Chapter 8

1.7K 130 3
                                    

TING TONG

....

TING TONG

....

Seorang pria bertubuh tegap berdiri di depan pintu apartemen bertuliskan "Uchiha". Sudah 15 menit ia memencet bel dan tak ada seorang pun yang membuka pintu apartemen tersebut –rumahnya–

Hari sudah sore. Ia menduga kalau istrinya masih berada di rumah sakit dan putri semata wayangnya sedang ada misi. Segera ia balikkan tubuh tegapnya dan menuju kantor Hokage. Lebih baik melaporkan misi dulu, pikirnya.

Ia melaporkan misinya dengan detail. Naruto dan Shikamaru pun memperhatikannya dengan seksama.

"Begitu." Akhir Sasuke.

"Haaah... ternyata kita memang tidak bisa santai-santai. Kita harus semakin meningkatkan penjagaan di perbatasan dan juga diperlukan penyidikan hingga ke dimensi lain. Shikamaru!"

Shikamaru mengangguk memahami maksud Naruto.

"Ehm... di samping itu, bagaimana keadaan Sakura-chan? Sudah lebih baik?"

Sasuke diam. Tampak sedikit kerutan di dahinya. "Dia kenapa?"

"Heee? Kau tak tahu? Sakura-chan kan di rawat di rumah sakit. Sepertinya kelelahan. Aku dengar dari Ino."

"...aku tidak tahu. Rumah tidak ada orang."

"Ah iya... Sarada juga baru saja pergi berangkat misi ke desa terpencil dekat perbatasan Konoha," jelas Naruto.

"Mereka pasti juga tidak tahu kalau sore ini kau pulang," Shikamaru ikut menanggapi.

"Haaah... kau sih teme, kalau pulang tak pernah kasih kabar dulu."

DEG!

Seperti tertampar.

Kamar 304.

Setelah bertanya pada resepsionis, akhirnya pria bersurai hitam itu berhasil menemukan kamar tempat istrinya di rawat. Ia masih berdiri di depan pintu kamar itu. Memperhatikan seorang medic-nin pria yang sedang memeriksa keadaan istri pink-nya melalui kaca pada pintu kamar. Mereka tampak mengobrol dan sesekali Sakura tersenyum menanggapi medic-nin itu.

Setelah medic-nin itu keluar, barulah Sasuke masuk. Sakura sedikit membelalakkan matanya. Ia terkejut melihat suaminya yang jarang pulang itu berada di kamar tempat ia dirawat. Segera ia pasang wajah cool –cuek– Ia membalikkan tubuhnya. Tak ingin melihat suaminya. Ia teringat dengan penyebab ia dirawat.

Suasana di kamar 304 terasa canggung. Tidak ada di salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan. Sang pria pun hanya berdiri di dekat pintu.

"Tak ada usaha sama sekali," pikir Sakura masih tak ingin melihat suaminya. "Apa dia peduli?"

Sasuke mendekat dan mendudukkan dirinya pada ujung ranjang. "Bagaimana keadanmu?"

Sakura masih pada posisi membelakangi suaminya. "Seperti biasa."

"Naruto bilang kau kelelahan. Terlalu banyak lembur."

"Ya."

"Naruto juga bilang kalau Ino sudah mengingatkanmu untuk istirahat, tapi kau tak menurut."

"Hn."

"Jangan terlalu memaksakan diri."

Sakura sedikit melirik ke arah suaminya, lalu kembali membuang mukanya. "Apa ini juga kata Naruto?" Tanya Sakura dengan sinis.

Sasuke diam. Ia tak menjawab atau melihat istrinya yang masih tak mau melihatnya. Sakura mendengus kesal. Didudukkan tubuh rampingnya dan mengambil sesuatu dari laci pada nakas di samping tempat tidurnya lalu setengah melepar kunci yang baru ia ambil ke pangkuan suaminya.

"Kunci. Kamu pasti cari itu kan? Sarada ada misi." Kembali ia baringkan tubuhnya dan membelakangi suaminya. Rasa kesalnya makin bertumpuk.

Sasuke masih memandangi kunci itu dalam diam. Lalu beranjak. "Aku pulang dulu."

"..." Sakura masih diam dengan posisi sebelumnya.

Akhirnya Sasuke keluar meninggalkan istrinya.

Sakura membaringkan tubuhnya dan meremas seprei putih itu. Hatinya sakit... sangat sakit. Ia tak menyangka hanya sebatas 'itu' saja respon Sasuke. "Harusnya kau lebih perhatian... harusnya kau elus kepalaku... harusnya kau di sini saja sampai aku sembuh... harusnya... harusnya...," Sakura tak meneruskan keluhannya. Air matanya mulai jatuh. Air mata yang penuh emosi. Selama ini ia terus menahan air matanya dan kali ini... ia tak kuat menahannya.

"...harus diakhiri..."

To Have A Place To Go HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang