Di antara 2 Pilihan

30 4 0
                                    

Written by FitariMeysa

Malam ini, udara sangat dingin. Tubuhku serasa di selimuti salju.  Air mataku hampir saja menetes. Bukan karena dinginnya udara. Tapi, karena malam ini mengingatkan ku akan kenangan manis di masa lalu.

Dulu........
Sekitar 4 tahun yang lalu. Saat usiaku baru menginjak 13 tahun.
Aku di pertemukan dengan seorang gadis cantik seusiaku.
Ia begitu ramah.

Malam itu, ia memberikan jaket yang menyelimuti tubuhnya padaku, saat aku kehujanan sepulang dari rumah temanku. Sebelum itu, kami saling memperkenalkan diri.
"Nama ku Cheyra Antara, siapa namamu?" tanyaku sambil menjabat tangan lembutnya.
"Nama gue Nia Asyifa," jawabnya pelan.

Sejak saat itu, kami mulai bersahabat. Bahkan, hingga saat ini. Tapi, entah kenapa? Beberapa hari belakangan ini, ia selalu menghindar dariku.

Ia selalu menolak jika ku ajak makan bersama di kantin sekolah.
Aku selalu berusaha membujuknya.
Siang itu setelah jam istirahat berbunyi, aku pergi menghampiri Nia.

Kelas kami bersebelahan. Jadi, aku tidak butuh waktu lama untuk sampai di kelas Nia.
"Nia, ke kantin yuk!" ajak ku.
"Aku udah kenyang." jawab Nia ketus.
"Temenin aku aja," bujuk ku
"Gue lagi sibuk."
"Yaudah aku duluan."
Nia diam tak menjawab sepatah katapun.

Aku pun pergi berlalu meninggalkan Nia yang tak berpindah sedikitpun dari tempat duduknya.
Di dalam perjalanan aku terbayang-bayang wajah Nia yang dulu. Dulu Niaselalu ceria, ramah, dan tersenyum manis setiap bersamaku.
Tapi, tidak dengan sekarang. Ia seperti tidak pernah mengenalku. Kami seperti orang asing yang tak pernah mengenal satu sama lain.

Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan Tiara. Sepertinya, ia hendak pergi ke kantin.

"Chey, mau kemana?" tanyanya.
"Mau ke kantin, kamu mau kemana?"
"Aku juga mau ke kantin. Bareng yuk!"
"Ayuk! Aku juga mau ke kantin."

Aku dan Tiara pun pergi berjalan menyusuri lorong-lorong kecil untuk menuju ke kantin sekolah.
Tak perlu memakan waktu terlalu lama.
Beberapa detik setelah menyusuri beberapa lorong. Aku dan Tiara pun tiba di kantin sekolah.

"Aku aja yang pesan, kamu tunggu aja di sini." tawar Tiara.
"Okeeey,"
"Ehh, kamu pesan apa?"
"Oiya, apa yaa? Ehmmm, mie ayam aja deh. Minumnya es teh manis yaa?"
"Siap,"

Saat Tiara telah pergi meninggalkan ku menuju ke tempat pemesanan, tiba-tiba tanpa sengaja aku melihat Nia datang bersama salah satu di antara teman sekelasnya.
Ku pikir dia akan menyapaku. Ternyata, tidak sama sekali.

"Pesanan datang,"
Suara Tiara yang cetar membahana pun menyadarkan ku dari lamunan tentang Nia.
"Ra,"
"Iya, kenapa?"
"Sambil kita makan, aku boleh curhat nggak?"
"Curhat? Curhat soal apa ni?"
"Soal perubahan sikap Nia ke gue,"
"Nia? Oke, gue siap dengerin curhatan hati loo,"
"Makasih,"
"Sama-sama, yaudah buruan ngomong."
"Ehmmm, jadi gini. Aku heran, kenapa beberapa hari belakangan ini sikap Nia dingin banget ke aku.
Padahal, seingat aku, aku nggak punya salah sama dia."
"Kenapa ya? Aku juga bingung."
"Oiya, yang lebih mengherankan lagi, Nia berubah sejak aku deket sama Aldo."
"Aldo? Bukanya Aldo dulu juga pernah deket sama Nia ya?"
"Aldo deket sama Nia?"
"Iya, jadi dulu itu Aldo pernah deket sama Nia. Bahkan gue kira mereka udah jadian. Ternyata belum. Tapi, entah kenapa mereka tiba-tiba saling menjauh. Dan tau-tau Aldo deket sama lo."
"Menurut kamu, apa Nia ada rasa sama Aldo? Dan dia cemburu aku deket sama Aldo? Sehingga, dia menjauh dan bersikap dingin ke aku?"
"Bisa juga sih. Mungkin Nia pikir, Aldo menjauh dari dia karena Aldo mau deketin lo. Iya kan?"
"Mungkin,"
"Terus, apa yang mau lo lakuin?"
"Aku akan memilih mempertahankan persahabatan ku sama Nia. Walaupun aku harus rela ninggalin orang yang ku sayang.
Mungkin ini pilihan terbaik."
"Apa Lo beneran bakal ninggalin Aldo?"
"Iya,"
"Yaudah, makasih ya udah mau dengerin curhatan aku,"
"Iya, sama-sama. Kapan-kapan kalau butuh temen curhat lagi aku siap kok."
"Kamu emang temen terbaik ku,"
Tiara hanya membalas dengan senyuman tipis, tapi manis.

Kami pergi meninggalkan kantin setelah menghabiskan makanan kami masing-masing.
Akupun pergi tanpa menghiraukan Nia yang dari tadi menatapku tajam.
Tapi, nanti tatapan tajam itu akan kembali menjadi senyuman.

Aku dan Tiara berpisah di depan kelas. Karena, kami beda kelas. Saat aku baru masuk dan duduk di bangku ku. Tiba-tiba terlihat dari luar Aldo memberiku isyarat agar aku keluar menemuinya. Akupun membalas dengan membentuk huruf X, agar ia tahu bahwa aku sedang sibuk dan tidak bisa menemuinya.
Tapi, ternyata jauh dari perkiraan ku. Ku kira dia akan segera pergi saat aku mengisyaratkan bahwa sedang sibuk. Tapi, ia malah masuk ke dalam kelasku. Aku sebagai seksi keamanan di kelas, tak tinggal diam.

"Aldo, kamu bukan murid di kelas ini. Jadi, kamu dilarang masuk seenaknya. Kecuali, jika mendapat izin dari sang pemilik kelas, atau ada keperluan yang hendak di sampaikan. Paham?" aku mulai mengeluarkan jiwa kepemimpinan ku.
"Iya, aku paham. Dan tujuan aku kesini itu mau menyampaikan sebuah perintah. Perintah yang harus di laksanakan. Jadi, boleh dong aku masuk kelas ini?" Aldo mulai membela diri.
"Emang apa yang mau sampaikan? Dan perintah dari siapa?"
"Datangnya dari hati, dari perasaan yang udah aku simpan cukup lama. Ia mau menyampaikan perasaannya yang sebenarnya."
Seketika kelasku penuh dengan suara ledekan teman sekelas ku, "Cieeee, Soo sweet," entah suara siapa siapa itu. Yang jelas teman-teman sekelas ku terprovokasi untuk ikut meledek.
"Lalu,"
Tiba-tiba Aldo berjongkok di depanku sambil memberikan setangkai bunga yang sepertinya telah ia semprot dengan parfum laundry. Jantungku mulai berdetak tak beraturan. Nafasku pun mulai tak teratur.
"Kamu bersedia menjadi seseorang yang mencintai aku, dan seseorang yang menerima semua kekurangan aku. Seseorang yang akan aku cintai, aku sayangi, dan aku lindungi. Apa kamu jadi pacar aku?"

Tuhannnnn.
Bagaimana ini? Aku memang mencintai Aldo tapi, Nia sahabatku juga menyimpan perasaan padanya. Jika aku menerima Aldo sebagai pacar. Otomatis, perdagangan aku sama Nia akan cukup sampai disini. Aku memang bisa mendapatkan orang yang aku cintai. Tapi, aku harus kehilangan seorang sahabat yang sudah 4 tahun berturut-turut menemaniku dalam suka maupun duka.

"Cheyra," panggil Aldo, yang menyadarkan ku dari lamunan.
"Maaf, aku rasa aku lebih nyaman saat kita hanya berhubungan sebatas teman. Tidak lebih. Aku udah nyaman dengan semua ini. Jadi, jangan pernah kamu mencoba untuk menghancurkan semua pertemanan kita selama ini,"
"Apa kita hanya bisa menjadi sebatas teman?"
"Iya,"
"Yaudah, aku terima keputusan kamu. Aku hargai apapun yang kamu inginkan. Dan aku juga berusaha memahami perasaan kamu. Mungkin selama ini aku terlalu berharap bahwa kamu juga menyimpan perasaan yang sama sepertiku selama ini. Tapi, aku salah."
"Aldo, makasih udah baik banget selama ini sama aku. Tapi, maaf aku nggak bisa buat menjalani hubungan yang lebih serius lagi. Aku belum siap."
"Iya, aku paham kok."

Setelah menyampaikan semua perasaanya padaku, Aldo pergi keluar meninggalkan kelas ku tanpa pamit sedikitpun.
Mungkin ia merasa telah di permalukan. Tapi, jujur aku tidak berniat untuk mempermalukan Aldo di depan teman sekelas ku.

Selang beberapa menit setelah kepergian Aldo. Nia datang bersama Alda, teman sebangkunya.

"Cheyra, apa alasan lo nolak Aldo?" tanyanya.
"Aku lebih baik kehilangan seorang lelaki yang belum tentu menjadi jodohku. Daripada, harus kehilangan seorang sahabat yang dalam setahun belum tentu ku dapatkan penggantinya."
"Tapi aku nggak mau jadi penyebab berpisahnya 2 insan yang saling mencintai."
"Tapi aku juga bukan tipe orang yang rela sahabatnya menangis sedangkan aku bahagia dengan orang yang ia cintai."

Nia mendekap tubuhku erat-erat. Pelukan hangat ini adalah pelukan di saat di mana kami belum mengenal cinta. Ternyata, cinta bisa menjadi penyebab hancurnya sebuah persahabatan.

"Cheyra, maaf. Jika selama ini gue terlalu egois. Gue cuman mikirin diri gue sendiri."
"Keegoisan kamu sekarang udah berubah menjadi kedewasaan. Kamu udah menyadari titik kesalahan kamu sendiri."
"Kita tetap sahabat kan?"
"Selama hayat masih dikandung badan, selama nafas masih berhembus, selama jantung ku masih sanggup berdetak. Kita tetap sahabat. Karena persahabatan yang sesungguhnya tidak akan dapat di pisahkan kecuali dengan kematian."

Nia kembali memeluk erat tubuhku. Akupun membalas pelukan itu dengan pelukan yang lebih menjiwai.

Sekian.......

Tertanda.

Penulis.
FitariMeysa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATTION (Amico Team Creations)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang