Dua minggu,

2.1K 443 60
                                    










"Pagi, Taehyung."

"Pagi juga, njing."

"Kasar ya, mau cium bilang."

"Siapa juga."



Kemudian si Kim memilih melempar satu bungkus roti sandwich selai cokelat, bersamaan dengan menaruh kasar satu kaleng milo, sebelum balik menatap Jimin jengah,


"Apa liat-liat?"

"Galak amat lo, bused." Jimin menghela nafas seraya mengelus dada, "Pms?"

"Lo kira gue cewek?"

"Ya kali aja ada bibitnya."

"Ngomong ngaco lagi gue tarik bibir lo lama-lama."

"Waduh, ganas."

Disini, Jimin terkekehㅡsuaranya sedikit buat Taehyung jadi tersipu gemas; serak-serak dalam seperti orang bangun tidur yang pada intinya, di kamus seorang Kim Taehyung, adalah tipikal suara ganteng.

Iya, ganteng.

Kalau mau dikobok lebih jauh, definisi ganteng itu relatif, memang. Tapi terkhusus bagi seorang Kim Taehyung, ganteng itu Park Jimin.

Iya, Jimin yang sama dengan si mahasiswa seangkatan dari jurusan teknik elektro.

Yang sendirinya juga anak BEM. Tipikal mahasiswa yang terkenal karena gantengnya, mulut manisnya, juga otaknya.

Yang juga orang yang sama dengan yang bikin Taehyung susah tidur, susah makan, juga susah BAB tiap pagi. Soalnya tiap ngelakuin apa-apa, yang diingat cuma Jimin.

Jimin dan selalu Jimin.

Sampai bosanㅡujung-ujungnya chapter ini isinya cuma kata Jimin aja.


Hmm,

"Jadi, sekarang hari Sabtu."

Jimin nyeletuk; bertopang dagu di konter kasir dengan kepala dimiringkan menatap si Kim yang mengerling jengah, "Ya, terus?"

"Berarti, nanti malam itu malam Minggu."

"Terus?"

"Nanti malem gue kosong sih, gak ada rencana."

Taehyung memutar matanya malas disini, "Ya, terus?"

"Terus ya, rencana ngajakin lo jalan."

"Terus gue harus mau?"

"Musti mau."

"Maksa banget?"

"Gak maksa, ditolak silahkan. Tapiㅡemang mau?"

"Ya kalo lo maksa sih," Taehyung mengedikkan bahu sok cuek, "Kasian lo kalo musti sendirian."

"Kasian apa sayang?"

"Sayangnya gue belom sayang."

"Belom berarti akan dong?"


Mampus, salah ngomong.


"Gak ada kata akan di antara kita, Jimin sayang."

"Asik, sayang sekarang, berarti besok cinta dong?"

"Itu sarkasme ya, tolong sekali, kurangin geernya ya bapak."

Jimin sukses terkekeh.

Menarik, pikirnya.

Sebagaimana seorang Kim Taehyung, si pemuda sok minim ekspresi ini berusaha mati-matian memegang prinsip sok susah didapat, tapi pipinya sendiri menampilkan semburat merah muda manis.

Juga sebagaimana pandangan matanya sedaritadi menghindar. Bersembunyi dari tatapan Jimin yang mengerling nakalㅡberusaha sekali mengirimkan setidaknya kode;

Hoi, gue seriusan suka lo, bajing. Terima aja kok susah.


Tapi ya, sekali lagi,

Harus sabar. Musti sabar.

Ikan semakin susah dipancing, memang semakin enak.

Tapi Taehyung bukan ikan, sekalipun kalau sudah didapat, mungkin rasanya bakal enak.

Lebih enak dari ... ah, sudahlah.



;)


"Pokoknya nanti malem, kita mutlak jalan. Boncengan, terus gandengan."

Taehyung mengernyit, "Biar apa gitu?"

"Biar jomblo yang lain pada iri," Jimin terkekeh, seraya mengamit dagu Taehyung dengan telunjuk dan ibu jariㅡlantas mendekatkan wajah keduanya,

"Kalo jomblo payah yang satu ini, bakal jadi punya Park Jimin."






Dua minggu setelah tanggal 11 Januari,


Kim Taehyung berdebar lagi.



***

Konflik nda, konflik nda

Buat yang belum kenal, kenalan hayu :>

harinya? ㅡminVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang