"Aku masih tidak dapat mempercayai keputusanmu itu.."
"Kau masih mempermasalahkan hal itu, Chihaya-san?"
Sebuah pukulan langsung diarahkan ke kepalaku, "Panggil aku, Kisaragi-sensei, jika kita sedang berada di sekolah.
Aku mengelus bekas pukulannya. Akan bohong rasanya jika mengatakan pukulan tadi tidak sakit, "..baik, Kisaragi-sensei."
Wanita di hadapanku ini adalah seorang guru sastra Jepang sekaligus teman baik kakakku, yaitu Kisaragi Chihaya, yang sedang terlihat emosi ketika melihat formulir rencana karir milikku. Kupikir tidak akan bermasalah, seharusnya aku bisa menebak bila akan berakhir di ruang konseling.
Apakah sebaiknya tadi aku mengisinya lalu menambahkan beberapa kata asing disana? Apa menambahkan beberapa kata asing bisa menambahkan poin plus didalamnya?
Ketika kulihat ekspresi Kisaragi-sensei yang melihat formulir rencana karir milikku, ekspresi sebaliknya yang aku dapatkan.
"Begini, Hirose, apa kau mengerti maksud dari sekolah memberikan formulir ini ketika di kelas tadi?"
"...agar murid bisa merencanakan apa yang akan dilakukan setelah lulus nanti."
"Benar sekali. lalu kenapa kau justru mengumpulkan dalam keadaan kosong seperti ini? Apa ini artinya kau tidak mempunyai masa depan?"
Dia mengatakan itu sambil memberiku tatapan mata yang sangat kejam ke arahku.
Ini prinsipku. Akan tetapi aku merasa bahwa mengisi formulir rencana karir tidak akan memiliki kontribusi yang besar dalam masa depan setiap orang. Maksudku, bisa saja saat ini menulis rencana masa depan menjadi seorang dokter, tetapi yang akan terjadi beberapa tahun ke depan berakhir menjadi seorang karyawan perusahaan saja. Selain sifat formulir yang tidak mutlak, alasan lainnya adalah mengingatkan rasa sakit ketika keinginanmu tidak terjadi di masa depan.
Ketika aku sedang memikirkan banyak hal, kepalaku kembali dipukul dengan kertas yang dia gulung.
"Dengarkan aku baik-baik!"
"Iya, Sensei."
"Kau ini benar-benar hidup bebas sesuai dengan prinsipmu ya"
"Bukannya seharusnya begitu? Apa untungnya punya kehidupan yang dijalani secara terpaksa."
Akan tetapi jawabanku justru membuatnya semakin emosi.
"..kau kira dunia harus menurut sesuai kemauanmu. Kehidupan itu sebagian besar ada karena kekecewaan seseorang menjadi kebahagian bagi orang lain."
Apa maksudnya itu? Apa berarti ketidakbahagianku saat ini hanya untuk menyenangkan orang lain saja?
"..aku tidak pernah bilang semua orang harus menurut sesuai kemauanku. Aku hanya membutuhkan kebebasan untuk memilih dalam hidup."
"Berbicara soal kebebasan, aku sudah memberikanmu kebebasan untuk mengisi formulir sesuai dengan kemauanmu, tetapi kau justru menyia-nyiakan kebebasan yang kuberikan. Aku ingin mendengar alasanmu."
Sudah bertahun-tahun aku mengenalnya, tetapi tetap saja jika tatapan matanya yang kuat itu menatapku, aku masih merasa jika tatapannya itu seperti sedang melemparkan pisau ke arahku.
"Uh- alasannya... kebebasanku untuk tidak berpendapat?"
"itu alasan yang bodoh.", Kisaragi-sensei menaruh tangannya di keningnya, "...aku iri dengan mudahnya pemikiranmu berbicara tentang kebebasan yang kau sebut-sebut? Apa kau ini anak SD?"
Kisaragi-sensei lalu mengambil secarik kertas dari lacinya lalu menyodorkan kepadaku. Kertas itu sama seperti yang aku lihat tadi siang, dimana saat itu aku memutuskan untuk tidak mengisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SCENARIO : Teen Romantic Comedy
TeenfikceEntah sudah beberapa kali pukulan gulungan kertas itu mendarat di kepalanya. "Jangan melamun..! Gunakan kepalamu" "..tunggu, apa?" "Cepat selesaikan kasusnya atau kau harus berurusan dengan kepala dewan sekolah dan mendengarkan ceramahnya selama 3 j...