Masalah sudah selesai. Anggapan yang jelek-jelek tentang Radit dan Ameera sudah tidak ada. Mereka sudah tidak melaksanakan hukuman lagi. Dan Delia, ia mendapat hukuman karena telah menyebarkan fitnah itu. Walau ia bersikeras mengatakan kalau dirinya tidak bersalah, namun guru tetap menghukumnya karena perbuatan bully dan dugaan penganiayaan terhadap Ameera.
Radit menyuruh Delia meminta maaf pada Ameera. Ia melaksanakan suruhan Radit tersebut. Namun, Ameera tetaplah Ameera. Gadis itu tidak menghiraukan permintaan maaf dari Delia.Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Namun, Radit masih belum beranjak dari parkiran sepeda tempat sepeda Ameera dan sepedanya terparkir. Sudah 15 menit, Ameera belum juga muncul.
Dengan kesabaran yang tiada batasnya, Radit tetap menunggu Ameera. Ia yakin Ameera masih di dalam kelasnya. Bisa saja sih Radit menemui Ameera langsung di kelasnya, namun ia tidak ingin berduaan lagi di ruangan. Takut saja ada orang lain lagi yang iri padanya.
Kesabarannya membuahkan hasil. Ameera berjalan dari lorong kelas menuju parkiran. Radit sangat tahu kebiasaan Ameera. Ia akan keluar kelas saat hampir semua murid sudah pulang. Memang saat ini sekolah hampir sepi.
Ameera berjalan menuju sepeda gunung warna hitamnya tanpa menoleh pada Radit. Padahal tempat Radit tidak jauh dari sepeda Ameera. Radit pun menghampiri Ameera dengan wajah cerianya.
“Pulang bareng yuk, Meer!”
Ameera menganggap ajakan Radit hanya angin yang berlalu. Ia bersiap melajukan sepedanya, tapi Radit langsung menahannya. Wajah Ameera terlihat kesal dan marah.
“Pulang bareng yuk, Meer.”
“Minggir!” ujar Ameera dingin.
“Gak mau minggir sebelum kamu bilang iya.”
“Jangan buat saya kesal. Minggir!”
“Gak mau.”
“Mau kamu apa sih?”
“Buat dunia kamu berwarna. Pengen buktiin ke kamu kalau ada orang yang tulus sama kamu. Pengen buat kamu senyum sampai lupa bagaimana rasanya sedih. Pengen ngenalin kamu sama laut seperti arti nama Meer yang dalam bahasa Jerman artinya laut.”
Laut? Darah Ameera langsung mendidih ketika mendengar nama laut. Ia tahu arti nama yang sering dipanggil Radit. Maka dari itu Ameera benci pada Radit.
Mata Ameera memerah dan berkaca-kaca. Radit tidak sadar itu.
“Minggir!” bentak Ameera. Setelah itu ia melajukan sepedanya yang membuat Radit terkejut dan memilih minggir. Tidak gentar, Radit pun mengejar Ameera.
Radit terus mengayuh sepedanya dengan cepat karena ia sudah kehilangan jejak Ameera. Ia pun melewati pantai, tak sengaja matanya menangkap sosok Ameera yang sedang duduk di atas pasir sembari menenggelamkan wajahnya pada tumpukan tangannya. Di dekatnya ada sepedanya yang dibiarkan tergeletak.
Dengan langkah perlahan, Radit menghampiri Ameera. Saat hanya beberapa langkah dari Ameera, ia mendengar suara sesenggukan. Apakah Ameera menangis? Tapi, kenapa?
Radit duduk di samping Ameera, namun sedikit memberi jarak.
“Saya tau, kamu kesepian kan?”
Ameera terdengar masih menangis tanpa menghiraukan Radit.
“Karena saya tau kamu itu rapuh. Entah, saya juga bingung kenapa saya lebih tertarik membaca pikiran kamu. Selama saya mengenal wanita, tidak ada wanita yang mempertahankan sikap dinginnya. Dan, kini saya mengerti kenapa kamu mempunyai sikap itu karena ingin semua orang lihat kalau kamu kuat. Tapi, kamu gak bisa bohongin saya. Kamu pasti butuh saya, Ameera.”
Tangis Ameera berhenti. Dengan mata dan hidungnya yang memerah, ia menatap Radit.
“Saya tidak akan butuh kamu. Kamu bukan siapa-siapa saya. Jangan pernah campuri urusan saya! Saya tidak ingin mengenal lautmu itu.”
“Benarkah? Insting saya mengatakan, kamu akan butuh saya bahkan jatuh cinta pada saya.”
Ameera kesal pada lelaki di sampingnya. Kenapa dia punya kadar percaya diri yang membuat Ameera kesal? Kalau tidak mengenal suasana hatinya, sudah dipastikan Radit akan hanyut di pantai.
“Tau ah!”
Ameera beranjak dari duduk dan menghampiri sepedanya. Radit tersenyum kemenangan. Membuat seorang Ameera kesal dengan tampang menggemaskan sangat menyenangkan bagi Radit. Yang Radit butuhkan hanya tingkat percaya diri. Urusan bakal tercapai ucapannya atau tidak, itu urusan belakang. Namun, ia yakin bahwa ia akan berhasil melelehkan esnya Ameera.
10 menit telah berlalu semenjak kepergian Ameera dari sana. Radit masih terduduk di atas pasir sembari menikmati angin yang berhembus dan juga ombak yang bergulung-gulung. Senyumnya terbit di kala melihat burung-burung berterbangan di atas deru ombak. Rasanya seperti surga dunia.
Awal Radit menyukai segala hal tentang laut dan pantai, semuanya berasal dari ayahnya. Waktu kecil, Radit sering diajak ke dermaga hanya untuk menikmati pemandangan laut. Ia masih bingung kenapa ayahnya akan terdiam dan berlama-lama menatap laut? Apakah ada yang menarik di sana? Radit pikir, tidak ada yang menarik hanya ada ombak dan kapal-kapal yang terparkir. Sampai sekarang pun ia masih penasaran kenapa ayahnya begitu menyukai laut.
***
Dikit ya? Lanjutannya di part 8. Ditunggu yaaa!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ameera [SUDAH TERBIT]
SpiritualAmeera si gadis dingin yang hidupnya tidak ingin diusik. Namun, Raditya si komandan paskibra sekolah yang murah senyum selalu saja mendekati Ameera membuat gadis itu risih. "Saya tidak akan butuh kamu. Kamu bukan siapa-siapa saya. Jangan pernah camp...