Rasa sukaku tidak main-main. Aku memperjuangkanmu secara langsung dan juga meminta secara terang-terangan kepada Allah. Tidak salah kan?
🌊🌊🌊
Sore hari yang cerah setelah tadi pagi gerimis terus saja mengguyur. Radit memberhentikan sepedanya di pinggir jalan. Matanya memandang lurus pada birunya air laut yang menenangkan hatinya. Di ufuk barat sana, matahari dengan sinar jingganya memikat mata Radit. Bibirnya menyunggingkan senyum.Ia menikmati semua keindahan yang disuguhkan di depan matanya. Birunya air laut, sinar matahari, angin sepoi-sepoi, dan burung-burung yang terbang di atas air yang tenang itu. Radit kembali tersenyum. Ia ingin seperti burung-burung tersebut yang dengan gembiranya terbang bebas di langit. Ia ingin memberikan kegembiraan pada orang-orang yang ia sayangi. Ia ingin mengajak Ameera terbang bersamanya.
Tentang Ameera? Radit sama sekali tidak pernah berniat untuk menyerah. Kata menyerah tidak pernah ada di kamus hidupnya Radit. Suatu saat nanti, Ameera akan luluh. Dan saat itu tiba, Radit berjanji tidak akan mengecewakan Ameera. Tapi, tidak ada yang tahu dengan takdir di masa depan. Apakah perasaannya pada Ameera akan tetap sama atau hilang seperti angin? Radit hanya berdoa kalau perasaannya pada Ameera bukan perasaan yang sesaat.
Setelah puas memandangi keindahan laut, Radit mengendarai sepedanya berniat untuk pulang. Karena hari pun semakin sore.
Rumahnya berada di komplek perwira tinggi angkatan laut. Dengan nama besar dan pangkat tinggi yang ayahnya miliki, bukan berarti Radit bisa hidup enak dan dimanja. Hidupnya penuh aturan dan juga pelajaran agama yang sangat ditekankan.
Radit bukan anak tunggal. Ia mempunyai kakak laki-laki yang sedang menjalani pendidikan AAL-nya di Surabaya. Dan setelah lulus SMA pun Radit akan menyusul jejak ayah dan kakaknya.
Radit memarkirkan sepedanya di depan halaman. Sebelum masuk rumah, tak lupa ia mengucapkan salam. Ia hanya di sambut oleh bundanya yang memang sangat menyayanginya. Bundanya seorang ibu rumah tangga dan juga dokter yang sangat baik hati. Kadang Radit bingung kenapa bundanya bisa mencintai pria kaku seperti ayahnya? Ya, sifat Radit diwarisi dari bundanya, sedangkan kakaknya dari ayahnya.
Radit menyalami bundanya.
“Ayah belum pulang, Bun?”
“Belum. Kenapa? Kangen ya?”
“Bunda tau aja.”
“Udah sholat ashar belum? Jangan sampai kamu lupa sholat. Sholat itu wajib, Radit. Dosa kalau kamu nggak sholat—” ceramah bundanya.
“Eitss... Radit udah sholat kok bunda. Radit nggak bakal lupa sama nasihat bunda. Radit kan mau jadi calon imam buat perempuan sholehah kayak bunda.” Radit tersenyum dan menaik-naikkan alisnya.
“Hm... Bisa aja. Udah sana mandi. Bunda bikin brownies kesukaan kamu tuh.”
Mata Radit berbinar dan langsung memeluk bundanya.
“Makasih bundanya Radit. Tau aja Radit lagi laper.”
“Udah ah sana. Bau asem.”
“Siap, bundaku tersayang.”
Setelah melepas sepatunya. Radit berlari menuju kamarnya. Ia langsung mandi karena badannya sudah sangat lengket. Setelah mandi dan memakai baju, Radit ke dapur untuk mengambil brownies cokelat kesukaannya.
Sesampainya di dapur ia melihat bundanya yang sedang menikmati brownies juga.
Radit duduk di kursi yang berhadapan dengan bundanya dan langsung mencomot brownies yang berada di piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ameera [SUDAH TERBIT]
SpiritualAmeera si gadis dingin yang hidupnya tidak ingin diusik. Namun, Raditya si komandan paskibra sekolah yang murah senyum selalu saja mendekati Ameera membuat gadis itu risih. "Saya tidak akan butuh kamu. Kamu bukan siapa-siapa saya. Jangan pernah camp...