03

23 1 0
                                    

**
Tawamu lepas menggelegar meski bukan untukku. Tetapi, rasaku selalu ada untukmu.
**

Cahaya kembali menerang menampakkan sinarnya. Melewati sela-sela ventilasi kamarnya. Bunga kering yang gugur menempel di kaca jendela. Menebarkan rasa semangat dalam tubuhnya.

Saat ini tubuhnya terbalut seragam khas almamater sekolahnya. Tentu, dengan rambut hitam yang tergerai bebas. Bersama pita coklat menghiasi kepalanya. Dia tampak sempurna di depan kaca. Seolah-olah dirinya adalah putri kerajaan.

Gladys bahagia sekali untuk berangkat ke sekolah pagi ini. Tidak ada hal yang menarik. Tetapi, perasaan dihatinya selalu tidak bisa dijelaskan. Entah, itu senang, cinta, atau rindu.

Gadis berperawakan kuning langsat itu turun dari tangga. Menjejakkan kakinya di ruang makan, serta menyambut keluarganya disana. Meskipun, hanya ada keheningan yang menyeruak. Tapi dia tetap saja tidak peduli. Gladys mengurungkan niat untuk bertegur sapa di tempat kesunyian itu. Dia lantas menggeser kursi dan memposisikan pantatnya untuk duduk. Dengan lambat dan bosannya Gladys memakan sepiring nasi goreng itu. Dia ingin segera pergi dari sana. Setidaknya, Gladys harus cepat-cepat menyudahi makannya.

"Gladys, berangkat ya!" ucap Gladys diiringi decitan kursi yang mewakili batinnya.

"Kakakmu bakalan nganterin kamu sampai ke sekolah," sahut Dahlia selaku mamanya selama ini. Selalu dingin dan lugas. Aneh serta menjengkelkan.

"Kayaknya Gladys jalan aja Ma," jawabnya menolak halus. Kakak Gladys yang sedari tadi diperbincangkan ikut nimbrung mengiyakan. Alhasil, dia akan diantar kakak yang sangat membuatnya tidak suka. Dia tidak tahu mengapa dia sangat benci. Seharusnya, ini adalah perasaan yang wajar. Dimana adik akan membenci kakaknya selamanya. Meskipun, itu salah dia tidak peduli.

Di perjalanan hanya ada nuansa keheningan. Tidak ada cakap bercakap, dan pergerakan untuk sekadar mencari perhatian. Mereka larut dalam pikirannya sendiri-sendiri. Seolah-olah tidak ada kehidupan disana. Tiada yang ingin mencari topik untuk memecah keheningan. Gladys sedari tadi hanya mengetuk dashboard mobil dengan jemari lentiknya. Karena dia benar-benar bosan, dan ingin sekali teriak. Namun, apa boleh buat? Dia harus seperti ini sampai ujung sekolah terlihat.

"Makasih," ucap Gladys setelah mobil sampai tepat di gerbang sekolah. Dia lantas membuka pintu tanpa menatap kakaknya sekalipun.

"Sampai kapan lo bakalan gini terus."

Kalimat itu membuat Gladys terpaku seketika. Dia tahu, jika pernyataan itu akan terus muncul di bibir kakaknya itu. Ini yang membuatnya tak suka untuk dekat-dekat dengan kakaknya. Suka tak suka dia harus menoleh untuk menghargainya. Gladys hanya tersenyum getir kala menatap kakaknya. Dan memutuskan untuk keluar dari mobil itu.

**

Lonceng istirahat berbunyi, mengakhiri kegiatan pembelajaran yang membuatnya suntuk. Gladys saat ini ingin cepat-cepat pergi ke kantin untuk mengisi perutnya yang lapar. Bersama teman ter-setianya yaitu Indah.

"Seriusan lo pengen ke kantin?" tanya Indah padanya.

"Emang kenapa?"

"Lo yakin?"

"Yakin kan pengen ketemu Yunan,"

Indah hanya mendesis, mengingat bahwa temannya yang satu ini tahu saja tabiat dirinya. Pasti ada maksud yang terselubung dari kejarangan yang dia lakukan. Karena, biasanya dia malas sekali untuk ke kantin. Kalau bukan hanya ingin bertemu Yunan saat ini.

Sampai ujung kantin terlihat. Mata kecoklatan yang tengah menyaksikan temannya tertawa. Secuplik senyum singkat yang dilontarkan kepada temannya. Lesung pipit yang selalu menghiasi wajahnya. Ternyata ciptaan Tuhan begitu indah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasa dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang