02

50 7 1
                                    

Kamu adalah awan mendung dan cerah yang akan memberikan apapun yang kamu rasa kepada orang lain.
**

Tatap demi ratap ia meratapi. Hal yang akan menjadikan ujung dari segala kesedihan. Bertemu dengan pengorbanan dan berakhir dengan kesakitan. Untuk hati yang kesekian kali dipatahkan. Entahlah, ia hanya berlalu pergi setelah Yunan mengatakan itu. Bersama pohon rindang yang menjadi tempat sandarnya. Gladys sadar bahwa ia akan ditolak mentah-mentah ujungnya. Ia bingung akan dirinya sendiri. Bingung akan sikap Yunan yang tak bisa diluluhkan. Padahal, ia sudah optimis akan jawaban itu. Namun, tetap saja ditolak.

Gladys menangis sesenggukan. Menatap awan tanpa mendung dihadapnya. Berharap, hujan membasahi tubuhnya. Agar air matanya, tak tampak di hadapan seseorang. Gladys berlalu, meninggalkan pelajaran dengan membolos di belakang sekolah. Tiada yang melihat, karena memang tempat ini jarang dilalui siswa. Entahlah, pikirannya sekarang rancu untuk menghadapi kenyataan hidup. Hatinya telah berlama-lama patah. Dan dipatahkan dengan orang yang sama. Tetapi, ia tak mau berhenti berharap dan berusaha. Bukankah usaha tidak akan menghianati hasil? Iya, tentu.

Itu hanya kalimat penenang yang ia ulang setiap dilanda sedih. Berangan-angan bahwa Yunan mampu menatapnya. Berucap bahwa ia mencintai dirinya. Tetapi, itu kalimat mustahil yang akan dikatakan Yunan olehnya. Jika, mengingatnya membuat sakit yang bertubi-tubi. Ia akan terus menangis mengingat kata-kata menyakitkan dari Yunan. Bulir air matanya jatuh dan meninggalkan jejak alir. Hidup yang seakan menohoknya dengan sepatah kata. Tentu, ia hanya gadis remaja labil dengan cinta. Tetapi, ia memang cinta.

"Gladys." Sapa seseorang mengagetkan kesendiriannya. Ia lantas menghapus jejak air matanya. Dan segera menoleh ke arah sumber suara.

"Iya?" Jawabnya dengan suara serak. Ternyata, yang memanggilnya adalah seorang pria aneh dengan kopyah di kepalanya.

"Ini!" Ucap pria itu sambil menyodorkan sepucuk surat.

"Untuk apa?" Tanya Gladys bingung dengan apa yang ia terimanya.

"Baca aja!" Suruh pria itu berlalu pergi meninggalkannya. Ia hanya tersenyum samar kala melihat surat aneh itu. Gladys segera membukanya walaupun ragu.

Jangan nangis! Aku gak suka! Jangan sendirian! Nanti, kebablasan! Because, God always with you.

Sorry,
Yunan.

Astaghfirullah rabbal barayah. Astaghfirullah minal khathoyah.

Deg.

Cukup sekian kata yang membuatnya menangis tersedu-sedu. Menjejakkan sesak yang dalam di hatinya. Bulir air mata yang terus jatuh di pipi putih Gladys. Mengulang tangisan karena hatinya yang hancur. Ia selalu bertanya mengapa Yunan selalu seperti ini. Gladys bingung harus apa. Ia hanya gadis buruk yang terkadang lupa Tuhannya. Lupa kadang beribadah, dan berdo'a. Gladys hanya berharap cintanya menyatu bersama Yunan. Bukan harapan demi harapan yang tak pasti. Ia sudah terlanjur cinta. Tetapi, malah dibuat bertambah cinta. Entahlah, ia harus sedih atau bahagia. Tentang surat yang dikirim Yunan kepadanya. Indah. Ia bertambah suka kepada Yunan. Setidaknya, surat dari Yunan membuatnya termotivasi untuk kembali. Kembali datang mengharap cinta kasihnya. Ia jadi bertambah semangat untuk mengaharap hati Yunan. Semoga saja ia cepat bertemu Yunan besok. Dan ia segera mengungkap dan memberi sajak rindu.

Rasa dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang