2. Hah? Ini, dia?

14.3K 872 115
                                    

Zikri menatap langit kamarnya yang berwarna putih polos itu. Sesekali ia menghela nafas beratnya. Hati dan otaknya bingung untuk menerima keputusan ini. Keputusan yang bukan main-main. Keputusan yang akan berpengaruh besar untuk masa depan.

Menikah di usia muda dengan cara dijodohkan. Itu membuat Zikri pusing sendiri. Permintaan--bukan permintaan lebih tepatnya, tapi keputusan yang harus diberikan jawaban iya olehnya. Dan hal itu membuatnya pusing.

Tadi, setelah sarapan pagi. Ayah dan Bundanya bilang kalau ia dijodohkan dengan anak teman dari ayahnya. Dan lebih parahnya lagi, ia akan menikah satu minggu lagi. Di mana letak tidak pusingnya coba?

Zikri tidak bisa menolak. Itu adalah permintaan kedua orang tuanya yang sangat ia sayangi. Kata orang tuanya, gadis yang akan menjadi istrinya itu masih anak SMA, dan masih berusia akan ke 18 tahun. Oke, dedek gemes.

Ia menghela nafasnya, lagi, untuk kesekian kalinya. Ia menatap foto yang ada di tangan kanannya. Memperlihatkan wajah gadis yang tersenyum lebar di sana. Foto yang diberikan bundanya tadi saat ia menerima perjodohan itu karena tidak bisa menolak.

"Bocah! Ini gue kalo nikah sama dia apa jadinya coba? Mau dibawa ke mana hubungan kita?"

Zikri bergumam tak jelas. Ia terus menatap foto itu dengan seksama. Meneliti setiap sudut wajah gadis itu. Gadis yang mungkin akan mengombang-ambingkan perasaannya. Gadis yang mungkin akan memberi warna baru di hidupnya. Atau malah sebaliknya?

"Ya Allah, semoga keputusan ini gak salah. Ya, emang gak salah sih. Apa salahnya kan nikah muda?"

Zikri menyimpan foto itu di bawah bantal. Kemudian ia berguling ke samping dan memeluk guling. Ia ingin bermalasan hari ini, sebelum menjalani hidup yang baru satu minggu mendatang. Ah! Zikri jadi geli sendiri.

Ia memeluk guling, namun dengan perasaan yang berbeda.

"Ini kalo gue nikah, pasti guling ini udah gak dibutuhin lagi kan?"

"Oke, guling, mari habiskan waktu bersama sebelum kamu digusur dan dilupakan minggu depan!"

~•~

"Bang, aku kasih tau temen-temen ya tentang pernikahan. Boleh nggak?"

Akbar menoleh ke samping sambil memasukkan keripik kentang ke mulutnya. Ziya, adiknya itu duduk di samping dirinya sambil menyenderkan kepalanya pada bahunya. Maklum, bahunya terlalu sandarable banget.

Orang tuanya sedang pergi, yang katanya ada urusan tentang perjodohan Ziya itu. Dan sebagai abang yang baik, Akbar menemani adiknya di rumah. Dan juga karena hari ini ia tidak ada mata kuliah. Jadi, ia bebas untuk di rumah seharian penuh.

"Ya, itu sih terserah kamu. Asal nanti jangan bocor ke mana-mana. Mulut temen kamu kan berisik terus. Siapa tau nanti gak sengaja keceplosan."

"Ih! Mereka gitu juga baik tau! Sahabat aku itu."

Akbar mengalah saja. Karena berurusan dengan adiknya tidak akan bisa menang. Ya, pasti tahu sendiri kan kalau perempuan akan selalu menang? Dan akan terus begitu meskipun mereka salah. Egois. Keras kepala.

"Ya, emang! Siapa bilang kalo mereka sahabatnya abang? Ogah!" ketus Akbar mengunyah dengan kasar keripik yang ada di mulutnya. Sehingga lidahnya tak sengaja tergigit. Ia meringis dengan mata yang berkaca.

Only You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang