Katanya, Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan umatnya. Terkadang aku merasa Tuhan belum Adil.
Bersama motor matic kesayangannya Agreta menyusuri jalan. Karena jam kerja pun sudah habis sejak dua jam yang lalu, jadi dia memutuskan jalan-jalan saja.
Pulang? Definisi pulang bukankah saat kamu merasa di rumah merasa nyaman dan aman? Sayangnya, Agreta tidak pernah mendapatkan dua hal itu saat berada di rumah. Malah makin kesini Ibunya suka membawa lelaki ke rumahnya dan bermain di rumah. Rumah bagi Agreta adalah tempat terhoror.
Dulu Agreta merasa hidupnya paling sempurna. Memiliki keluarga terbaik yang selalu ada saat dirinya lemah. Papa yang baik dan selalu memanjakannya. Dulu, mana pernah Agreta kerja keras mencari uang sendiri, malah Papanya akan ngamuk kalau Agreta ketahuan mencari pekerjaan. Ibunya dulu itu baik, tidak kelihatan seperti sekarang perempuan malam yang hobinya pulang pagi sama dimasukkan burung sana sini.
Papanya meninggal akibat tabrakan maut dan Papanya meninggal di tempat. Seminggu setelah Papanya meninggal dia dan Ibunya di usir dari rumah akibat semasa Papanya hidup terlilit hutang. Ibunya setidaknya mengajak Agreta tinggal di kontrakan sederhana.
Dirasa lelah Agreta memilih melajukan motor kesayangannya ke arah kontrakannya. Agreta melewati jalan yang sudah lumayan sepi. Sekitar satu meter lagi dari arah rumahnya, Agreta bisa melihat mobil sedan hitam terparkir depan rumahnya. Sebenarnya, gang rumah Agreta tidak terlalu sempit muat lah untuk masuk dua mobil.
Pas sampai depan rumahnya Agreta memarkir motornya dan memejamkan matanya sejenak. Apa Ibunya sedang melakukan pekerjaannya, tapi kenapa di rumahnya sendiri.
Agreta menggelengkan kepalanya berusaha menggusir berbagaai pemikiran buruknya. Dengan perlahan Agreta membuka pintuu rumahnya dan nulai mencari keberadaan Ibunya. Ini yang Agreta benci dalam dirinya. Sebenci apapun dia dengan Ibunya tetap saja dia mengkhawatirkan perempan yang telah melahirkannya itu.
"Ahh... Ahh... Terus mass... "
Sial. Agreta malah mendengar suara laknat itu.
"Yess... Baby... Dorong terus... Ahh... "
Agreta menutup telinganya dan berlari ke luar rumah dan membanting pintunya dengan kencang. Persetan kalau Ibunya dan lelaki itu mendengar.
Dengan air mata yang sudah tidak terbendung lagi Agreta berlari dan meninggalkan sepeda motornya begitu saja. Tapi memang malam ini Agreta sedang tidak hoki, di ujung gang ada segerombolan lelaki yang menggodanya.
"Mau kemana neng?"
Agreta menatap tajam mereka semua satu persatu, karena memang total berjumlah tujuh orang. Di tatap tajam oleh mangsanya malah membuat mereka makin semangat menggoda Agreta. Apalagi memang tubuh Agreta kelihatannya sangat seksi di mata mereka.
"Dari pada sendirian mending kita-kita temenin gimana?"
Satu persatu dari mereka mulai sedikit bergerombol dan mengepung Agreta. Agreta sudah menyiapkan kuda-kudanya. Beruntungnya Agreta sedikit bisa bela diri untuk menjaga dirinya. Tapi, masalahnya satu lawan tujuh mana imbang.
Lelaki dengan tato di seluruh lengannya mulai menoel dagu Agreta. Dengan Cepat Agreta menahan lengan itu dan menendang titik pusat kehidupannya. lelaki itu mengerang kesakitan dan terjatuh ke tanah. Agreta melihat celah untuk kabur dan menggunakan kesempatan itu.
"WOY BERHENTI LO!" teriak salah satu dari mereka.
Agreta terus berlari sampai di ujung gang dia tidak melihat ada sebuah mobil dari arah yang lain. suara klakson itu memekakkan telinga. Dan sorot lampu itu sangat menyilaukan pemandanganya. Tuhan, Agreta masih ingin hidup!
Sampai akhirnya terdengar bunyi klakson yang panjang dan teriakan Agreta. Tapi, selama sepuluh detik Agreta memejamkan mata dia merasa tubuhnya tidak tersentuh oleh apapun. Agreta memberanikan diri membuka matanya dan sekali lagi klakson mobil itu berbunyi.
Agreta bisa melihat orang di dalam mobil itu sedang mengumpat dirinya. Sampai, akhirnya Agreta mendengar gemuruh langkah kaki dan teriakan segerombolan laki-laki itu.
"Whoaa, lihat siapa yang kita temui?"
"Hello cantik kita ketemu lagi kan?"
Kini mereka langsung mengepung Agreta.
"To-tolong lepasin gue," ucap Agreta dengan suara memohon.
Mendengar Agreta memohon untuk di lepaskan kompak mereka tertawa kencang. Dan satu lelaki berambut jabrik maju dan jemarinya dengan kurang ajar menelusuri wajah Agreta. Agreta sudah gemetaran.
"Tolong, to-"
Plak
Lelaki itu langsung menjambak rambut Agreta. "Mau ngapaiin Lo teriak-teriak minta tolong gak bakal ada yang nolongin."
"Ternyata sekumpulan lelaki kek kalian modelnya banci semua yah," ucap seseorang.
Mereka semua kompak menoleh ke asal suara. "Siapa lo berani-beraninya ngataiin kita banci?"
Lelaki itu masih bersandar di kap mobil sambil menyilangkam kedua tangannya di depan dada. "Perlu banget tau siapa gue?"
Kini semua orang mengepalkan tangannya. Lelaki jabrik yang sedang menjambak rambut Agreta langsung melepaskannya dengan kasar dan maju mendekati lelaki itu.
"Halah banyak bacot lu," ucap lelaki berambut jabrik itu dan dengan cepat berjalan kearah lelaki itu dan memberi pukulan.
Tapi, sayang pukulan itu bisa di tahan dan dengan cepat dia memukul tepat di hidung lelaki rambut jabrik itu sampai dia tersungkur ke belakang. Lalu, satu persatu dari mereka maju dan mengeroyoknya. Tapi, siapa sangka satu persatu dari mereka akhirnya tumbang.
Gerombolan lelaki itu semua pergi dengan terbirit-birit, karena merasa tidak mampu lagi menghadapi orang asing itu.
Lelaki itu menghampiri Agreta yang masih terduduk di tanah. Lelaki itu mensejajarkan wajah mereka. "Malam ini utang lu banyak sama gue. Pertama gue gak jadi nabrak lo, kedua gue nolongin Lo yang pengen di perkosa."
Agreta mengerjapkan matanya berulang kali. "E-eh, kamu Bapak-bapak yang aku anterin bajunya."
"Gue gak setua itu untuk Lo panggil Bapak. Buruan bangun gue anter Lo pulang." Pangeran bangun dan berbalik ingin melangkah kearah mobilnya.
"Eh, Pak, saya pulang sendiri aja." Tolak Agreta buru-buru bangun.
Pangeran berbalik dan memutar bola matanya dengan malas. Lalu, Pangeran membuat lingkaran menggunakan jemarinya. "Lo liat emang muka gue setua itu untuk lu panggil Bapak?"
Agreta menggaruk belakang lehernya bingung. "Ehm, maaf Bang,"
"God. Gue bukan tukang bakso."
Salah lagi. Keluh Agreta.
"Maaf, Mas."
"Gue bukan toko emas berjalan. Cukup panggil gue Pangeran. Cepet gue anter Lo balik ke rumah."
"E-eh gak usah Mas, eh, Pangeran aku balik sendiri aja." Tolak Agreta sekali lagi.
Pangeran hanya menganggukkan kepalanya. "Gue tunggu Lo bayar hutang-hutang Lo yang tadi gue sebutin."
"Hah?"
Pangeran sudah lebih cepat berjalan memasuki mobilnya dan berjalan melewati Agreta. Setelah, mobil Pangeran melewati dirinya Agreta baru tersadar.
"Dasar laki kirain nolongnya ikhlas malah dibuat hutang. Mana maunya di panggil Pangeran. Pangeran apaan? Pangeran kecebong."
***
Halooooo
Niatnya mau di private tapi gak jadi deh karena ada pemberitahuan bahwa mode private akan ditiadakan

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy's Rules LANJUT DI FIZZO
RomanceNamanya Pangeran Fernandes Wolsh badboy di kampusnya, tapi tidak memiliki pacar. Sampai, akhirnya bertemu dengan Agreta Veronica Milles mahasiswi biasa yang terlibat banyak hutang. "Ikuti seluruh peraturanku maka hidupmu terjamin." Sejak saat itu ya...