Tiga

204 14 0
                                    

Andrian Helga

"Maaf, kali ini ku putar lagi cerita kita dimasa lalu. Kamu memilih pergi, dan aku berdiam. Cukup lama, dan hatiku kini sudah tak lagi untukmu".

Sesekali Kanaya tersenyum, tak lama setelah ia mengingat masa lalunya. Bryan yang tetap anteng dengan sepatu barunya, seketika merasakan diamnya Kanaya. "Woy! Liat apa sih? Sahabatnya lagi seneng bukannya ikut seneng malah asik sendiri main hp". Kanaya tersentak dari lamunannya, wajahnya kini jadi terlihat pucat, dan Kanaya hanya memberi garis lurus sedikit melengkung dalam bibirnya.

"Eh Nay, kok lu pucet sih? Kenapa?".

"Ah engga kok. Gue gapapa".

"Serius lo gapapa? Sorry ya gara-gara nemenin gue cari sepatu lo jadi kecapean". Bryan memasang wajah panik dan merasa bersalah.

"Apa sih jangan lebay deh, gue gpp".

"Udah ayo gue anterin ke kamar!"
"Lo istirahat ya, atau mau gue ambilin obat? Minum? Makan? Kompres? Ayo lo butuh apa biar gue ambilin".

"Bry lo kenapa sih? Harus banget lo jadi panik? See? Gue gpp beneran deh".

"Jangan bawel, biar lo istirahat, gue balik aja ya. Udah pokoknya nurut aja, istirahat! Gak usah kemana-mana. Sorry bgt gue repotin lo. Bye Nay, cepet sembuh!", perlahan Bryan meninggalkan Kanaya dan menutup rapat kamar sahabatnya, ia merasa bersalah karena setelah mengantarnya justru Kanaya malah jatuh sakit.

Kanaya tersenyum lalu kembali merebahkan badannya dikasur. Setelah pintu kamar tertutup, ia hanya tersenyum mendapati perlakuan sahabatnya yang terbilang cukup romantis, meskipun ia tahu perlakuan tersebut hanya sebatas sahabat tidak lebih dari itu. Kanaya tak berniat menghancurkan persahabatannya karena perasaan cinta yang hadir diantara keduanya, namun itulah faktanya. Rasa nyaman yang sudah tumbuh bahkan jauh sebelum Kanaya menjalin hubungan dengan Andri, mantan kekasihnya. Kanaya pikir, setelah ia menjalin hubungan dengan orang lain perasaan pada Bryan akan berubah. Ternyata tidak.

*flashback on*

"Bry! Gue udah jadian sama Andri!".

"Serius lo? Ciee selamat ya, semoga bahagia! Traktir dong".

"Iya nanti bakso Pak Herman ya!"

"Oke!"

"Jangan main-main soal perasaan Nay, sekarang kan lo udah gak jomblo. Terus, kalo masih ketemu sama gue, doi marah gak nih?". Ejek Bryan dengan diikuti senggolan pelan dilengan Kanaya.

"Ya enggalah, Andri juga tau kali kalo lo sahabat gue. Dia pasti ngerti kok".

"Hmm oke kalo gitu".

Entah gimana, kenapa rasanya waktu itu berat banget buat ungkapin kalo sebenernya perasaan bahagia yang dirasakan Kanaya saat akhirnya jadian dengan Andri tidak lebih bahagia dibanding kebersamaannya dengan Bryan. Bahkan mendengar ungkapan "selamat" dari sahabatnya justru membuat Kanaya tidak tega.

Tiga bulan berpacaran, dua laki-laki yang ia sayangi sibuk. Andri sibuk berlatih futsal, dan Bryan sibuk berlatih basket untuk menyambut pertandingan antar sekolah. Kanaya mulai resah, dan bingung antara memilih menemani pacar atau sahabat ketika mereka berlatih. Namun ia berhasil membagi waktu karena jam latihan antara futsal dan basket berbeda 1 jam. Kanaya memberi semangat kepada keduanya. Bahkan sesekali Kanaya membelikan 2 minuman untuk menambah semangat keduanya.

Ternyata, menjalin hubungan dengan kapten futsal membuatnya tidak tahan karena selalu diikuti adik kelas bahkan teman seangkatan yang ingin mencoba memberi perhatian pada Andri. Untungnya, Kanaya berhasil menahan rasa kesalnya, sampai akhirnya rasa kesalnya meluap setelah melihat perhatian yang cukup romantis yang diberikan oleh seorang adik kelas bernama Sabira. Membawakan satu bucket bunga dan coklat yang dibalut pita pink, diberikannya pada Andri setelah tim futsal SMA Mutia Persada dinyatakan menang saat pertandingan melawan SMA Hasna Jakarta.

Api cemburu membakar Kanaya, tak lagi ingin berkata-kata, Kanaya meninggalkan moment tersebut dan memilih untuk bersama Bryan dan larut dalam bahagia karena tim basket SMA Mutia Persada juga dinyatakan menang saat pertandingan. Satu hari kemudian, Andri datang kerumah Kanaya untuk meminta maaf, Kanaya memang memaafkannya, namun kata "maaf" tidak lagi terlihat ketika dengan mudah, Andri mengatakan kata "putus" dengan alasan agar Kanaya tidak merasakan sakit hati lebih dalam lagi".

*flashback off*

Kanaya kini sudah terpejam, dan merasakan ada yang hangat ketika bangun pagi. Tangan Kanaya kini ada yang menggenggam, dan sosok tersebut adalah Bryan, yang sudah rapi dengan pakaian putih abu.

"Kok lo ada disini sih?".

"Hahaha, jemput lo lah geblek! Lo kayaknya kecapean banget deh sampe lupa hari ini senin, sekolah Nay!".

"Hah? Jam berapa sih? Yah gue telat".

"Masih jam setengah tujuh kok. Udah cepet mandi, terus siap-siap, gue tunggu dibawah".

"OK!"

MELEWATKANMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang