Hai Aku Leah Zulaeha, teman-temanku biasa memanggilku Leah. Aku mahasisiwi semester 7 fakultas kedokteran di salah satu Universitas terkenal di Jakarta. Aku merupakan putri satu-satunya sekaligus paling bungsu dari keluarga Mahmud. Aku punya dua kakak laki-laki dan mereka semua sudah menikah dan memilih hidup mandiri dengan keluarga kecil mereka jadi aku kini menjadi satu-satunya aset dan harapan besar bagi ibu dan ayahku.
Yah, sekian perkenalan singkat dariku yang tidak penting ini. Maaf jika ada perkenalan yang menurut kalian tidak perlu😊
***
"Leah, ku beri kau satu permintaan." ucap sosok peri kecil wanita yang belum lama ini keluar dari dalam botol yang baru saja ku temukan di ujung sungai beberapa waktu yang lalu. Tubuhnya semungil belalang, sayapnya hijau berkilau indah namun dia tak bertongkat.
"Permintaan? Hanya satu?" tanyaku sembari menatapnya yang kini menginjakkan kakinya di atas punggung tanganku.
"Satu atau tidak sama sekali?" ucapnya sambil bertanya dengan kedua tangannya yang beracak pinggang sambil menatapku kesal karena terlalu rakus permintaan menurutnya.
"Hmm... Ya ya ya, baiklah. Tunggu sebentar. Aku pikirkan dulu."
Perlahan ku pejamkan kedua mataku lalu memikirkan satu permintaan yang akan mewakili seluruh permintaanku. Kecantikan? Itu terlalu relatif, kecantikan bisa hilang kapan saja.
Kekayaan? Ah tidak. Kekayaan bisa saja habis.
Lalu apa?
Cinta?
Apa aku harus meminta seorang pemuda tampan, lembut, dan kaya raya untuk mencintaiku dan menikahiku saat ini juga?
Lalu saat sihirnya hilang, apa yang akan terjadi?
Pemuda itu hilang dan akan lenyap begitu saja.
Oh tidak, itu terlalu konyol.
Lalu apa?Hmm..
Nah, sudah ada!
Aku harap permintaanku ini tidak akan membuatku menyesal nantinya."Baiklah peri, aku punya satu permintaan."
"Katakan,"
"Aku ingin semua orang yang aku cintai dan mencintaiku bersamaku selamanya, dan aku ingin... "
"Stop!" timpal peri itu sambil menatapku tajam. Seutas senyum tipis nampak di wajah cantiknya. "Hanya satu, sayang. Hanya satu."
Aku menatapnya dengan wajah kecewa. Dan dia kembali menatapku dengan penuh kelembutan. " Hmm.. ya baiklah."
"Baiklah hanya itu permintaanmu? Meski tergolong sangat sederhana namun akan tetap ku kabulkan."
"Sederhana?"
"Iya, sangat sederhana. Aku sempat mengira kau akan meminta sesuatu yang lebih wah."
"Aku tidak menyukai hal yang berlebihan, peri."
"Boleh aku tau, kenapa hal itu yang kau minta?"
Sang peri menatapku intens sembari menunggu jawaban keluar dari mulutku yang kini terkatup rapat. Apa yang harus ku katakan untuk memastikan agar jawabanku tidak terdengar garing baginya? Kembali aku memejamkan mata dan membukanya perlahan, ku pasang senyum tipis dan ku tarik nafas pelan untuk menenangkan diri.
"Aku hanya tak sanggup kehilangan, peri. Aku tak mau merasakan kehilangan dalam hidupku. Sungguh, rasa kehilangan itu adalah hal yang paling menakutkan."
"Hmm... Baiklah akan ku kabulkan permintaanmu. Sekarang kembali pejamkan kedua matamu dan jangan pernah kau membukanya sebelum aku memintamu membukanya.
1..
2..
3..
Bukalah...""Leah... Leah... "
Ku dengar samar-samar suara sosok wanita kini memanggil lembut namaku sambil menggoncang pelan tubuh yang berpostur tinggi 160cm milikku. Suara wanita yang sangat familiar dan tiap hari selalu ku dengar. Apakah peri itu kini mengganti suaranya mirip ibuku?
"Leah, bangun sayang... "
Sekali lagi ku dengar suara itu kembali memanggilku. Perlahan-lahan aku mencoba membuka mata, dan kurasakan mataku sedikit berat dan ku dapati enam sosok di hadapanku.
"HAPPY BIRTHDAY, LEAH!!!!!" ucap mereka serempak.
Yah, mereka. Ibuku kini duduk di sampingku sambil memegang kue ulang tahun dan di hadapanku ada ayah yang berdiri di barengi oleh kedua kakakku bersama istri mereka.
Lalu sang peri, kemana dia?Kupandangi di sekelilingku, taman terbuka tempatku bernegosiasi dengan peri tadi telah berganti menjadi ruang pribadi tempat istirahatku setiap hari. Tidak ada kilauan cahaya matahari, tidak ada kilauan sayap, dan tidak ada peri.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Kita Kemana?
Romance"Buatmu yang selalu menyepelekan rasa, menggenggam kemudian melepas. Aku berdoa semoga tak pergi lagi. Dan tersadar, bahwa akulah tempatmu pulang" -Leah Dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah hubungan bagi Leah dan Rain. Namun apa jadiny...