Path-25

6.4K 494 29
                                    

Aku mengambil nampan makanan, lengkap dengan omelet dan teh panas diatasnya. Aku duduk di sebuah meja panjang yang masih kosong--walaupun memang nyaris semua meja masih kosong, sih. Aku duduk sendiri sembari menikmati sarapan pagi dengan damai.

"Hm .. dari tadi aku berpikir," Xia-xia terbang dan duduk di atas kepalaku, debu-debu berkilauan bertaburan dimana-mana. "Apakah Kena, majikan bodohku yang terkenal sering bagung kesiangan dan nyaris setiap hari melewatkan acara sarapan, sekarang justru sedang sarapan pada jam enam pagi? Apakah ini masuk keajaiban dunia nomor 8?"

"Lalu 7 lainnya apa?" Tanyaku tanpa minat, tetap fokus menghabiskan omelet hangatku.

"Eh, aku serius! Kok bisa-bisanya sih kamu bangun pagi dan sudah rapih dengan seragam barumu itu?" Ujar Xia-xia.

Aku menunduk, memperhatikan seragam baru yang sedang kupakai. Tadi pagi, seragam ini begitu saja muncul di lemariku dengan nota kecil yang tertempel di kerahnya bertulisan bahwa ini adalah seragam untuk kelas Amature. Aku sangat suka desain seragamnya, almamaternya memiliki bawahan yang panjang dan membentuk dua segitiga terbalik. Warna merah memberikan kesan yang elegan, membuatku merasa seperti karakter heroine di dalam manga fantasi yang sering kubaca. Pita dengan motih kotak-kotak berwarna merah dan rok kotak-kotak merah selutut, juga sepatu boot panjang sebetis dengan hak kecil. Aku benar-benar merasa seperti di dunia sihir.

"Kamu kan memang berada di dunia sihir."

Aku tersenyum, aku tahu suara ini. "Yah ... begitulah. Ngomong-ngomong, bisa tidak sembarangan baca pikiranku, Sora?"

Sora mengangkat kedua bahunya, merasa tidak bersalah. "Boleh aku duduk disini?"

"Silahkan."

Sora duduk di hadapanku dan bersiap memakan sarapannya. "Kekuatanku bekerja begitu saja tanpa perintahku, tahu. Jadi bukan salahku jika aku membaca pikiranmu." Ujarnya tanpa beban, tanpa dosa.

Aku menopang wajahku. "Memangnya, kamu benar-benar membaca pikiran? Maksudku, seperti ada huruf-huruf melayang di sekitarmu dan kamu membacanya?" Tanyaku penasaran.

Sora terbatuk--tersedak--lalu cepat-cepat meminum air, kemudian tertawa. "Astaga, kamu benar-benar berpikir seperti itu? Tak kusangka kamu sebodoh itu."

Aku bersungut-sungut menahan sebal, tak terima dibilang bodoh. Tapi aku tak ingin memperpanjang masalah itu. Sekarang ini, aku sedang penasaran.

"Hm ... aku tidak membacanya, dan tidak ada huruf terbang. Aku benar-benar tidak membacanya, tapi aku mendengarnya. Kamu berpikir seperti sedang berbicara. Aku terkadang bahkan tidak bisa membedakan mana yang sedang berpikir, mana yang sedang berbicara biasa." Jelas Sora.

Aku mengangguk-angguk tanda mengerti. "Kalau begitu, Sora, apa kamu bisa membaca pikiran binatang bodoh ini?" Aku menunjuk Xia-xia yang ada di atas kepalaku.

"Sembarangan mengatai aku bodoh!" Binatang menyebalkan ini meloncat-loncat diatas kepalaku, membuat serbuk mengkilap bertebaran dimana-mana, nyaris membuatku bersin.

"Aku hanya bisa membaca pikiran manusia dan binatang yang hidup." Jawab Sora. "Memangnya pixieball termasuk jenis hewan?"

"Tentu saja bukan." Aku tertawa jahat.

"Jangan begitu jahat pada Xia-xia." Juice--Pixieball milik Sora--terbang mendekati Xia-xia, kemudian mengelus kepalanya dengan tangannya yang mungil.

Hal pertama yang terbesit di benakku, wah betapa beruntungnya Sora memiliki hewan pel-- maksudku pixieball yang begitu baik seperti Juice. Apalah dayaku yang mendapat hewan bodoh dan tidak berguna seperti Xia-xia.

The Tales: School of MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang