Alex POV
Pagi itu aku datang 2 jam lebih awal, seperti biasa. Walaupun semalam aku begadang untuk mengecek laporan meeting yang Asha kirim kemarin. Aku ingin menerapkan standar tinggi kepada para pegawai sekaligus menjadi contoh yang baik. Kemudian aku bergegas ke pantry untuk menghangatkan kopi yang aku buat menggunakan microwave. Aku harap aku bisa menyuruh seseorang untuk melakukan hal sepele ini. Tapi karena belum ada pegawai lain yang masuk, mau tidak mau aku mengandalkan diriku sendiri.
"Well, coba kita lihat apa si tukang tidur itu ada diruangannya" ujarku dalam hati. Ada sedikit rasa kecewa saat aku lihat ruangan itu masih kosong. Aku melihat ke sekeliling ruangannya, tidak terlalu besar, dan agak berantakan menurut selera ku. Tumpukan banner dan box terlihat disudut ruangan, ada beberapa mug berukuran besar di atas rak, disebelahnya ada beberapa buku, sebagian besar adalah novel fiksi. Aku beralih ke meja kantornya, ada satu foto tertempel di samping layar komputer, foto Asha bersama 2 orang temannya. Asha memakai topi ulangtahun kerucut, dan sedang meniup kue ulangtahun. Lilin angka 2 dan 3 menancap diatas kue tersebut. Tanggal yang tertera di foto tersebut menunjukan tahun 2017. Kemudian aku dikejutkan dengan suara wanita.
"Pagi Pak Alex, ada apa ya pak?" ucap Asha sambil memasuki ruangannya. Dia membawa satu buah tas pundak, serta tumbler berwarna kuning cerah. Ada yang berbeda dari dia hari ini. Oh ya, Rambutnya tergerai menutupi dadanya dan terlihat masih basah diujung. Selama ini aku selalu melihat dia dengan rambut dikuncir atau diikat dengan asal-asalan. Parka warna hijau tua, dan lagi-lagi skinny jeans hitamnya, serta sepasang sepatu converse berwarna merah. Terlihat...amat sangat kasual. Walaupun aku tahu kantor ini tidak begitu formal dan tidak mengharuskan para pegawainya untuk memakai baju kerja formal. Aku sendiri terbiasa memakai pakaian kerja formal. Kemeja garis abu-abu, celana safari hitam serta sepatu pantofel.
"Hmm...cuma mengecek keadaan ruangan kamu saja" Dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi aku langsung membungkamnya dan menanyakan kedai "green juice" terdekat dari kantor ini. "Kalau ngga salah di cafetaria, atau di lantai dasar, sebelah loby Pak" ujarnya sambil menaruh tasnya di meja.
"Yasudah, tolong kamu belikan saya satu jus kale dan wortel. Bawa langsung ke ruangan saya. Okay."
"Tapi bukannya bapak punya asisten, Clara? Dia yang biasa bawain green juice buat Bapak?" Dia berucap agak kesal sambil menggesturkan tangannya. Jari-jarinya menari dan terlihat sangat halus.
"Dia belum datang. Daripada kamu komplain, mending langsung kamu cari pesenan saya." kataku sambil berjalan ke arah ruang kerjaku. Tidak perduli bahwa Asha memasang muka cemberut dan bergegas menuju ke cafetaria.
____________________________________________________________________________
Hari itu berjalan lambat, tapi cukup menyenangkan. Aku menjadikan Asha asistenku pada hari ini. Karena ternyata Clara izin sakit. Pada jam makan siang, aku tau dia sangat kerepotan dengan menu pesananku. Aku memesan satu buah salmon poke bowl dan segelas air lemon. Di cafetaria tidak ada yang menyediakan menu itu. Dan dia pun memesannya melalui layanan pesan antar. Aku protes ke dia, sudah pukul 2 siang dan dia baru membawakan makan siangku. Ada rasa kepuasaan yang aneh, saat aku melihat raut muka cemberutnya. Aku tidak pernah menyangka akan merasa sepuas ini menjahili bawahanku. Well sebenarnya aku bukan tipe atasan yang sering berkumpul dengan pegawai-pegawainya. Aku lebih memilih mengevaluasi hasil kerja hari ini dibandingkan ikut kumpul-kumpul dengan yang lain. Tapi dengan Asha, ada sesuatu yang berbeda. Aku bisa melihat semangat ia bekerja, passion yang dia curahkan dalam setiap presentasinya. Bagaimana mood dan raut wajahnya bisa berubah seketika saat aku mengatakan bahwa campaign yang baru akan segera dilaksanakan, bahwa klien sangat puas dengan hasil kerjanya, dan dia harus bersiap-siap menyiapkan project berikutnya.
Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, aku masih memeriksa beberapa laporan. Saat aku lihat Asha melintas keluar. Sebenarnya aku ingin memintanya untuk lembur bersamaku. Tapi aku mengurungkan niat, dan membiarkan ia pulang untuk beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Road and Pride
Romansa**UNDER REVISION AFTER A LONG HIATUS** "Dengan Mba Asha, lagi?" Aku mendongakkan kepalaku dan melihat dengan kaget. Ini kan driver yang kemarin sempat aku bentak. Anehnya dia tetap tersenyum, dan aku baru sadar dia mempunyai sepasang lesung di pipi...