7 tahun kemudian ...
Tujuh tahun telah berlalu. Kini usia Karin sudah dua puluh tahun dan ia tengah berada di tahun kedua pendidikan kuliahnya. Hingga sampai saat ini, Karin masih memilikinya. Sebuah kemampuan aneh yang masih ia cari tahu apa sebenarnya itu. Namun sayangnya, hingga sampai saat ini, Karin bahkan tidak menemukan satu pun artikel di Google yang membahas atau setidaknya berkaitan dengan kemampuan anehnya. Secara garis besar, kebanyakan ia hanya menemukan teori Lucid Dream dari kata kunci yang ia ketikan di papan pencarian. Hanya itu, yang Karin tahu kalau itu sama sekali tidak berguna karena ia merasa Lucid Dream hanyalah sekadar pembangkit kemampuan anehnya.
Seperti saat ini misalnya. Gadis berambut hitam panjang bergelombang itu terus berkutat pada laptopnya untuk browsing di internet mengenai kemampuan anehnya—sambil menyeruput jus alpukat. Meskipun bosan melakukan itu sebagai rutinitasnya selama beberapa tahun terakhir, tapi Karin tetap tidak menyerah dalam menggali informasi walaupun ia tahu akhirnya akan selalu sama. Nihil.
Di tengah riuhnya suasana kantin kampus, Karin masih asyik saja membaca artikel demi artikel yang mungkin akan sedikit memberi informasi yang ia butuhkan. Sampai tiba-tiba suara cempreng yang sangat dikenalinya berhasil membuatnya terkejut setengah mati hingga membuatnya tersedak jus alpukat yang sedang diseruputnya.
“Lizy!!!” pekiknya marah pada sosok gadis berwajah imut yang kini mengambil posisi duduk di hadapannya tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“Maaf, sengaja,” jawabnya sambil menyengir kesenangan. “Mangkanya jangan terlalu serius, Karin. Itu tidak baik untuk kecantikan. Nanti kulitmu akan cepat keriput.”
“Dasar tidak tahu diri! Kau bahkan tidak merasa bersalah sama sekali, kan?! Sekali lagi kau melakukan hal yang seperti itu kepadaku, akan kuhapus kau dari daftar pertemananku.”
“Jahat sekali,” protes Lizy cemberut. “Aku ‘kan sudah meminta maaf padamu. Lagi pula kenapa sih, kau tidak berhenti saja mencari tahu tentang itu? Percuma, kau tidak akan mendapatkan informasi apa pun dari internet. Kemampuan anehmu itu tidak ada yang memilikinya lagi selain dirimu.”
“Setidaknya lebih baik berusaha daripada hanya berdiam diri saja, kan?”
“Terserah!” jawab Lizy menyerah. Ia kemudian sibuk sendiri menatap ponselnya.
Karin tidak lagi memedulikan keberadaan Lizy. Ia kembali berkutat pada bacaannya. Bicara soal Lizy, gadis itu adalah sahabat karibnya dari SMA. Ia tahu segalanya tentang Karin termasuk kemampuan anehnya. Karin bersyukur setelah Lizy tahu itu, bukannya menjauhinya, ia justru malah terlihat antusias pada Karin dan ingin Karin melakukan hal yang sama kepadanya seperti apa yang dilakukannya kepada Rina waktu SMP dulu. Tapi tentu saja Karin tidak ingin itu terjadi karena ia tidak mau Lizy bernasib sama seperti Rina.
Selain Lizy, ada seorang lagi yang mengetahui kemampuan aneh Karin. Yaitu Denis. Dia adalah teman satu jurusan Lizy yang dikenalkannya kepada Karin. Tapi, dari pada hanya sekadar teman dekat, Karin lebih melihat mereka seperti pasangan serasi dan saling melengkapi. Denis pintar, Lizy agak bodoh. Denis pemberani, Lizy sangat penakut. Denis tampan dan Lizy juga cantik. Oke, ini terdengar seperti mengintimidasi Lizy. Tapi memang begitulah mereka. Karin merasa mereka saling melengkapi, walaupun semua kelebihan hanya tampak pada Denis. Mengapa Karin berpendapat demikian? Tentu saja jika tidak ada yang memicunya, Karin tidak akan mau membuang waktu untuk menjodoh-jodohkan orang.
Yap! Itu karena Karin pernah memergoki Denis sedang memandangi foto Lizy dengan tatapan yang sangat menunjukkan kalau ia menyukai Lizy. Tapi kalau Lizy sendiri, Karin masih belum tahu pasti gadis itu menyukai Denis atau tidak. Karena matanya tidak pernah berpaling dari cowok-cowok yang berpenampilan ala Korea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Traumwelt
FantasyKarin adalah seorang mahasiswi yang memiliki kemampuan aneh semenjak ia duduk dibangku SMP. Ia bisa membawa dirinya sendiri dan orang lain memasuki dunia mimpi yang menakjubkan, Traumwelt. Traumwelt adalah sebuah negeri yang menjadi kehidupan kedua...