Sudah lewat dari satu minggu sejak berita tentang Hair Colour Academy menjadi trending topik yang tidak kunjung tenggelam, dan sekarang, malam kabisat sudah terlewati dengan Chen yang masih berada tepat di sisi Keryl. Jadi, apakah semua akan baik-baik saja?
Ya, mari anggap saja seperti itu.
Namun, seperti tertimpa tangga yang lain, Soren atau yang biasa Keryl panggil Rena mengalami masalah lain dalam hidupnya. Sahabat karibnya akan pindah. Bukankah hal itu masalah besar?
"Hei, Soren-ie. Apa benar Shua akan pindah?" salah seorang siswa berkuncir kuda bertanya.
Rena menghela napas tanpa minat, melambaikan tangannya seolah-olah memberi tanda agar dirinya pergi saja. "Sekarang jika dia pindah, siapa yang akan memanggilku 'Rena' lagi? Astaga, kenapa dunia sekejam ini?!""Aku juga kehilangan kesempatan untuk mendekati kakaknya," batinnya.
-*-
Sore itu tuan Choi berencana untuk mengajak keluarga kecilnya ke sebuah Restoran ternama untuk menemui tamu spesialnya. Menyuruh anak dan istrinya untuk bersiap lebih cepat agar mereka dapat segera pergi menemui tamu yang ia nanti-nantikan.
"Chen bangunkan adikmu!"
Chen, anak sulung dari tuan Choi yang sebelumnya sedang asik dengan dengan gawai ditangannya langsung menatap ayahnya dengan sebal. "Kenapa ayah terlihat sangat bersemangat? Bukankah ini sama dengan pertemuan biasanya?"
Tuan Choi tersenyum, "Tentu saja berbeda," katanya mantap."Memangnya siapa?"
"Cepat ganti baju, jangan banyak tanya."
Chen menghela napas pasrah, benar-benar tidak bisa menolak. Menaiki tangga hingga sampai di depan kamar "Putri Tidur".
Berkali-kali mengetuk tanpa mendapat respon, akhirnya Chen menerobos masuk dan melihat seorang gadis muda yang tengah memeluk boneka tedy dengan nyaman. "Sialan," umpatnya dalam hati.
"Hei, bangun."
"Tidur.""Bangun Kery!"
Keryl mengangkat badannya sedikit kemudian menempatkan jari telunjuknya di depan bibirnya, "sssttt ..." dan kembali tidur.
Chen melotot, dia sudah benar-benar jengkel karena keseruannya terganggu dan malah harus menghadapi tabiat buruk ini. "Saatnya mengeluarkan senjata." Chen tersenyum jahat seperti tokoh psikopat dalam komik yang matanya mengeluarkan cahaya terang—dua es batu kubus terselip di antara jarinya masing-masing. Kemudian dengan hati-hati ia memasukkan senjata itu kedalam pakaian Keryl. Dalam sekejap gadis itu meraung marah.
"KELUAR! DASAR GILA!"
Debaman keras terdengar yang mana itu menghentikan tawanya sebelum sepenuhnya keluar. "Aduh, gadis sensitif," ratapnya sembari memukul dahi.
"HEI KALIAN SEPASANG SAUDARA BERHENTI BERTENGKAR DAN TURUN!" Nyonya Choi berteriak dari bawah.
Chen menghembuskan napas panjang, "Hei jangan marah begitu, aku hanya bercanda." Benar-benar kacau, adiknya tidak merespon lagi. Jadi ia mengetuk pintu sekali lagi, "Key, cepat ganti bajumu dan keluarlah, ayah dan ibu sudah menunggu," ucapnya sebelum pergi untuk bersiap-siap sendiri.
Setalah begitu banyak tragedi yang di
lumuri darah, keringat, dan air mata, akhirnya mereka telah tiba di sebuah restoran besar yang berada di tengah kota.
"Hei!" Suara ramah menyambut kedatangan mereka. "Apa kabar CEO Choi?"
Tuan Choi tersenyum, "Seperti yang anda lihat, sangat baik. bagaimana denganmu Tuan Norries? Atau haruskah aku memanggilmu Tuan Politikus?" Mereka saling menatap, kemudian tawa renyah pecah dari keduanya.Choi Woonso dan Edennio De Norries, sepasang sahabat yang memiliki kisah muda tak kalah dari anak-anaknya. Sangat populer. Bahkan mendapat julukan "girl's center" atau pusat perhatiannya para gadis di universitas London dulu. Benar-benar penuh kenangan.
Usai bertegur sapa dan berbincang ringan sambil menikmati hidangan, Eden tiba-tiba berceletuk, "Kau tidak berniat mengenalkan keluargamu padaku?"
"Bagaimana denganmu?" Tuan Choi bertanya balik.
Mereka berdua tertawa bersama, pembicaraan yang mereka lakukan terasa absurd dan tidak nyambung, tapi mereka tetap saling memahami dengan gaya seperti itu. Mungkin ini ikatan sahabat?
"Baiklah, ini istriku, Mela dan ini kedua anakku, kalian," melirik Chen dan Keryl yang menyantap daging dengan khidmat, "perkenalkan diri kalian," lanjutnya.
"Saya Choi Jihyun," ucap Chen dengan postur sopan sebelum duduk.
"Saya Choi Shua, senang bertemu kalian," sapa Keryl dengan cara yang sama.Sekedar info Chen dan Keryl memiliki dua nama, dan kali ini mereka memperkenalkan diri menggunakan nama Koreanya. Kenapa? Tentu karena mereka menetap di Korea. Hanya kedua shabatnya itulah yang mengetahui nama Indonesia Keryl dan Chen. Berbeda lagi jika mereka masih menetap di di Indonesia.
Selesai dengan sesi berbincang, makan dan berkenalan itu, Keryl berusaha untuk ramah dengan anak di sebelahnya yang katanya bernama Felix. "Senang bertemu denganmu."
Keryl menghela napas panjang."Sangat sia-sia." Batinnya. beberapa kali mencoba untuk menjadi ramah, dia benar-benar gagal karena orang di sebelahnya bagaikan kulkas hidup yang lebih memandang makanan daripada manusia! Keryl sudah mengepalkan tinjunya, jika saja pelakunya adalah kakaknya dia sudah siap bertempur dengan darah mendidih, sayangnya ... bukan. Tiba-tiba nyonya Norries membuaka suara di antara Felix dan Keryl. "Tolong maafkan sikap Felix, dia memang sedikit pemalu."
Memaksakan senyum, Keryl membatin, "ini sih, namanya bisu."
"Felix beri salam!" titah wanita setengah baya itu sedikit memaksa.
Felix mendengus malas, wajahnya yang dingin terlihat ogah untuk melakukan permintaan ibunya. “Felix, senang bertemu denganmu,” katanya.
Dalam sepersekian detik suasana canggung memenuhi seluruh meja sebelum Tuan Choi berseru untuk minuman. Mungkin dalam sekali lihat suasana terlihat normal, tapi sebenarnya seseorang sedang merasa di awasi dengan dua singa buas. Wajah boleh tidak peduli, tapi cara menatapnya seakan memberi pilihan kabur mati atau diam selamat, hanya itu.
"Apa memang seperti ini rasanya duduk di antra manusia sok keren dan menyebalkan," gumam Keryl.
"Apa yang kau katakan?" tanya mereka bersamaan yang hampir membuat gadis muda itu berjingkat.
"Jika kalian mendengar maka jangan bertanya," jawab Keryl berusaha tetap keren.
Tiba-tiba, sebuah pengumuman meriah datang dari arah panggung yang katanya mereka mengadakan pertunjukan terbuka yang berarti siapa saja dapat mendaftarrkan diri. Pada awalnya semua baik-baik saja, namun dengan tatapan perintah dari orang tua mereka, semua menjadi lebih menakutkan.
“Apa?” Keryl bertanya, firasatnya buruk.“Maju."
"What?!"
“Menghibur orang itu baik." Nyonya Arsena memberikan wink kecil setelah kalimatnya, membuat Keryl terbelalak tanpa bisa berkata-kata.
“Tidak, tidak, aku tidak bisa, aku sangat malu!
"Berdua tidak masalah, kan? Felix akan bersamamu, sepertinya jika kalian berada dalam satu frame itu akan bagus, bukan begitu?" Eden berkedip pada Tuan Choi."Tentu," jawabnya sambil tersenyum.
Keryl merutuki alasan bodohnya, hanya dengan melihat senyuman mereka, rasanya seperti sebuah peribahasa ada udang di balik batu."Aku rasa, aku akan kepanggung sendiri haha ...."
"Tidak, berdua lebih baik." Nyonya Norries menpuk pundak putranya. Mata ke empat orang itu berbinar seakan berkata "majulah anakku" dengan harapan tinggi.
Felix dan Keryl, "...."
Meski dengan berat hati akhirnya mereka tetap berada di atas panggung sebagai wujud rasa bakti pada orang tua.
"Kau yakin bisa berbahasa Korea?"
"Bisa."
"Lebih baik bahasa inggris saja, aku takut kau payah."
"Kau menghinaku?"
"Sepertinya begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hair colour Academy [1 :: END ; Revisi]
Fantasy[BOOK 1] Keryl Arsena, gadis berusia 16 tahun itu tidak pernah "baik-baik saja" ketika melihat darah, tubuhnya akan menimbulkan suatu reaksi aneh yang tidak di mengerti. Ditambah dengan kehadiran pria misterius yang selalu mengatakan "kau akan baik...