Chapter 3

1.9K 148 3
                                    

Sasuke duduk di sofa. Sebenarnya ia lelah dan mengantuk, tapi ia ingin menunggu istrinya pulang. Ia memutuskan untuk menunggu istrinya sambil berbaring di sofa. Siapa tahu Sakura butuh dibukakan pintu, pikirnya. Lampu sengaja ia padamkan supaya tidak membuang listrik dengan percuma. Toh hanya menunggu saja tak memerlukan lampu, pikirnya.

Sejam telah berlalu dan Sasuke masih pada posisi yang sama. Ia melirik jam dinding. Walau samar, ia masih bisa melihat jam berapa sekarang. Jam itu terkena imbas dari lampu dapur yang memang sengaja tidak dimatikan. Ia terus menunggu sambil tetap berbaring. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Mungkin memejamkan mata sebentar tidak masalah...

CKREK! BLAM

Sakura sedikit kerepotan saat membuka pintu rumahnya. Ia membawa setumpuk kertas pekerjaannya –belum termasuk tumpukan lain yang ia masukkan ke dalam tasnya– Namun, sangat mudah baginya untuk menutup pintu. Hanya perlu sedikit tendangan halus agar pintu rumahnya tertutup. Apalagi dengan teknologi saat ini yang tak perlu susah payah untuk mengunci pintu. Pintu akan otomatis mengunci ketika ditutup. Sakura sangat berterima kasih saat ini kepada siapapun yang telah menciptakan teknologi pintu canggih ini.

Segera ia menuju ruang tengah dan meletakkan –sedikit melempar– kertas-kertas pekerjaannya ke atas meja. Ia menyadari bahwa ada beberapa kertasnya yang berserakan akibat cara menaruhnya yang tak benar. Tapi ruangan begitu gelap dan yang saat ini ia butuhkan adalah mandi. Jadi, segera ia menuju kamarnya untuk mengambil baju ganti dan dilanjut menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sasuke sudah membuka matanya sejak mendengar suara pintu. Dan kini setelah istrinya berada di kamar mandi, ia masih dalam posisi yang sama. Tiduran di sofa. Ia tiduran dengan hening. Mungkin jika ada permainan petak umpet, dialah yang menang –karena sangat hening– Ia bangkit dan menyalakan lampu. Kini terlihat jelas kertas-kertas pekerjaan Sakura beberapa bertebaran di lantai. Ia mengambil salah satu kertas yang berada di dekat kakinya. Istilah kedokteran begitu banyak bertaburan di lembaran kertas tersebut.

"He? Anata, kau barusan pulang?" Sakura baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Air tampak menetes sedikit demi sedikit dari ujung rambut bubble gum-nya.

"Tidak. Sudah dari tadi." Jawabnya dengan wajah kakunya.

"He? Anata sudah tidur ya tadi? Maaf ya aku membangunkanmu."

"Tidak."

"Anata, apakah sudah makan malam? Sarada yang memasak?"

"Hn." Jawaban suaminya semakin singkat.

"Sarada masak apa tadi?" Sakura mulai merasa kesal karena jawaban yang ia terima terlalu singkat.

"Kare." Sasuke masih teguh dengan jawaban super singkatnya. Sakura terdiam sebentar. Kekesalannya mulai meningkat.

"Sarada semakin pintar memasak ya. Dia banyak sekali membantuku dalam mengurus rumah. Anak yang rajin ehehe..." Sakura sedikit tertawa untuk meredam rasa kesal pada suaminya itu.

"Hn."

Sakura terdiam. Suasana terasa canggung dan rasa kesal Sakura sudah memuncak. Walau Sasuke sudah cukup sering pulang ke rumah sejak Sarada menyusulnya ke lokasi misinya, namun Sakura tetap merasa canggung ketika berhadapan langsung dengan suaminya. Sasuke pun tak terlihat berusaha untuk membuat suasana menjadi cair. Percuma saja berbicara panjang lebar kalau feedback yang ia terima hanya seperti itu.

Sakura menghela napas panjang lalu menuju kamarnya. Ia memilih untuk segera tidur tanpa mengajak suaminya. Hari yang panjang ditutup dengan rasa kesal dengan suami kakunya.

To Have A Place To Go HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang