Maka di suatu hari lainnya, masih dengan latar Indomaret dekat rumah Jungkook yang sama,Kim Taehyung menatap dongkol di meja kasir. Kedua lengan bersidekap depan dada dengan sebelah telapak mengetuk lantai secara ritmis tapi sarat kejengkelan di ujung tanduk ketika si bangsat yang samaㅡ
Iya, si bangsat ganteng yang mari kita sebut saja namanya Park Jimin,
ㅡhanya tersenyum pongah, sembari menggoyangkan satu kaleng milo dengan mimik muka mengejek,
"Jimin anjing."
"Kok anjing lho,"
"Kalo bukan anjing ya brengsek."
"Mbok ya kalo mau dicium itu bilang dong. Gak usah ngomong kasar."
Taehyung mendengus, sebuah decihan terselip lepas tertuju ke arah pemuda di hadapannya, "Yang mau dicium juga siapa anjir?"
"Eloㅡ?" Jimin menyahut ragu yang kemudian dibalas dengusan satu kali lagi,
"Kepedean banget lo, bangsat."
"Biasanya di film-film gitu, kalo yang cewek udah sok jual mahal, berarti dia malu-malu kucing minta ditembak."
"Gue yang nembak loㅡboleh?"
"Oh, dengan senang hatiㅡ"
"Pake shotgun biar kepala lo bolong."
"Alahu ...."
Jimin mengerang dengan telapak meremat bagian dada sebelah kiri. Ekspresi sok tersakiti; tapi masih dengan kurang ajar sigap menjauh begitu dilihat si Kim berusaha meraih.
Sebenarnya, mau saja menawarkan diri, semisal si Kim meraih dengan maksud bermanja-manja.
Tapi dilihat dari rengutan, bisikan umpatan berbumbu makian, juga jemari yang nampak gatal sekali ingin menjambak, Jimin memilih opsi nomor dua.
"Loㅡkenapa sih doyan resekin gue?" Taehyung mengerang, "Bosen gue lama-lama!"
Jimin nyengir, "Ya kalo gamau lama-lama, cepetin aja jadiannya."
"Jadian palelo peyang. Siapa yang jadian, anjing?"
"Jimin sama Taehyungㅡ?"
"Lo nembak?"
"Menurut lo?"
Jimin tersenyum miring, lantas sedikit beringsut maju untuk mendekatkan wajah keduanyaㅡmasih dalam batas aman, sayang Taehyung keburu tersipu sewaktu si Park melanjutkan,
"Gimana? Terima jangan?"
Tuhanku.
Jeduar.
Ninuninuninuㅡpanggil ambulans, tolong.
Taehyung ambyar.
Mau nangis tapi senang.
Mau menjerit bahagia tapi malu.
Mau mukul, tapi sayang.
Mau cekik Jimin, tapi nanti rindu.
Ini kah dilema pertanda cinta?
Gejolak batin Kim Taehyung tergelitik; senyum Jimin mempesona tampannya seperti biasa, harum wanginya selalu menggoda, dan debaran itu terlalu kentara semisal ingin dianggap tidak ada.
Bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, Taehyung dianugerahi bakat memasang tampang sok tegar dengan wajah datar.
"Apa? Nembak? Gak ada bunga? Cuih, gak modal."
"Hooo, mau bunga?" Jimin menyahut mengejek, "Kaya cewek."
"Ya gak musti bunga juga," Taehyung mengedikkan bahu berlagak cuek, "Apa kek, cokelatㅡ? Mobilㅡ?"
"Ini gue disuruh nembak apa ngelamar?"
"Sekalian aja, ketimbang setengah-setengah."
"Lo kebelet banget pengen nikah sama gue?"
"Gak, gue kebelet pipis." Taehyung mendecak, yang dibalas Jimin dengan kekehan,
"Toilet di pintu sebelah kiri. Sekalian pampersnya perlu? Pembalut?"
"Jimin, sudah selesai?"
Jimin mengerjap pelan, "Selesai apanya?"
"Ngomongnya."
"Kenapa?" Dibalas sebuah alis terangkat, "Mau dicium?"
"Ya kaga," Taehyung menggeleng; debaran jantungnya keras sekali, Tuhanku, bikin mual terus eneg, "Gue mau pulang, udah sore, jam 5 ada Crayon Shinchan."
"Ya, terus?"
"Gue mau nonton."
"Anjir."
Jimin ketawa.
Suara tawanya lebih indah dari petikan harpa, maupun gemericik hujan di malm harinya.
Tapiㅡsetidaknya Taehyung boleh dong, percaya diri sedikit lebih banyak?
Jimin kasih lampu hijau,
Bahagia boleh jangan?
***
Perusak memang lo berdua. Bikin gue jd bucin.