Path-07

7.5K 554 8
                                    

Bisikkan-bisikkan yang dapat terdengar maupun tidak terdengar memenuhi indra pendengaranku. Aku yakin mereka mempertanyakan mengapa ada murid baru di awal semester. Akupun juga mempertanyakan hal tersebut, dunia macam apa ini?

"Sebelum itu, namaku Verenica, panggil saja aku miss Vere." Ujar wanita muda itu dengan hangat. "Silahkan perkenalkan dirimu."

Aku mengangguk pelan, kemudian menatap kumpulan murid yang duduk dengan tenang--beserta pixieball mereka--menatapku, menungguku memperkenalkan diri.

"Pe, perkenalkan, namaku Kenanda Alivia. Kalian bisa memanggilku Kena, salam kenal." Aku membungkuk kecil.

Sedetik setelah aku memperkenalkan diri, terdengar tepuk tangan dari semua murid di kelas. Mungkin itu cara mereka menyambut murid baru, dengan cara bertepuk tangan.

"Baiklah, Kena. Kamu bisa duduk di meja disamping Yura. Dia juga siswa baru disini." Miss Vere menunjuk Yura yang duduk di paling belakang.

Aku hampir saja menjerit kegirangan, senyumku mengembang begitu saja. Tanpa diminta dua kali, aku segera berjalan setenang mungkin dan duduk di samping Yura.

"Yura!" Pekikku sepelan mungkin, dengan nada penuh kesenangan tentunya. "Kamu sudah baikkan?"

Yura tersenyum lebar melihatku. "Kena, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

Aku mengangguk cepat. Tentu saja aku baik-baik saja! Ingin sekali aku mengatakan hal seperti itu, jika saja miss Vere tidak menegur, "kalian bisa melanjutkan sesi perkenalan saat jam istirahat. Sekarang, perhatikan dulu pelajaran, oke?"

Aku menunduk, kemudian mengangguk kecil.

Miss Vere tersenyum. "Baiklah, karena ada beberapa murid baru disini, kita ulang pelajaran dari nol, ya."

"Baik, miss."

"Pertama, mungkin dari kalian ada yang berasal dari dimensi manusia, dan tidak bisa membaca tulisan sihir. Jadi, mari kita belajar cara membaca tulisan sihir terlebih dahulu."

Entah mengapa, perkataan miss Vere sangat menusuk diriku. Apa jangan-jangan miss Vere tahu tadi Xia-xia membantuku membacanya?

Saat miss Vere memulai pelajaran, aku menyimak sepenuh mungkin. Aku merasa akan terjebak di dunia ini dalam waktu yang lama, jadi aku harus bisa membaca tulisan di dunia ini. Ternyata, cara membacanya tidak begitu sulit. Setiap abjad memiliki bentuk sendiri, sama seperti huruf yang biasa aku baca. Yang berbeda hanyalah bentuknya saja. Hanya dalam satu jam pelajaran, aku sudah menghafal ke-26 huruf dunia sihir. Itu tidaklah sulit, mengingat IQ-ku diatas rata-rata.

Walaupun aku yakin aku tidak pernah mengerti bahasa yang ada di papan tulis, tapi entah mengapa aku mengerti. Begitu pula bahasa yang dipakai oleh beberapa murid serta miss Vere. Aku tidak pernah mendengarnya, tapi aku mengerti maksudnya. Ah, mungkin ini berkat mantra penerjemah.

"Sudah mengerti?" Tatapan miss Vere jatuh kepadaku dan Yura, yang jika kusimpulkan miss Vere sedang bertanya padaku dan Yura.

Aku dan Yura mengangguk bersamaan.

"Kalau begitu, ayo kita pelajari mantra-mantra untuk membuka pocket terlebih dahulu." Miss Vere tersenyum. "Pocket hanya bisa dibuka oleh pemiliknya sendiri, tidak bisa dibuka oleh orang lain. Fungsi pocket ada banyak. Selain sebagai tas dengan kapasitas tak terbatas, pocket juga berfungsi untuk membuat panggilan atau pesan kepada orang lain. Tapi fitur tersebut hanya berfungsi jika kalian sudah mendaftarkan sesama pocket kalian. Miss yakin sebagian dari kalian sudah paham, jadi ajarkan yang belum paham, ya."

"Baik, miss."

"Cara memunculkan pocket sebenarnya tidak perlu menggunakan mantra, hanya perlu mengatakan 'visible mode' untuk terlihat dan 'invisible mode' agar tidak terlihat. Mudah 'kan?" Jelas miss Vere. "Silahkan dicoba."

Aku bergumam pelan. "Visible mode." Aku terlonjak kaget saat mendapati sesuatu bulat melayang muncul begitu saja di sampingku, begitu juga dengan Yura. Aku hampir tertawa saat Yura hampir saja menjerit karena terkejut.

"Jadi, fungsi benda ini mirip dengan smart phone di dunia kita, huh?" Ujar Yura dengan sedikit jengkel. "Katanya kita harus mendaftarkan sesama pocket agar bisa berhubungan?"

Aku mengangguk. "Tapi bagaimana caranya?"

Yura terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Kalau ini seperti smart phone di dunia kita, seharusnya bisa di tekan. Tapi, lihat deh, masa tanganku malah masuk kedalam benda ini, sih?" Yura mendengus sebal.

Aku terkekeh melihat tingkah Yura. Tapi, benar juga. Yang aku tahu ini hanya bisa menjadi tas dengan kapasitas luar biasa. Tapi, jika ini juga berfungsi untuk berkomunikasi, setidaknya ada tombol agar bisa lebih mudah untuk dimengerti.

"Itu karena teknologi disini menggunakan perintah suara." Seorang gadis yang duduk di depan kami menoleh ke belakang. Gadis itu tersenyum ramah. "Halo, namaku Elizabeth, kalian bisa memanggilku Lizzy." Gadis itu mengulurkan tangannya pada kami.

Aku dan Yura bergantian menjabat tangannya. "Halo, Lizzy, aku Yura dan ini Kena. Apa maksudmu dengan perintah suara?" Tanya Yura dengan nada yang friendly.

Lizzy tersenyum. "Kalian pasti penyihir dari dimensi manusia, sudah terlalu lama tinggal disana, ya?"

Yura mengangguk, sedangkan aku hanya terdiam karena tidak mengerti. "Benar, ayahku pindah ke dimensi manusia dan menikah dengan ibuku yang manusia biasa. Tapi, entah mengapa kata ibuku aku memiliki dua kekuatan, walaupun aku justru lebih dulu menguasai kekuatan keduaku dibanding kekuatan pertamaku yang entah apa." Jelas Yura.

Aku hanya membisu, jelas aku tidak mengetahui cerita itu sebelumnya. Aku menatap Yura dengan tatapan mengintimidasi. Yura yang sadar dengan tatapanku, hanya nyengir lebar.

"Nanti ku ceritakan." Bisiknya.

"Oh, begitu, pantas saja." Lizzy termangut-mangut mengerti. "Lalu Kena juga sama?"

Aku terdiam, tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada gadis yang baru kutemui sedangkan aku saja masih belum mengerti tentang situasi yang sedang kuhadapi.

Lizzy yang sadar dengan perubahan ekspresi wajahku buru-buru menambahkan. "Ah, kalau Kena tidak bisa cerita juga tidak apa-apa, kok. Aku mengerti."

Aku mengangguk, kemudian tersenyum tipis. Sulit sekali mengabaikan sifat cuek dan dinginku pada orang yang baru kutemui, ah kecuali Sena, si pria datar itu. Entah kenapa aku berubah menjadi cerewet di depan pria itu. Dan itu menyebalkan.

"Lizzy, bagaimana cara menghubungkan pocket?" Tanya Yura.

"Oh, dengan perintah suara." Lizzy menggumamkan sesuatu, kemudian pocket miliknya muncul. "Lihat dan pelajari." Ujarnya dengan nada meledek. "Pocket, daftarkan pocket dengan code name Kena."

Dua detik kemudian, muncul layar transparan dari pocket-ku. Aku menatapnya dengan bingung. Di layar transparan itu, bertulis "daftarkan pocket dengan code name Elizabeth? Ya/Tidak."

"Tekan tombol ya untuk menerima, dan tombol tidak untuk menolak." Jelas Lizzy yang tanpa menjelaskan pun aku sudah mengerti.

Aku menekan tulisan "Ya" di layar transparan itu, yang ternyata bisa disentuh. Kemudian transparan itu menghilang, lalu muncul lagi layar transparan yang bertuliskan "pocket berhasil didaftarkan."

Setelah layar transparan itu menghilang, aku menatap Lizzy dengan tatapan kagum. "Keren."

"Begitu?" Lizzy tertawa renyah. "Di sini teknologinya lebih maju dibandingkan di dimensi manusia. Kalian akan terkejut saat pergi ke pusat kota dunia sihir, disana teknologinya yang paling unggul."

Aku mengangguk mengerti. Ku kira hidupku disini akan menyusahkan, ternyata tidak buruk juga.

To Be Continue ...


Published 22-05-18

The Tales: School of MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang