PART 3 🌵

45 6 1
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu. Siswa siswi Budi Bangsa saat ini beramai-ramai meninggalkan lingkungan sekolah dengan kendaraan masing-masing. Sekarang Vayla sedang berjalan menuju gerbang sekolah bersama Rere.

"Vay, gue duluan yaa, abang gue udah jemput tuh. Dadahh cintaaaa," pamit Rere dengan nada so manis nya itu membuat Vayla bergidik geli.

"Gue Vayla bukan Cinta bege!"

"Suka-suka gue, mulut mulut gue!" Rere langsung berjalan meninggalkan Vayla begitu saja.

Baru saja lima langkah Rere berjalan. Tiba-tiba Rere menghentikan langkahnya. Ia langsung membalikan badannya menatap Vayla yang sekarang tertangkap basah sedang meledeknya dari belakang.

"Ngapa mulut lo monyong-monyong gitu hah?! Lo ngeledek gue?" Kata Rere pura-pura sewot.

"Geer lo sotoy!" Vayla tertawa pelan.

Rere terkekeh, "Gue balik, hati-hati dijalannya ya darlinggg," Rere berkiss bye kemudian langsung berjalan menuju mobil abangnya.

"Najis lo!" Vayla setengah berteriak seraya terkekeh pelan.

Tawa Vayla terhenti saat melihat motor yang sangat ia kenal, bahkan ia hafal segala detail yang ada di motor itu. Motor siapa lagi jika bukan motor Gibran? Si pemilik motor itu sedang duduk di atas jok motor seraya melambai-lambaikan tangannya ke arah Vayla dengan cengiran yang selalu membuat senyum Vayla mengembang.

Vayla langsung berlari kecil menghampiri Gibran dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya itu.

"Gibraaaann!" Seru Vayla.

"Vaylaaaaaaaa!" Balas Gibran tak kalah seru.

Mereka berdua terkekeh bersama.

"Lo disini dari tadi ya?" Tanya Vayla tak enak takut Gibran menunggunya dari tadi.

"Emmm. Nggak. Baru aja nyampe gue," jawab Gibran dengan senyum yang mengembang, Vayla mengangguk lega karna ia tidak membuat Gibran menunggu.

"Yaudah nih pake," Gibran menyodorkan sebuah helm kepada Vayla yang langsung diterima oleh gadis itu.

Setelah Vayla memakai helm itu, ia langsung naik ke atas motor dan langsung menggenggam jaket denim yang Gibran kenakan.

Gibran pun melajukan motornya dengan kecepatan normal membuat mereka merasakan udara kota Bandung yang cukup panas menjadi lumayan sejuk karna hembusan angin di jalan.

🌵🌵🌵

"Yeeee nyampeee," Gibran menghentikan motornya.

Vayla tertawa pelan, ia langsung turun dari motor Gibran.

"Masuk dulu yu? Ada abang tuh di dalem," Ajak Vayla.

"Makanan banyak?"

"BANYAAKK!"

Gibran tertawa dan memukul pelan kepala Vayla yang untungnya tidak mengenai kepalanya karena terbungkus helm.

Vayla mengelus-elus helmnya, lebih tepatnya helm Gibran. Kemudian ia berniat untuk membalas pukulan Gibran tetapi tangan kanannya langsung ditangkap oleh Gibran.

"Nggak bisa bales, wlee!" Gibran menjulurkan lidahnya.

Vayla langsung menyorotkan tatapan tajam mautnya itu, "Lepasin gakkkk?"

"Enggak," Gibran tertawa, sorotan mata tajam mautnya kini berubah menjadi sorotan tajam super duper maut! Vayla terus menatap tajam kearah Gibran yang tak mau melepaskan tangan kanannya.

BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang