part 6

261 8 0
                                    

2 tahun kemudian.

 " Aduh Dan, musti ya aku nemenin kamu fitting baju pernikahan ? Ergi mana ?"

 " Yah Rey, Ergi bakal dateng juga, cuma dia agak telat katanya mau ngambil pesenan cincin pernikahan dulu. Aku kan udah nemenin kamu dulu, masa kamu ngga mau nemenin aku sih Rey? "

 " Iya deh iya, aku temenin kamu deh, aku kosongin jadwalku buat sore ini. "

 " Aduh, susah sih yang udah punya perusahaan sendiri sekarang kan. Yadeh, kita langsung ketemu di tempat aja kalo gitu, bubye. "

 Reylisa menutup telponnya, ia mendesah pelan. Sudah dua tahun ia tidak pernah mendengar kabar tentang Adrian Prawija, tidak pernah secara langsung. Karena terkadang, ia datang ke salah satu restoran milik Adrian walaupun tidak pernah secara tidak sengaja bertemu dengan yang punya. Reylisa lalu mengeluarkan kotak beludru berwarna ungu berisi cincin, memandanginya lama, lantas menyimpannya kembali di laci kerjanya. Ia harus bisa mempersilahkan Adrian mengejar mimpinya tanpa terbebani olehnya.

 Sorenya Danisa sudah menunggu Reylisa yang datang agak sedikit terlambat.

 " Maaf agak telat nih, tadi kena macet di jalan."

 " Dasar nih, Ergi entar lagi dateng katanya kena macet juga. "

 " Tuh kan, yaudah, yuk gih masuk. "

 Danisa dan Reylisa masuk ke butik khusus baju pengantin itu. Banyak pakaian yang Danisa coba, Ergi juga sudah datang untuk memilih-milih model apa yang akan mereka kenakan. Pasangan serasi itu akhirnya membicarakan pilihan mereka pada sang designer saat tiba-tiba suara familiar itu memanggil.

 " Rey. "

 Rey seketika menoleh. Tubuhnya kaku tidak mampu bergerak. Danisa yang melihat siapa yang menyapa Reylisa ikut terkejut, lantas minta ijin dan mendatangi Reylisa yang masih diam.

 " Hai Adrian. Apa kabar ?"

 " Baik." Adrian tersenyum. Senyum itu masih sama, tubuh Adrian yang seorang pemain tenis semasa dia kuliah dulu masih terlihat jelas, menandakan ia masih rajin berlatih olah raga yang dicintainya itu.

 " Sendirian aja Dri ?"

 " Oh ngga, sama ini. " Seorang wanita dengan muka blasteran keluar dari balik tubuh Adrian yang cukup jangkuk.

 " Kenalin, Sofia. "

 " Danisa, ini Reylisa. " Danisa dan Sofia bersalaman, begitu juga Reylisa. Hanya saja mulut Reylisa terlalu kaku untuk digerakkan, seperti ada tulang yang tubuh di bibirnya.

 " Lagi fitting baju Dan ?"

 " Hm iya, aku mau married. Kamu juga mau fitting ?"

 " Iya ini nemenin Sofia buat fitting. "

 " Oh gitu. Yaudah, silahkan fitting deh, kapan-kapan ketemu lagi."

 Adrian tersenyum lantas pamit pada Danisa dan Reylisa. Reylisa masih mematung di tempat ia berdiri tadi.

 " Rey, kamu ngga papa ?"

 " Yang tadi itu, Adrian, Dan ?"

 " Iya Rey. Dunia ini sempit yah. Kamu ngga papa kan ?"

 " Iya ngga papa. " Reylisa tersenyum.

 Pertemuan itu ternyata tidak hanya sekali, beberapa kali ia bertemu dengan Adrian saat Reylisa menemani Danisa untuk konsultasi soal baju pengantinnya. Beberapa kali Reylisa berbincang dengan Adrian, mulai dari kerjaan mereka, sampai tentang kebiasaan Adrian yang masih suka makan di tempat mereka dulu biasa makan malam. Namun, lama kelamaan Reylisa menyadari bahwa tidak benar membiarkan hatinya menerima kembali sosok Adrian. Adrian kini sudah bahagia, ia akan punya kehidupan sendiri. Adrian sudah sukses dengan mimpinya, bahkan jika Adrian santai sepanjang hari di rumahnya, ia tetap bisa membayar para pekerja di seluruh cabang restorannya. Menurut Reylisa, inilah waktunya untuk melepaskan Adrian, benar-benar melepasnya.

 " Rey, sore ini temenin aku lagi konsul yuk, Ergi mau ngecek gedung soalnya. "

 " Dan, kamu bisa ngga kalo pergi sendiri ?"

 " Kenapa Rey ?"

 " Aku takut ketemu Adrian lagi. "

 " Bukannya kalian akrab aja ya. "

 " Justru karena itu Dan. Aku ngga mau aku kembali mikirin dia, mungkin ini saatnya buatku untuk bener-bener ngelepasin dia Dan. "

 " Rey, mungkin Adrian adalah orang yang baik, tapi mungkin dia tidak cukup baik buat kamu. Masih ada 6 milyar lebih orang di luar sana. Aku tau kok kalau kamu punya hati yang besar. " Danisa tersenyum menatap sahabatnya yang mulai merasakan kesedihan ini lagi. Dalam hati ia sedikit mengumpat Adrian yang sudah berani mematahkan hati sahabatnya ini dua kali.

 " Kalo gitu aku pergi ke butik sendiri aja. Ngga papa kok. "

married maybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang