Telat.Telatnya dua minggu.
Mungkin kalau ibaratnya sedang tes kehamilan pakai test pack, tandanya Taehyung sudah ada dua garis.
Sayangnya, ini bukan tes kehamilan. Dan Taehyung itu, sekalipun sendirinya mengakui dan sadar posisi, tapi dia tetaplah laki.
Dan sebagaimana kodratnya, laki-laki gak bakal bisa hamil. Sampai kapanpun.
Nah terus, siapa yang telat?
Ya, siapa lagi. Kalau bukan si kakanda ganteng nan rupawan, yang bernama Park Jimin itu sendiri?
Telatnya gak nanggung-nanggung. Tiga jamㅡgak kurang gak lebih.
Dan gak kehitung sudah kali keberapa Taehyung melirik jam di dinding, mengetuk kaki berulang di lantai, juga mendecak dalam helaan nafas sebal, barulah si mas ganteng ini muncul dengan senyum terulas dalam ringisan.
"Malem, Taehyㅡ"
"Malem, bahlul."
"Anjir, kok gitu nyapanya?"
"Udah telat, gak bilang maaf, masih berani protes sama yang namanya panggilan?"
"Bentar," Jimin menyela; alisnya terangkat sebelah seraya menatap Taehyung heran, "Siapa telat?"
"Ya elo."
"Gue?"
"Ya iya, siapa lagi emang?"
"Elo gak?"
"Lah? Kok jadi gueㅡ"
"Kan sudah kodratnya."
"Anjing lo, sumpah. Anjing."
Jimin terkekeh. Lantas dengan gemas mengacak rambut si Kim kelewat santai seraya menariknya dalam rangkulan.
Wanginya ㅡman, masih sama.
Masih aroma ganteng yang membuat Taehyung berdebar. Suara nafasnya juga sigap membuat bulu tengkuk Taehyung ikut merinding. Ditambah senyum tipisnya yang tersungging miring, dalam sekejap juga membuat Taehyung reflek tersipu.
"Ambil foto, ketimbang diliatin aja. Lebih bisa dilihat lama, setiap hari juga boleh."
Taehyung nyaris kesedak, "Hahㅡ? Apa?"
"Ambil foto," Jimin mengulang, rangkulannya lantas sedikit lebih erat dan ujung hidungnya diusak di pucuk kepala Taehyung, "Segitunya terpesona sama gue?"
"Idih, amit-amit,"
Tau aja lo, anjing.
"Sampe kapanpun, gue gak bakal terpesona sama elo."
"Kalo gue yang tanggung jawabin juga lo pasti mau."
"Tanggung jawab apaan?"
"Lah, itu katanya telat?"
"Bukan telat yang itu, bangsat."
"Iya ya, masa sih?"
"Lo apa-apain gue aja belom."
"Oh, belom? Berarti maksudnya ini mau di apa-apain gitu?"
Tuhanku.
Sabar ya Tuhan, sabar.
Sama calon pendamping masa depan, gak baik kalo marah-marah. Nanti dosa, kualat sama suami.
Taehyung hela nafas kemudian.
"Ya udah, terserah lo aja. Mau lo apa-apain juga gue mah pasrah."
"Asik, bos." Jimin terkekeh seraya menepuk sebelah pantat Taehyung santai, "Nanti malem double?"
Bajing. "Apaan?!"
Ya, si bodo Taehyung malah nyolot.
"Double porsi martabaknya apa nasi goreng?"
"Gue lagi pengen mie ayam."
"Dua mangkok?"
"Segerobak."
"Anak gue yang minta? Jimin terkekeh, "Istriku ngidam?"
"Ngidam palelo peyang."
"Ngidam pale gue ganteng."
"Emang lo ngerasa ganteng?"
"Bukan gue yang bilang, tapi elo."
"Lah, gue?"
"Pipi lo merah, cakep." Jimin menyubit sebelah pipi Taehyung gemasㅡdibalas decihan yang masih sok jual mahal,
"Yanjir iya, terserah lo aja, ganteng." Taehyung mendecak, tapi lantas dibalas Jimin dengan sebuah colekan gemas pada dagu,
"Iya, manisku. Kita jalan malam ini, mie ayam pinggir lapangan, cool?" Jeda, kemudian Jimin menyahut seraya menyodorkan sebuah helm putih ke arah si Kim yang menatap dengan bibir merengut, "Jangan manyun, Taehyung. Cium nih?"
"Cium aja, anjir. Bodo amat gue."
Malam minggu, pukul tujuh.
Cinta Kim Taehyung maju satu langkah lebih maju.
Berbonceng di atas vespa hitam milik si Park yang melaju malu-malu; ditemani lingkaran erat pada pinggang dengan wajah yang terbenam pada bahu.
Dia, Jiminnya Taehyung. Boleh diakui sekalipun belum resmi?
***
Malam minggu kemarin-kemarin, kuhabiskan gabut di posko KKN
Bersama dua ekor babi pacaran di depan rumah