Empat

230 8 0
                                    

Kesempatan untuk selalu bersama, memang sangat dinikmati oleh keduanya terlebih Kanaya. Bahkan disaat mereka dihukum oleh guru kesiswaan karena mereka terlambat mengikuti upacara pun dilewati dengan canda tawa tanpa sedikitpun ada kemarahan dari keduanya. Perasaan egois pada diri masing-masing tak menjadi angkuh karena ikatan yang mereka jalin hanyalah sebatas sahabat.

Kanaya memiliki hati yang mungkin tidak dimiliki banyak orang, ia begitu sabar ketika mendapati segala pertanyaan dari sahabatnya mengenai hubungan Kanaya dan Bryan. Memang kedekatan mereka tak cukup hanya dikatakan sebagai BFF (Best friend forever), dan layak dikatakan sebagai relationship goals, sampai membuat iri siswi-siswi yang juga naksir pada Bryan, karena Bryan salah satu list "most wanted" disekolahnya. Kanaya tidak pernah ambil pusing, karena menurutnya ia memang beruntung bisa kenal Bryan dan sampai saat ini selalu bersama meskipun hanya bersahabat.

"Nih rasain!", sifat iseng Bryan memang sudah tak asing lagi bagi Kanaya. Bahkan saat dihukum pun, Bryan masih tetap iseng mengerjai sahabatnya dengan menyemprotkan air diselang pada Kanaya.

"Bryan! Stop it!"

"Hah apa? Gak denger"

"Oh gosh! Nih terima balesan dari gue!", Kanaya membalasnya dengan menciprat-cipratkan busa ditangannya.

Pecah dengan tawa, sampai akhirnya bel istirahat bunyi dan hukuman selesai. Keduanya kembali kekelas untuk menyimpan tas, lalu dengan sigap Bryan mengajak Kanaya kekantin karena perutnya sudah meminta untuk diisi.

Memang benar, selama hidup didunia tidak akan selalu berjalan dengan mulus. Pahit manis asam hidup harus ditelan, karena untuk mencapai tingkat bahagia, harus melewati keringat lelah dan rasa pahit terlebih dahulu.

Keesokan harinya, hati Kanaya tersentil saat kalimat halus namun pedas menyambar batinnya.

"Gue sih kalau deket sama cowo, gamau tuh cuma dianggap sahabat aja. Apalagi kalo gue harus bertahan tanpa kepastian. Dan gue gamau jadi orang munafik, pura-pura bahagia hidup sama cowo yang cuma dianggap sahabat!"

Saat itu, Kanaya tak sedang bersama Bryan, karena Bryan sedang ada urusan dengan beberapa tim basket. Kanaya mendengarkan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut seseorang dengan cermat, sambil menyeruput es jeruk dan makan siomay dikantin bersama Octa. Sampai akhirnya, acara makan Kanaya seketika terhenti dan berganti menjadi melamun seolah Kanaya telah membenarkan ucapan seseorang yang berada dibalik punggungnya.

Bel pulang sudah berbunyi, Kanaya lari sekuat tenaga agar Bryan tak mengejarnya. Saat ini Kanaya memutuskan untuk pulang naik taxi, dari jauh terdengar teriakan suara Bryan yang memanggil namanya, namun Kanaya menghiraukannya. Saat setelah taxi tiba, Kanaya segera masuk kedalam mobil dan menyebutkan sederet alamat rumahnya. Untung saja, Bryan tak mengikutinya sampai kerumah, namun ponsel Kanaya tidak berhenti bergetar dan layar ponselnya menunjukkan nama "my soul, Bry". Kanaya tetap mendiamkan panggilan masuk dari sahabatnya, dan memilih menaruh ponsel pada tasnya, dan ia merebahkan badannya diatas kasur.

Kanaya masih membenarkan ucapan tadi, ia merasa bahwa ada yang salah ketika dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda, menjalin sahabat tanpa perasaan yang lain. Kanaya membenarkan karena faktanya ia memang sayang berlebih pada sahabatnya. Bahkan ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ada hasrat tersendiri untuk menjalin hubungan yang lain dengan Bryan. Namun ia tetap mengubur keinginannya. Semalaman ia memikirkan hal tersebut, sampai ia sadar jam menunjukkan pukul 1 malam. Kanaya mencoba memejamkan matanya, hingga ia kembali membuka mata pagi hari untuk berangkat sekolah. Kejutan pagi adalah ketika Bryan sudah berada ditengah keluarga Kanaya yang sedang menyantap hidangan pagi. Kanaya sedikit tersentak kaget, saat mendengar Bryan meneriakan namanya. "Pagi inces. Jam segini baru keluar kamar, habis bertapa?". Seketika tawa pecah, dan Kanaya segera menuju meja makan untuk ikut menyantap roti selai coklat kacang dan susu milo sebelum berangkat sekolah.

"Kemarin lo buru-buru amat, terus gue telfon juga gak diangkat. Kenapa?". Pertanyaan sahabatnya membuatnya agak tersedak.

"Uhuk! Hm gak kok gpp, kemarin lg pengen pulang cepet aja. Iya sorry, hpnya ada di tas, gue langsung tidur soalnya". Sedikit berbohong, dan meyakinkan kalimatnya agar Bryan percaya dan tidak bertanya lagi.

Jam menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit, Bryan segera mengajak Kanaya untuk berangkat, tidak ada pilihan lain selain mengiyakan ajakan sahabatnya. Saat perjalanan, Kanaya hanya diam dan berkutik dengan ponselnya. Sesekali Bryan melirik Kanaya, sebenarnya ia tahu kalau ada yang sedang disembunyikan, namun Bryan memilih diam dan menunggu Kanaya bercerita. Mobil terparkir dihalaman parkir sekolah, keduanya berjalan beriringan menuju kelas, dan saat itu ada seseorang yang menatap dengan sinis.

Bryan tidak ingin melewatkan jam istirahat kekantin, ia segera mengajak Kanaya, namun ajakannya ditolak. Bryan kecewa dan memilih pergi meninggalkan Kanaya.

"Eh sorry, gak sengaja. Yah baju lo jadi kotor kena es, sini sini gue bantuin bersihin". Tiba-tiba saja seseorang dengan sengaja menubrukkan dirinya yang sedang memegang secangkir es jeruk pada tubuh Bryan.

"Loh eh, gpp kok bisa gue bersihin sendiri".

"Serius gpp? Sekali lagi gue minta maaf ya gak sengaja".

Kali ini mood Bryan benar-benar tidak baik, jam istirahat ia habiskan dikamar mandi untuk membersihkan bekas air es jeruk. Setibanya dikelas, ia segera duduk dan kembali merapikan mejanya, lalu berkutik dengan ponsel berharap Kanaya bertanya padanya.

Disisi lain, saat Kanaya melihat kedatangan Bryan dikelas, ia melihat ada bercak orange di baju putihnya, ingin sekali ia bertanya, namun diurungkan niat tersebut karena ia berpikir bertanya pun tak akan digubris. Kanaya tau Bryan masih kesal padanya, sudah 2 hari ini bahkan. Keduanya sama-sama keras kepala tidak ingin mengalah untuk sekedar membuka percakapan. Untungnya jam terakhir tidak ada guru karena sedang dikirim kepala sekolah untuk rapat mata pelajaran, kesempatan Bryan untuk kekantin karena perutnya merasa lapar, dan ia pergi seorang diri.

MELEWATKANMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang