Prolog

28 3 0
                                    

Masih dengan terpaan hujan aku menanti seorang insan di bawah langit kelam meski bukan malam. Dua jam sudah aku menantinya dengan begitu sabar meski hatiku terasa bergejolak. Siang ini tak panas, namun hatiku bahkan bisa membakar daun yang berguguran di kala musim semi.

Rain, kemana kau?
Hujan? Bukan kau!

Kurasakan sesuatu bergetar di balik saku celana jeans yang aku kenakan. Benda pipih anti air yang selalu ku gunakan sebagai alat komunikasiku berdering dari sana. Kuambil perlahan benda yang selalu disebut ponsel itu, dan ku lihat ada nama Rain disana, sebuah panggilan masuk darinya.

"Iya Rain, kamu dimana? Sudah dua jam aku menunggumu." jawabku.

"Halo,  Leah. Kamu menungguku? Astaga maaf aku lupa jika kamu ingin datang menjemputku. Tadi aku langsung ikut Wira pulang ke rumah karena hujan makin deras. Bahkan aku sudah sampai sejam yang lalu." kata Rain dari balik telfon, suaranya santai seolah tak memikirkan apapun. Termasuk aku.

Lupa? Hmm..
Terima kasih Rain..

"Kamu baik-baik aja kan? Lombamu bagaimana?" tanyaku lagi sembari menarik nafas untuk menenangkan hatiku.

"Aku baik-baik aja, Leah. Timku menang dan kami berhasil masuk final minggu depan." jawabnya girang.

"Selamat untuk keberhasilanmu, Rain. Aku turut bahagia." ucapku di sela senyum kecutku.

"Terima kasih, Leah. Kamu pulanglah. Sepertinya aku juga ingin istirahat. Badanku capek setelah melakukan perjalanan seharian penuh."

"Hmm... "

"Dan maafkan aku, tlah membuatmu menunggu." ucapnya sedikit lembut.

"Nggak pa-pa, Rain. Ya udah, aku pulang ya. Selamat beristirahat." ucapku sembari mematikan telfon.

Kesal? Ya, tentu. Bahkan kemarahanku rasanya sudah menjalar di seluruh tubuhku. Namun aku pun tak tau, entah seruan dari mana batinku tak mampu untuk marah kepadanya. Aku terlalu mencintainya.

Dan ya, untuk ini,
Setidaknya dia telah mengucapkan maaf dan aku selalu memaafkannya.

Dan Leah, akan selalu mencintai Rain.

Kapan Kita Kemana? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang