Sabtu pagi hingga sore, aku pastikan bahwa tugas dengan deadline terdekat sudah selesai atau minimal hampir beres. Sehingga malamnya, aku nggak perlu terbebani dan bisa bersenang-senang dengan maksimal.
Sehabis magrib, aku bersiap dengan diriku yang sedikit kurias. Pamit pada Ibu Kos untuk pulang lebih malam, kemudian menunggu kedatangan seseorang di luar gerbang.
Balada anak kos yang cuma modal kaki. Dan lucunya, memilih tempat indekos yang lumayan jauh dari kampus. Jalan kaki sendiri malam-malam terdengar lebih lucu bagiku, maka Revina-lah yang tiba menjemput sekitaran pukul tujuh saat terakhir kali kulirik ponsel sebelum ia masuk tas.
Sesampainya di parkiran motor yang nggak teramat jauh dari gedung Fakultas Seni, sambil berjalan, Revina baru memberiku tiket freepass yang kemarin dia ributkan dengan Kak Topan.
"Dia ngasihnya baru tadi sore banget, Yo. Sebenernya dia cuman kebagian jatah satu tiket buat orang luar, tapi ajaib juga ini orang bisa dapet dua. Dia jadi sodara gue ada gunanya. Hahahaha."
"Bentar. Terus dia dapet dari--"
"Leonia, nggak usah panik. Topan udah dapet ini dan ngasih ke kita. Nggak semua panitia atau pengisi acara mau ngajak orang luar, kan? Jiwa minta-mintanya Topan itu emang ampuh."
Aku melirik Revina menuntut penjelasan, tapi sebelum aku protes lebih lanjut, dia mendahului bilang, "Maksud gue, dia nggak bakat ngemis juga, Yo. Ngerayu, deh, kata yang lebih pas."
Jawabanku adalah anggukan dan senyum datar. Revina menambah lagi, "Ngomong-ngomong, gue nanti anter lo ke kos dulu terus nebengin Topan pulang. Tadi abis ke rumah gue dia pakek acara balik rumah terus ke sini katanya ikut mobil yang ngebawa instrumen. Ribet banget."
Ekspresi kekesalan Revina tepat hadir saat kami sampai di area pengecekan masuk. Benar saja, keabsahan kami ikut nonton acara ini memang diteliti. Bermodal dua tiket, kami boleh lewat.
"Topan mana, ya ..."
"Dia jadi pengisi acara apa panitia, Vin?"
"Nampil, sih, kayaknya. Sok penting banget."
Sepertinya, kalau bicara menyangkut Topan, Revina memang nggak bisa lagi kuajak berobjektif.
Kami termasuk pendatang yang lumayan telat karena setelah masuk, ternyata kami tinggal kebagian deret lowong di belakang. Untung saja panggungnya masih lumayan kelihatan, kepala-kepala di depan kami nggak menghalangi visi. Aku dan Revina lalu sama-sama berdiri bersedekap.
Saat aku amati lebih, di atas panggung sana sudah duduk perangkat musik yang sedikitnya aku kenal seperti gitar, bas, cajon, organ, dan ... itu saja. Nggak lama, dua orang yang kukira pembawa acara naik panggung dan memang benar karena mereka kemudian menyapa penonton semua.
"Yeee sok ganteng si Topan!" Revina bilang ini setelah muncul barisan beberapa laki-laki naik ke panggung setelah pembawa acara bicara cukup lama. Mataku memindai. Kak Topan yang duluan muncul, diikuti ....
Mulai dari sini, jantungku nggak bisa lagi berkompromi untuk memompa darah dengan santai.
Keterkejutanku perlahan luruh saat dua emcee itu membuka suara lagi. "Perkenalan dulu, dong, ini abang-abang siapa aja. Mulai dari bassist-nya, ya. Yang kelihatan paling senior."
"Selamat malam maba semua, baik yang baru maupun abadi. Gue Afandi, F-nya dobel, ya. Lengkapnya Affandi Sofyan. Dipanggilnya Topan. Semester berapa biar jadi rahasia kita aja. Tanya personal di Instagram at topansoftyan."
Dan saat orang sebelah Kak Topan membenarkan letak mikrofon lalu mulai bicara, dadaku makin nggak karuan.
"Jordan. Gue vokalis sekaligus megang gitar akustik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjang
RomanceBagi Leo, jatuh cinta itu sederhana. Bagi Jordan tidak. © Juli, 2018