Part 2

962 42 0
                                    

Suasana pagi yang sedikit mendung membuat Alana enggan untuk beranjak dari singgasananya yang hangat.

Apalagi tubuhnya memang sedikit agak lelah karena pekerjaannya kemarin. Huh, andai saja saat ini sedang libur, Alana pasti lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya.

Dengan malas Alana menggerakkan tubuhnya untuk berjalan kearah kamar mandi. Tidak membutuhkan waktu lama untuk Alana membersihkan diri. Perempuan muda itu segera menuju lemari pakaiannya di lemari setelah selesai membersihkan diri.

Tangan kecilnya meraih seragam khusus karyawan Abimanyu Hospital. Sehelai pakaian berwarna putih dilengkapi dengan rok selutut dan tidak lupa dengan logo Abimanyu Hospital. Alana menyematkan tag namanya di bagian dada kirinya.

Setelah merasa rapi, Alana bergegas menuju ke lokasi kerjanya.

"Apakah aku datang terlambat?" tanya Alana pada teman seprofesinya yang  bernama Arini.

"Kurasa tidak. Tapi kamu hampir saja terlambat,"

Alana menghembuskan napasnya dengan lega. Alana melihat suasana disekelilingnya. Netranya tidak sedikitpun menemukan teman-teman seprofesinya. Alana mengerutkan keningnya.

"Kemana semua orang? Kupikir sedari tadi aku tidak menemukan seorang perawat pun yang lewat."

"Ah, mereka memiliki sedikit urusan tadi. Entahlah, sepertinya tadi dipanggil direktur Abimanyu Hospital," Arini menjelaskan kepada Alana.

Alana hanya membulatkan bibirnya mendengar jawaban Arini.

"Kenapa kita tidak ke sana juga?"

"Hei, jika kita juga ke sana lantas siapa yang akan menangani para pasien?"

"Kamu benar," Alana menyetujui ucapan Arini "Kalau begitu mari memulai pekerjaan kita,"

Alana dan Arini segera memulainya pekerjaan mereka. Namun pekerjaan mereka terhenti saat seorang lelaki menghampiri mereka. Laki-laki di kantin!

“Hai Alana. Masih ingat denganku?”

Alana menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia masih mengingat laki-laki tersebut. 

"Bisakah kita bertukar kontak?"

Alana melirik ke arah Arini dengan pandangan meminta tolong. Sedangkan Arini segera mengalihkan pandangannya kearah pojok tembok dekat papan informasi.

Alana menghembuskan nafasnya. Memang tidak ada gunanya meminta bantuan kepada temannya itu.

Arini mengalihkan pandangannya kepada Bagas.

"Hmm, oke."

Bagas segera mencatat angka yang telah disebutkan oleh Alana. Setelah selesai menyimpan nomor Alana, Bagas segera menuju tempatnya bekerja.

"Tidak ada gunanya memiliki teman." Alana melirik Arini dengan cemberut. Arini yang melihat pun memamerkan giginya dengan tak enak hati.

"Bukannya aku tidak mau membantu. Tapi aku tidak punya kemampuan untuk membantu. Lagi pula apa salahnya berkenalan dan berbagi kontak."

Alana mengabaikan pembelaan Arini. Bukannya Alana sombong, tapi Alana belum siap untuk memulai suatu hubungan dengan orang lain.

Lebih baik menghindari sesuatu kan. Apalagi jika berhubungan dengan laki-laki yang memang gelagatnya ingin mendekatinya.

Alana ingin fokus bekerja. Alana adalah anak sebatang kara. Dia tidak memiliki siapapun untuk bersandar. Untuk hidup saja Alana harus mengandalkan kedua kakinya untuk tetap tegak berdiri.

Alana besar di panti asuhan. Entahlah, dia juga tidak tahu apakah orang tuanya masih hidup atau meninggal. Yang Alana tahu dia sudah berada di panti asuhan sejak dia kecil.

Handphone Alana berkedip tanda bahwa ada pesan masuk. Alana segera membuka pesan yang tak lain adalah Bagas.

Setelah membalas pesan Alana meletakkan handphonenya di meja. Bagas meminta untuk makan siang bersama saat istirahat. Dan Alana menolak dengan alasan pekerjaan yang belum selesai.

Suasana Abimanyu Hospital sangat ramai hari ini. Alana tak habis pikir. Kenapa setiap hari ada saja yang datang ke Abimanyu Hospital. Entah itu check up atau bahkan hanya mengunjungi sanak saudara yang sedang dirawat.

Alana menghembuskan napasnya lelah. Seharian ini dia sangat sibuk. Merawat pasien, memindahkan pasien, atau bahkan mendampingi para dokter yang sedang mengecek kondisi pasiennya. Alana tau, dalam bekerja dia harus bersikap profesional. Tapi, hei. Dia juga manusia yang kadang juga merasakan lelah.

"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Arini

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Alana kemudian.

"Yup, inikan sudah waktunya kita pulang."

Alana segera membereskan barang-barangnya dan bersiap-siap untuk pulang.

Alana berjalan gontai menuju kamar peristirahatannya.

Alana (THE MYSTERIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang