사 (Four)

1K 110 8
                                    

WARNING!!!
Chapter panjang! Kalo terlalu bosan baca, skip aja :v!

"Aple, menurutmu Ayah sayang kepadaku tidak?"

Kucingku, Aple hanya mengeong. Jawaban atas pertanyaanku. Aku menghela napas. Kemudian aku duduk di pinggir pembaringan, lalu mengangkat tubuh mungil Aple, memangku kucingku itu.

"Aple, apakah kau mau menemaniku?"

Aple hanya mendengkur sambil menyundulkan kepalanya ke lenganku. Meminta sebuah usapan. Aku mengusap bulu ombre yang dimiliki Aple. Halus. Aku bertanya lagi.

"Apakah Ayah masih ingat aku, Aple?"

Hanya dibalas Aple yang mengeong lucu. Aku menghela napasku. Aku mengusap dagu dan kepala Aple. Kucing anggora itu langsung mendengkur dan memejamkan matanya.

Aku melirik lemari. Ada banyak kenanganku dengan Ayah waktu kecil. Ayahku dulu selalu bermain denganku, sebelum akhirnya waktu aku menginjak umur 8 tahun dia meninggalkanku. Aku menurunkan Aple, kemudian berjalan ke arah lemari. Kubuka lemari itu, lantas aku berlutut. Menarik sebuah kardus berwarna merah muda.

Aku masih ingat sekali. Ayah memberikan kardus itu sebagai wadah untuk Aple yang waktu itu dihadiahkan kepadaku. Aple masih sangat kecil waktu aku ulang tahun. Tidak hanya Aple, di kardus itu dulu juga terdapat buku cerita anak-anak dan novel.

Aku membongkar kardus itu. Terdapat sebuah kaset, MP3, syal, buku-buku yang dulu diberikan oleh Ayah. Barang-barang itu sudah usang dan berdebu. Bahkan aku menemukan seekor kecoa keluar dari kotak itu.

Aku mengambil kaset. Itu adalah kaset model lama yang masih berpita. Isinya adalah cerita Cinderella yang diceritakan oleh suara Ayahku. Waktu itu setiap mau tidur, aku menyalakan radio untuk menyetel kaset itu. Aku dulu sangat menyukai cerita Cinderella.

Aku mengambil sebuah MP3. Di MP3 itu terdapat beberapa lagu anak-anak. Aku suka menyetel MP3 itu jika aku bosan. MP3 itu dibelikan Ayah sewaktu aku berulang tahun ke 6.

Aku mengambil syal. Syal itu berwarna pelangi dengan bahan wol berkualitas tinggi. Ayah membelikanku ini waktu aku sedang sakit. Demam parah.

Aku mengambil beberapa buku cerita itu. Seperti buku cerita biasa, yang berisi beberapa kebohongan putih untuk menambah nilai moral dan sifat baik anak-anak. Misalnya, "Kisah Sebutir Nasi yang Menangis karena Dibuang". Padahal nasi sama sekali tidak menangis.

Dulu ketika aku membongkar barang-barang ini, aku bisa menahan rasa sedihku. Namun kali ini aku merasa lemah. Aku menangis.

Aku menangis diam-diam, menggertakkan gigi, menahan suara agar tidak keluar. Aku memeluk erat semua barang itu. Memori-memori indah bersama Ayah terputar seperti film.

Aku menghentikan tangisku setelah setengah jam. Aku mengusap mata dan pipiku yang masih ada bekas air mata. Aku berdiri, berjalan ke arah kamar mandi. Kubasuh mukaku dengan air sebanyak-banyaknya. Aku menatap wajahku di cermin. Aku seperti melihat hantu. Kantung mata tebal dan mata merah.

Aku kembali ke kamar, lalu membereskan semua barang-barang yang penuh dengan kenanganku dan Ayah. Aku memasukkannya ke dalam lemari. Kemudian mataku menangkap lukisan yang ada di dinding. Lukisan kuda yang kulukis waktu aku kelas tiga SMP.

Aku tertegun. Mengingat sesuatu. Aku terperanjat begitu mengingat apa yang harus kuingat.

Tugas melukis! Aku nyaris melupakannya jika aku tidak melihat lukisan kuda itu. Aku menyambar jaket GOT7 milikku, kemudian melirik jam. Pukul 09.30 malam. Aku menghela napas. Apakah masih ada toko alat lukis yang masih buka? Aku berharap ada toko lukis 24 jam. Aku mengambil dompet hitamku.

HIDDEN FEELINGS | taehyung.sowonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang