Tadi malam...
"Ji, kamu mau liat foto calonmu, gak? Kalopun emang gak mau ketemu, seengaknya liat fotonya aja. Biar nanti gak terlalu kaget," ucap ibunya.
Ziya yang tengah menonton tv itu menoleh pada sumber suara yang kini berjalan menghampirinya. Ibunya itu membawa selembar foto polaroid di tangannya. Ia menimbang-nimbang untuk mengiyakan atau tidak.
"Nih!" Ibunya menyodorkan foto itu padanya.
Ziya belum menyambut foto itu. Ibunya yang paham pun angkat bicara. "Ganteng kok ini, liat aja."
Ziya terkekeh kecil, kemudian ia mengambil foto itu dan menatapnya lama. Ia meneliti setiap sudut wajahnya dan juga ia menemukan titik yang paling diingatinya. Lelaki itu memiliki lesung pipit di pipi kanannya.
"Dia itu anaknya baik, nurut juga sama orang tuanya. Kuliah semester empat di kampus yang sama kayak abang kamu, cuma beda fakultas aja. Punya satu adik perempuan, umurnya masih mau tiga tahun," jelas Ibunya.
Ziya menoleh pada ibunya yang tengah menatap foto yang ada di tangannya itu. Kemudian mengalihkan tatapan selain padanya. Ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya kala tangan yang selama ini menimangnya itu mengelus dengan lembut.
"Ayah sama ibu jelas pengen yang terbaik buat kamu. Nggak ada satu orang tua pun yang mau kasih keburukan sama anaknya. Semua pasti pengen yang terbaik."
"Kita udah menyepakati keputusan ini bersama. Dari pihak calonmu sama ayah dan ibu itu udah setuju. Kita udah klop, dan mungkin tinggal ngeklopin kalian berduanya yang butuh perjuangan."
"Ayah sama ibu janji, ini terakhir kalinya kita minta permintaan yang berat buat kamu. Setelah ini kita janji, kita gak akan membebani kamu lagi."
Ziya tersenyum. Hatinya terenyuh. Ia memeluk ibunya. "Ibu, mah... Jangan ngomong gitu, Bu. Aku bakal nurut sama permintaan ayah dan ibu sampe kapan pun. Aku berusaha ngerti sama semua keputusan ini."
Ulfa mengelus kepala Ziya. "Kalo nanti ada masalah, selesa-in baik-baik, ya? Jangan pake emosi. Nanti berkepanjangan kalo pake emosi. Oke?"
"Iya, ibu yang bawel tapi kusayang."
Ziya mengerjapkan matanya. Ia dapat menangkap raut keterkejutan dari wajah lelaki itu. Ia bertanya dalam hati, apakah lelaki itu juga mengenali wajahnya? Apakah ibunya juga memberikan foto dirinya pada lelaki ini? Ziya ingin meledak lagi rasanya.
"Pe-pesen es krim yang paling enak. Ya, yang paling enak, hehe."
Ia meringis dalam hati karena tergagap. Dan ia asal bicara saja kala memesan tadi. Lelaki itu pun tersenyum canggung dan langsung pamit. "O-oke. Tunggu sebentar."
Ziya bernafas lega. Ia menaruh tumpuan tangan di atas meja dan menaruh kepalanya di sana. Para sahabatnya itu langsung menatapnya dengan heran.
Alika melempar tatapannya pada Nida. Nida melempar pandangannya pada Nindia. Dan hanya ditanggapi dengan gelengan kepala karena tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu.
"Dedek Jiji, kenapa?" tanya Alika.
Ziya menatap sahabatnya satu persatu. "I get married," sahutnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You (END)
Romance#3 in Spiritual 29-06-20 (CERITA SUDAH PINDAH KE DREAME) Setiap manusia diciptakan dengan jatah umur, rezeki, dan jodoh yang telah ditentukan oleh Allah untuk mereka. Lantas, jika salah satu dari ketiga hal tersebut datang dengan tiba-tiba bagaimana...