part 5

264 8 0
                                    

Sudah satu minggu Reylisa mengabaikan Adrian, dari mulai email, sms bahkan telponnya. Reylisa sedang berpikir, tentang semua rencana mereka yang harusnya dilangsungkan 1 bulan lagi.

 " Kamu masih berantem sama Adrian, Rey ? "

 " Guess it. "

 " Rey, kapan selesainya masalah kalian kalau kamu selalu menghindari setiap Adrian ngehubungin kamu. "

 Reylisa menghentikan aktifitasnya, dia diam dan terpaku.

 " Rey, dengerin deh. Kalo nd diomongin nd bakal selesai-selesai. Rencana nikah kalian kan udah bulan depan, kalo nd diomongin sekarang gimana kalian mau ketemu nanti waktu mau nikah ?"

 " Aku..belum siap buat denger hasilnya kalo aku ngebicarain sama dia. "

 " Dengerin dulu Rey, jangan negative thinking dulu. Ayolah Rey, mau sampai kapan ?"

 " Tapi kalau ternyata..."

 " Hey, kalau itu terjadi, aku masih punya 2 bahu buat nampung air mata kamu, dan aku masih punya segudang film buat kamu tonton sampai pagi. Okey ?"

 " Thank's Dan. " Danisa tersenyum memandang sahabat terbaiknya itu.

***

 Malam itu, tanpa janjian dengan Adrian, Reylisa sudah duduk manis di restoran Adrian, tepat di tempat mereka biasanya makan malam. Pegawai yang tau langsung menghubungi Adrian, dan dengan muka yang masih kaget Adrian mendatangi tempat duduk Reylisa.

 " Rey.."

 " Duduk  dulu Dri." Reylisa tersenyum tipis. Adrian lantas duduk di hadapan Reylisa dan menanti Reylisa menjelaskan maksud kedatangannya yang tanpa kabar itu dengan wajah bertanya-tanya.

 " Apa kamu bener-bener mau nikah sama aku Dri ? " Tatapan Reylisa intens tanpa menghakimi Adrian.

 " Iya Rey, kan mama kamu juga.."

 " Maaf Dri, dengan mengesampingkan mamaku dan ibumu, apa kamu bener-bener mau nikah sama aku bulan depan Dri ?"

 Adrian terdiam cukup lama, mukanya serius. Ia sedang menimbang kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Reylisa.

 " Rey, kita berdua masih muda. Umur kita bahkan belum sampai 29. Aku masih punya banyak mimpi yang mau aku raih. Aku masih mau buka cabang, aku masih mau buka cafe, dan masih banyak lagi Rey. Aku mau nikah sama kamu, tapi ngga bulan depan Rey. "

 " Kenapa kamu ngga bilang dari awal ?"

 " Aku ngga bisa mematahkan harapan mama kamu dan ibuku. "

 " Kamu bisa bilang Dri. Dan aku juga bisa ngejelasin sejelas-jelasnya ke mama. "

 " Maaf Rey. " Adrian merasa bersalah. Dia sudah membuat retak hati wanita yang selama ini sabar untuk menunggunya.

 " Ngga papa. Kalo gitu, kita batalin aja pernikahannya. " Reylisa memaksakan diri untuk tersenyum meskipun tangannya sudah bergetar sejak tadi.

 " Maaf Rey. "

 " Ngga papa Dri. Lebih baik dibatalin daripada kamu terpaksa. "

***

 Pernikahan itu dibatalkan. Cafe baru Adrian juga segera dibuka. Hanya saja, Reylisa sudah semakin jarang bertemu Adrian. Berkomunikasi pun bisa dihitung pakai jari tangan. Tempo hari, saat Rey mengantar rancangan interior untuk cafe baru Adrian, ia sedang tidak ditempat, saat ditanya dimana ternyata Adrian sedang sibuk rapat untuk memilih pegawai cafe nya. Bagi Reylisa, hubungan mereka bukan sebagai sepasang kekasih, tapi terlebih seperti dua orang yang harus stuck bersama tapi hati mereka stuck pada pekerjaan mereka masing-masing. Terlalu ganjil.

 " Halo Dri, kamu lagi dimana sih ?"

 " Hey Rey, aku lagi di Singapore. "

 " Singapore ? Kok ngga bilang. "

 " Mendadak Rey, ada orang yang tertarik buat ikut nanam saham, jadi aku harus datang buat ngurusin. "

 " Bukannya kamu udah punya manajer buat disana ? "

 " Ngga bisa Rey, harus aku yang turun tangan. "

 " Se ngga nya kamu bilang sama aku. Sesedikit itukan waktumu ? Well, have fun. "

 Reylisa lalu memutus telponnya. Ia hanya bisa mendesah dengan nafasnya yang berat.

 " Berantem lagi ?"

 " Ngga Dan, bahkan setelah apa yang terjadi diantara kami, ini bukan berantem, justru baikan karna aku bisa ngomong sama dia. "

 " Sarkas banget bahasanya. Gini aja deh Rey, entar kalau dia udah bisa ketemu, kalian kelarin deh 'baikan' nya kalian. Aku kan udah pernah bilang Rey, kalo diomongin pasti ada jalan keluarnya. "

 " We'll see Dan. "

 Saat Adrian datang, itu adalah saat yang paling dinanti Reylisa. Dan disanalah dia sekarang, di tempat biasa mereka makan malam sedang menunggu Adrian untuk datang.

 " Hey Rey, tumben ke sini, ada apa ?"

 " Bukannya emang kita biasa makan disini ya ? Hanya beberapa minggu terakhir kita terlalu sibuk dengan dunia kita sendiri. "

 " Rey.." Belum selesai dengan kalimatnya, handphone Adrian sudah berbunyi.

 " Entar ya Rey. "

 " Silahkan. "

 Adrian tampak agak menjauh saat menjawab telponnya. Lama Reylisa menunggu Adrian untuk kembali ke tempat duduknya lagi.

 " Maaf Rey, tadi ada urusan mendadak. "

 Reylisa hanya tersenyum namun dalam hatinya ia menangis.

 " Sampai mana tadi ?"

 " Sampai Rey. "

 " Rey, kamu tau kan ada cafe yang baru opening? Aku banyak mengurus di sana karena aku masih awam dalam hal cafe, jadi aku juga harus sering-sering ke konsulen untuk membicarakan tentang cafe itu. Aku harap kamu ngerti Rey. " Adrian mejelaskannya dengan nada yang lembut.

 " Iya, aku paham kok Dri. Paham sekali. Kamu sangat mencintai pekerjaanmu, bahkan sepertinya tidak masuk lagi dalam waiting list mu. "

 " Bukan gitu Rey. "

 " Menurutku ini saat yang tepat untuk kita meraih mimpi kita masing-masing tanpa harus terikat satu sama lain. " Reylisa menjelaskannya dengan suara yang cukup tenang meskipun air matanya sudah menunggu untuk dikeluarkan. Adrian terpaku, ia diam dan tidak bisa menjawab.

 " Dri, kita, putus saja ya?"

 " Rey, aku ngga bermaksud buat putus dari kamu. Cuma.."

 " Iya, aku paham Dri, makanya, kamu kejar mimpi kamu, dan aku mengejar mimpiku. Kamu ngga perlu terbebani tentang aku. "

 " Kalau itu mau kamu Rey. " Adrian tersenyum sendu. Rey lalu menyerahkan cincin yang dulu pernah Adrian berikan padanya.

 " Ngga usah Rey. Kamu simpan aja. Cincin itu tampak cocok di jari kamu. " Rey lalu memasukkan kembali kotak cincin itu ke tasnya.

 " Kalau begitu, aku pamit Adrian Prawija. Selamat tinggal. " Kata terakhir Rey sudah sedikit bergetar, kalau ia tidak segera pergi dari situ, ia yakin sekali bahwa wajahnya sudah habis dilalap air matanya sendiri.

 Berakhir sudah tentangnya dan Adrian. Sosok yang selalu bisa membuatnya luluh, sosok yang sealu ia cintai, sosok yang dulu menyatakan cintanya dengan persiapan yang romantis, sosok yang nyaris menjadi pendamping hidupnya.

***

married maybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang