya tertutupi snapback hitam yang dipakai sedikit rendah. "Mau kubantu berdiri?" Ia mengulurkan tangannya.

Ketika Mora akan meraih tangan anak laki-laki itu, tiba-tiba dirinya terbangun. Mimpi, semuanya hanya mimpi. Tetapi kenapa suara ibu dan anak laki-laki itu terdengar jelas seperti nyata?

Mata Mora menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. Napasnya masih tersengal dengan peluh mengalir pelan di pelipisnya. Ia memejamkan matanya sejenak, kemudian bangkit dari tidurnya. Mora turun perlahan dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar.

Sekilas Mora melirik pintu kamar Kendra. Cowok itu pasti sudah terlelap tidur dengan iler yang mengalir di bantal. Mora berusaha tidak menimbulkan suara saat kakinya melangkah menuruni tangga. Ia hanya ingin minum dan menetralkan detak jantungnya yang tak karuan.

Saat ia berbelok ke arah dapur, jantung Mora seperti melompat dari tempatnya. Mora adalah tipe orang yang tidak bisa berteriak saat kaget. Ia hanya bisa membelalak dengan napas yang terasa semakin sesak.

Di sana ... tepatnya di atas kursi ruang makan, duduklah Kendra dengan wajah disinari layar ponsel. Cowok itu seperti penampakan hantu di ruang dapur yang gelap. Tangan Mora mencengkeram ujung kaosnya.

"Mo? Ngapain lo nyender di tembok kayak gitu?" tanya Kendra dengan suara berbisik.

Oke, itu cuma Kendra. Bukan hantu dapur.

Mora mendengkus kesal, tanpa mempedulikan Kendra, ia berjalan menuju dispenser masih dengan tubuh gemetar ketakutan. Ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih hingga penuh. Cepat-cepat Mora meminum airnya sebelum Kendra kembali mengoceh lagi.

Ternyata Kendra cukup sabar menunggu Mora hingga menghabiskan minumannya.

"Oh, lo haus? Atau tadi kebangun gara-gara mimpi buruk?" Bukan Kendra namanya kalau tidak sok ingin tahu dan cerewet maksimal. "Jawab dong, Momo! Lo nggak lagi kehilangan pita suara lo, kan?"

RE-MORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang