You Feeling Me

60 17 1
                                    

Sejak hari itu, Renzo meminta Trivia kembali menjadi pacarnya. Dia akan mengulang kembali kisah cinta mereka dari awal. Mengulang semua cerita yang akan menghapus sesak di dadanya, walaupun rasa penyesalan itu masih ada. Rasa penyesalan itu masih tertanam di relung hati dan semoga saja penyesalan itu cepat pergi.

"Lo gak boleh kecapekan Vi, nanti lo jadi sakit," ucap Renzo seraya mencekal tangan Trivia kala gadis itu terus menerus berlatih Taekwondo. Gadis itu membuat Renzo bingung, sejak kapan Trivia suka olahraga?

"Gak usah sok peduli lo! Kemarin-kemarin kemana aja?!" tanya Trivia sengit seraya menepis tangan Renzo yang masih mencekal tangannya.

Renzo terperangah. Trivia tak pernah bersikap kasar seperti ini kepadanya. Menatapnya sinis bahkan dia sampai mengeluarkan kata-kata yang terdengar ketus membuat Renzo menghembuskan nafas, mencoba menenangkan amarahnya.

"Aku peduli sama kamu karena aku ini pacar kamu!" Renzo menatap Trivia lembut namun perkataannya terdengar penuh penekanan.

Trivia tertawa. Tawa dramatis yang terdengar menggelegar. Lalu dia kembali diam dan menatap cowok di depannya ini dengan datar nan dingin. "Pacar? Bukannya gue ini pacar pura-pura lo ya? Atau lebih tepatnya gue ini adalah cewek yang pernah lo jadiin bahan taruhan dengan teman-teman lo yang brengsek itu?"

Trivia tersenyum sinis karena tak ada reaksi yang diberikan Renzo atas ucapannya tadi.

"Aku minta maaf Vi, aku--"

"Simpan aja maaf lo yang gak guna itu!" Selanjutnya Trivia beranjak mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan Renzo.

Renzo mengepalkan tangan ketika dengan sengaja Trivia menabrak bahunya. Jujur saja sikap Trivia yang sekarang ini berbeda dengan sifat gadis itu yang dulu. Trivia yang lemah lembut dan selalu menampilkan senyum ceria kini berubah menjadi Trivia yang jutek, kasar dan pembangkang.

Dan kini Renzo rindu Trivia yang dulu.

Renzo menghembuskan nafas untuk meredakan amarahnya.

"Sabar bro, ini cobaan buat lo karena lo udah sia-siain dia dulu. Dia udah berkorban banyak buat lo, masa lo cuma dikasarin gini amarah lo kesulut? Pengecut lo kalau begitu."

Renzo menoleh dan mendapati Gerri yang tersenyum miring.

"Ngapain lo?!" Renzo bertanya sinis.

"Melihat sepasang kekasih yang sedang bertengkar mungkin. Yang cowoknya sok perhatian dan ceweknya sok cuek." Gerri mengangkat bahunya acuh.

"Tau apa lo?!"

Gerri berjalan mendekat. "Menurut lo gue tau apa ya?" Gerri mengetuk jari di dagunya. "Tau tentang perasaan lo selama ini ke Trivia mungkin? Atau tentang seberapa depresinya lo atas kabar kematiannya dulu?"

"LO GAK TAU APA-APA!"

Amarah Renzo kini mencuat. Melihat Gerrri dengan raut wajah yang menyebalkan membuatnya kembali mengingat taruhan yang menjadikan Trivia sebagai targetnya.

Gerri terkekeh ketika Renzo mencengkeram kerah bajunya. "Berarti tebakan gue salah dong? Oke deh gue ganti. Jadi selama lo pacaran pura-pura sama Trivia, lo udah suka kan sama dia? Lo pura-pura cuek sama dia karena lo gak mau dia tau karena lo beneran suka sama dia. Terus lo sempet depresi gara-gara tau kabar kematian Trivia dan lo bahkan sampai nangis di pemakaman Trivia."

Renzo tertegun. Bagaimana bisa Gerri tahu kalau dia pernah menangis diacara pemakaman Trivia? Dan bagaimana bisa cowok itu tau semuanya? Rasanya terhadap gadis itu?

"Gue bener kan? Apa gue perjelas lagi kalau lo itu ..."

Bugh!

"LO BENER! GUE EMANG SUKA SAMA DIA! PUAS LO!?" teriak Renzo membahana.

Gerri menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Lalu dia tertawa geli yang membuat Renzo semakin geram.

"Karena itu gue hadir. Gue pengen lo jadi laki seutuhnya men, gak jadi pengecut yang bisanya memendam rasa secara diam. Lo gak gentle!"

"LO GAK BAKAL TAU APA YANG SEKARANG LAGI GUE RASAIN! LO--"

"GUE TAU PERASAAN LO! GUE TAU!" balas Gerri tak kalah keras dari Renzo. "Gue tau semua perasaan lo! Perasaan kehilangan orang tersayang, rindu sendiri dan penyesalan yang terus menghantui lo. GUE TAU SEMUA!"

Gerri mengepalkan tangan. Mengucapkan kalimat itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang, nafasnya memburu dan memori ingatannya seolah dipaksa untuk mengingat masa lalunya, masa-masa yang membuat Gerri menjadi sekarang. Tak punya hati dan perasaan.

"Gimana lo bisa tau perasaan gue kalau lo sendiri aja belum pernah berada di posisi gue?!"

Bugh!

Renzo terkesiap saat kepalan tangan Gerri menghantam pipinya sangat keras. "Kok lo tonjok gue sih?! Seharusnya gue yang marah sama lo! Karena lo udah jadiin Trivia barang taruhan!"

"Tangan gue gatel aja gitu pengen nonjok lo," sahut Gerri acuh. "Emang iya gue jadiin Trivia bahan taruhan karena gue pengen tau seberapa gentle lo untuk tetap jadiin cewek itu bahan taruhan atau lo kayak jadi kayak gue dimasa itu, cowok pengecut yang bisanya memendam rasa secara diam-diam."

"Maksud lo?"

"Lo terlalu pintar untuk mengartikan ucapan gue tadi." Gerri menatap Renzo datar. "Seharusnya lo beruntung, orang yang lo sayang kembali lagi. Tapi emang dasar lo nya aja sih yang gak tau diri, lo malah nuduh dia yang iya-iya."

Renzo menatap Gerri bingung. Pasalnya semua ucapan yang diucapkan cowok itu selalu benar, dan semua itu adalah kalimat sindiran yang entah mengapa terasa menohok hati Renzo.

"Gue bukan cenayang, mind reader, dukun atau sejenisnya," ucap Gerri lagi dan lagi seolah dia bisa membaca isi kepala Renzo dengan mudah.

"Otak lo itu terlalu transparan buat gue baca." Gerri tersenyum miring.

Cowok itu menepuk pundak Renzo. "Lo hanya perlu berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. Ikuti kata hati lo, buang jauh-jauh ego lo yang besar itu. Karena cinta itu menjadikan hati sebagai perasa, bukan ego yang berambisi untuk mendapatkan sesuatu tanpa harus berusaha. Cinta adalah perjuangan dan pengorbanan. Dengan cinta juga, lo akan paham apa itu arti ketulusan. Kalau lo udah mulai capek dalam berjuang, lo boleh berhenti tapi lo gak boleh melepaskan apa yang seharusnya bisa lo genggam. Hidup itu simple dan cinta itu rumit."

Gerri tersenyum miring. "Lo boleh cinta, tapi jangan berlebihan. Karena sepintar apapun orang itu, jika cinta sudah mengusai semua, dia bakalan berubah jadi bego detik itu juga."

"Berjuang jika hal itu pantas untuk diperjuangin! Dan jangan mau jadi orang bego karena terlalu kebanyakan cinta!"

Renzo terdiam di tempatnya. Otaknya kini mulai mencerna tiap kalimat yang diucapkan Gerri. Semua ucapan Gerri memang benar adanya, dia adalah seorang pengecut yang selalu memendam rasa tanpa mau berusaha untuk mengungkapkannya.

"Lo benar, berjuang jika hal itu pantas untuk diperjuangin."

Back Again? [CS 2]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang