Path-22

6.6K 473 15
                                    

Aku membuka mataku, pemandangan pertama yang kulihat adalah taman bunga yang luas dan hijau, disertai taman luas yang kering. Pemandangan ini, entah mengapa akhir-akhir ini aku sudah jarang bermimpi saat tidur, sehingga aku melupakan tempat aneh ini.

"Halo, Kena. Lama tidak bertemu, walaupun hanya beberapa hari saja, sih." Suara familiar yang khas di telingaku membuatku menoleh secara spontan dan tersenyum tipis.

"Beth." Aku melangkahkan kakiku mendekatinya. "Rasanya aneh dapat berbicara dengan seseorang di dalam mimpi, mengingat aku berbicara dengan orang yang wajahnya tidak terlihat asing di mataku."

Beth tersenyum lebar. "Jadi, kamu perlu apa sampai repot-repot datang kemari?"

"Hah?" Aku menatap Beth tidak mengerti.

"Tidak perlu berkata dusta." Beth tertawa pelan. "Jika kau kesini, maka ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu. Buktinya, beberapa hari terakhir kamu tidak kesini karena kamu memang tidak punya beban apapun, kan? Berarti jika kamu kesini, kamu memiliki sedikit masalah yang rumit. Ceritalah, mungkin aku dapat membantu."

"Kamu?" Aku tertawa sinis. "Aku bahkan tidak tahu kamu nyata atau tidak."

"Jahatnya ..." Beth mengembungkan pipinya. "Walaupun begini, aku pernah hidup sebagai penyihir, tahu! Aku pernah merasakan masa-masa remaja sepertimu."

"Benarkah?" Aku mengangkat sebelah alisku. "Kalau begitu, apa kamu tahu dimana letak perpustakaan sentral?"

"Tentu saja!" Beth membusungkan dadanya. "Perpustakaan sentral ada di pusat kota, lebih tepatnya di blok F, tepat di seberang restoran Lizael. Ada berbagai macam buku disana, dan perpustakaan buka selama 24 jam nonstop dan dilengkapi fasilitas-fasilitas terkini yang sangat modern." Gadis cantik itu tersenyum bangga.

Aku ber-oh ria. "Kamu tahu banyak, ya."

"Kan sudah kubilang!" Beth bersungut-sungut menahan kesal. "Memangnya apa yang kamu cari?"

"Entahlah ..." jawabku jujur. "Aku juga tidak tahu. Tapi mungkin aku ingin mencari buku atau artikel tentang tragedi hampa."

Wajah Beth terlihat sedih, tapi saat itu aku tak terlalu memperhatikannya. "Kena ... aku ..--"

"KENA CEPAT BANGUN DASAR MAJIKAN BODOH!!"

Suara menggelegar yang sangat ku kenali terdengar di dalam kepalaku, membuatku merasa pusing. "Akh! Kenapa ada suara Xia-xia di kepalaku?!"

"Oh, berarti sekarang waktu di duniamu sudah pagi. Sana pergi, hush, jangan sampai telat sekolah." Beth tersenyum tipis.

Kemudian, cahaya putih mulai menyelimuti tubuhku.

"Tu, tunggu! Bagaimana caraku untuk bertemu kamu lagi?"

"Kan sudah kubilang," Beth memutar tubuhnya. "Kamu yang datang kesini, Kena."

Dan saat itu juga seluruh pandanganku dipenuhi cahaya putih.

***

Sesuatu yang dingin menerpa wajahku, membuatku spontan membuka mata dan terbangun dengan terkejut. Aku menyeka air di wajahku, kemudian mendapati Xia-xia yang sedang melayang disampingku dengan ember di tangannya. Hanya dengan melihatnya sudah dapat membuatku menyimpulkan bahwa dialah yang mengguyurku dengan air dingin.

"Apa-apaan kau, hewan bodoh!"

"Heh, enak saja! Kamu tuh yang bodoh! Kamu kira sekarang sudah jam berapa?" Xia-xia menatapku kesal.

The Tales: School of MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang