Park Jimin?Orang paling ganteng yang pernah Taehyung kenal,
"Hah? Kita makannya disini? Seriusan?"
"Iya, emang kenapa?"
Tapi juga sekaligus orang paling brengsek, mesum, kurang ajar, menyerempet idiot luar bisa.
Yang sialnya sial, sudah keburu Taehyung sayang. Lebih cepat lagi suka, dan sebentar lagi mendekati cinta.
Hampir, hampir.
"Lo tuh udah bikin gue nunggu tiga jam, terus ujung-ujungnya cuma buat ngajak gue kesini?" Taehyung berujar ketus dengan nada tinggi, ditambah dua tangan berkacak pinggang ditemani raut wajah tidak percaya, "Lo becanda kan, iya?"
Di sisi lain, Jimin cuma mendengus apatis,
"Sayangnya lagi gak mood buat becanda?" Sahutnya yang diikuti dengan sebuah kursi yang digeser, bersamaan dengan si Park yang mengambil duduk dihadapannya kemudian, "Mau duduk, atau makannya berdiri aja? Hati-hati lho, nanti jadi kaki gajah.""Biar kaki gajah. Biar lo bisa gue injek-injek sekalian."
"Iya boleh, tapi nanti. Untuk sekarang, makan dulu ya?" Cengirnya yang kemudian si Park lantas menoleh ke dagang mie ayam yang sedari tadi cuma jadi saksi bisu pertikaian semu keduanya, "Mas, mie ayamnya tiga. Yang satu gak pedes, sisanya dua lagi, cabenya segerobak."
"Kalo sampe gue usus buntu, lo yang tanggung jawab."
"Gak jadi, mas. Pacar saya maunya lima puluh aja."
"Jimin!"
"Iya, ganteng?"
Taehyung mendengus sebal. Memutar matanya malas sebelum menghempaskan duduknya secara kasar di atas kursi.
Mengumpat sedikitㅡsudah tau kalau kursi besinya indomaret itu nyakitin?
Eh, tunggu.
Indomaret?
"Dijamin lo pasti belom pernah nyobain mie ayam disini," Jimin berdeham seraya membuka dua teh botol lalu menyerahkan satu ke arah si Kim yang cuma sekedar melirik,
"Kok tau gue demen teh botol?"
"Yang ada cuma ini, sayang."
"Oh, oke."
Ya, malu bangsat.
"Kok bisa-bisanya sih lo telat tiga jam?" Taehyung berujar ketus, "Lo lagi pura-pura lupa atau gimana?"
"Gue gak lupa, kok."
"Ya, terus?"
"Sengaja, hehe."
"Bangsat."
"Eits, dengar dulu penjelasan aa," Jimin menyubit sebelah pipi Taehyung gemas yang berakhir di tepis,
"Gak usah aa-aa segala, njing."
"Terus maunya kakanda?"
"Amit-amit, najis."
"Ya udah, yangbeb mau?"
"Ngomong ngaco lagi gue gampar lo ya,"
"Aduh, hampura, adinda." Jimin terkekeh, kemudian dengan natural mengamit sebelah telapak Taehyung yang terdiam geming di atas meja seraya menautkan jemari mereka, "Tapi serius, tadi itu sebenarnya adalah kesengajaan yang tidak sengaja."
Disini, Taehyung mengernyit.
Sebisa mungkin mencerna logis, sekalipun hangat telapak Jimin itu seolah mengalihkan atensi dari dinginnya malam, sepinya jalanan, temaramnya penerangan seadanya sebuah teras indomaret di dekat pengkolan rumah Jungkook,