Seluruh isi aula mulai ramai. Mereka berpindah posisi.Ada yang ke taman, jalan-jalan, atau ke jembatan yang dipenuhi dengan pohon sakura serta pasangan-pasangan yang mulai mesra.
"Kita akan ke mana?" tanya gadis itu sambil sesekali menjilat es krimnya. Tak takut leleh, ada semut, atau bahkan dibilang jorok, biarlah, ia anak tercantik di sekolah ini.
Gadis yang satunya hanya mengangkat bahu. Jangankan polos, ia pun tertular ala-ala bad girl akibat temannya itu.
Es krimnya sudah mulai habis, meleleh tak tahu malu. Ia melempar stiknya sembarangan, kemudian mengambil tisu dari tas kecilnya dan mengelap bibir merahnya.
"Aku suka sakura," gumam Ara (gadis yang tertular nakal).
"Ahh, ini membosankan. Bagaimana kalau kita ke kantin saja?" usul gadis itu sambil berusaha mengeringkan tangannya yang belepotan lelehan es krim. "Aku benci ini."
Ara mengeluh. "Tidak untuk kantin. Aku tidak mood makan," jawabnya.
Kim Na Min, gadis cantik sekaligus populer di sekolah itu kini mengeluh. Padahal ia sangat ingin membeli es krim lagi, tadi rasa cokelat, kini ia ingin rasa pisang.
Namin hanya diam, memikirkan harus pergi ke mana. Haruskah aku berkeliling dengan sakura? Ah, aku tak suka ini.
"Oh iya!" Namin berseru.
"Apa apa?" tukas Ara. "Jangan bilang kau akan mengajakku ke perpustakaan."
"Tidak," Namin tertawa. "Aku tidak serajin kamu, Ra."
Ara cemberut.
"Uangmu tinggal berapa?" tanya Namin kemudian.
"Eh? Untuk apa?" Ara balas bertanya.
"Cepat jawab dahulu."
Ara mengecek. "Masih banyak."
"Cukup untuk makan di restoran?"
"Apa!? Kau ingin mengajakku ke mana?"
Namin buru-buru menyeret Ara ke sudut aula, membisikkan sesuatu.
"Kita bolos," bisiknya.
"Wauw!" Ara hampir menjerit. "Ide bagus! Kau punya uang, kan?"
"Tentu, Paman memberikan tambahan tadi pagi," ia tersenyum kecut.
"Bagaimana kita akan...?"
"Pintu kantin. Sekalian aku ingin membeli satu es krim lagi, hehe," kini Namin tertawa puas.
Ara mendengus. "Baiklah!"
***
"Kau mau mengajakku ke kantin untuk makan!?"Kini Jeongin kesal, ia sebenarnya ingin sekali berjalan-jalan. Hanya lima menit, Yoshiaki sudah memaksanya untuk ke kantin.
"Ini kesempatan emas. Jarang-jarang aku bisa makan di kantin tanpa terganggu jam pelajaran," bisik Yoshiaki.
"Kau keterlaluan! Baiklah. Aku akan meninggalkanmu!"
"Jeongin!" Yoshiaki menahan tangannya. "Temani aku, please. Untuk hari ini saja."
"Tidak, tidak."
"Besok akan kupinjamkan komik-komikku!"
"Tak butuh!"
"Oh, ayolah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ssstt!
Ficção Adolescente. . . "Sepertinya aku sudah pernah melihatmu." "Kapan? Kita baru bertemu, bukan?" "Tidak, eh, ya benar. Aku pernah melihatmu di kedai itu. Ah, aku lupa." "Kedai yang mana?" "15 tahun lalu, mungkin. Sewaktu ayahmu..." . . . "Aku suka pantai. Dulu aku...