Nomor enam

28 1 0
                                    

31 juli 2018, pukul 8.26 WIB

Hai diriku.

Ini minggu yang berat, bahkan baru sekarang Aku dapat menyentuh diary Ku lagi. Selain buku ini menghilang entah tercecer kemana. Ya berita baiknya Aku menemukannya, sebelum berencana membeli yang baru.

Ok...
Boneka menari di tarik benang usang, sebuah tangan raksasa begerak mengendalikannya. Mereka menjerit tanpa suara, ekspresi datar dengan mata terbelalak. Sebuah boneka tanpa ekspresi dan pemikiran. Ngeri.

Aku terkadang bertanya-tanya, manusia untuk apa hidup? Bila pada akhirnya seperti boneka tali yang di kontrol oleh sebuah sistem raksasa sebagai tangannya. Rutinitas tiada akhir kehidupan monoton. Tapi bukannya Aku juga seperti itu?

Pada akhirnya Aku juga manusia biasa, yang membedakan hanya armor suite Ku sebagai Kamen Rider. Tertawa, menangis, marah dan gugup, semua bercampur aduk menjadi formula bernama emosi yang membentuk kami "manusia".

Empat hari yang lalu semua itu terjadi, 27 Juli 2018, entah pukul berapa. Aku merasa gagal menjadi seorang yang dapat di panggil "Hero". Semua terjadi begitu saja, beberapa bayangan masalalu tiba-tiba kembali muncul. Semua serasa hancur.

Malam itu Aku dalam perjalanan pulang setelah mengalahkan seekor momon. Sepi senyap, di selangi suara motor kendaraan yang sesekali melintas. "....please", armor ku mulai menyusut dan lebur menyisakan kulit dibaliknya.

Bulan hari itu menyala terang seperti piring terbelah dua. Sedikit ngebut terbasuh selang seling cahaya lampu jalan. Untuk ukuran malam Sabtu ini terbilang terlalu sepi. Aku mengambil jalan jembatan layang, selain jalur ini lebih cepat kerlip kota dapat dilihat dari atas jembatan.

".... KYAA!...." Suara teriakan singkat.

Entah akibat Aku melaju kencang sehingga suara itu cepat lenyap, yang pasti langsung Aku putar kemudi motor ke arah turun jembatan. Waktu cooldown armor suite Ku masih tersisa 20 menit lagi. Aku tidak ingin berubah secara paksa karena akan membebani tubuh.

Masih mencari sumber teriakan tadi, Aku menajdi pesimis. Apa sebenarnya itu hanya perasaan saja, akibat lelah melawan momon sebelumnya. Menepi dan membuka helm, Aku mencoba melacaknya dengan bantuan perangkat mesin di tubuh Ku.

Tidak ada tanda keberadaan monster... belum selesai gumaman Ku, radar navigasi berubah merah dan alaram tanda bahaya berbunyi. Berlari ke tujuan, bau tembakau terbakar mengepul di udara. Di bawah sayup-sayup pohon, bergetar dengan hebat sebuah sosok dengan cahya kuning yang menyala-nyala mengelilingi tubuhnya. Seperti kunang-kunang yang bergerak super cepat.

Momon, Aku berbicara pada diri sendiri. Jarak kami terpisah sekitar 20 meter, tapi bau darah sudah tercium dari posisi Ku. Ada korban jiwa, momon itu memakan manusia. Tiba-tiba amarah merasuki tubuh.

BERUBAH!

Aku berlari sembari diikuti armor yang mulai menutupi tubuh Ku. Saat melompat baru setengah bagian tubuh yang tertutupi dan sempurna saat Aku menendang telak Momon itu. Badannya tersungkur beberapa meter Momon itu gempal seperti manusia ditumpuk tanah berbahan daging yang membusuk, bagian bawahnya lebih ramping dan membuat dia kewalahan menopang tubuh.

Sepertinya asumsi Ku keliru, saat Momon itu bangkit melompat ke arah Ku. Bererak ke kiri Aku menghindar, tapi Momon itu sudah lepas landas dari pijakannya dan menghantam tubuh Ku. Aku berhasil menahan namun terlempar saat cahaya kuning disekitar Momon berdesing dan meledak.

Efek nya sangat terasa, hal ini akibat armor Ku belum pulih sepenuhnya dari pertarungan terahir. Belum sempat Aku berpikir, tubuh Ku sudah berada di udara. Momon ini menendang dan menerjang dengan berbagai serangan, membuat Ku kewalahan.

Aku berhasil menangkis semua serangan tinju dan sabetan kuku tajamnya. namun lagi-lagi.

DUAR!

Meledak tepat di bagian dada Ku, panas seperti luka bakar. Sebenarnya luka luar seperti itu bukan apa-apa, tapi ledakan itu menghasilkan gelombang suara yang memekakkan telinga. Terleih lagi dalam keadaan indra Ku yang berfungsi berkali lipat dari biasanya.

Aku mencoba menyeimbangkan badan 

Buk!

Terlanjur jatuh dan meringis, rasa pusing akibat ledakan itu masih ada. Sepertinya Aku tidak di beri waktu bernafas momon itu kini sudah berada kembali di hadapan Ku. Menendang tubuh Ku lagi melesat dan menabrak dinding berton. membuat batu-bau kecil bertaburan.

Aku mengetahui pola serangan Momon ini, dengan segera Ku lesatkan tinju kearah kiri bawah. Telak Momon itu terpukul dan mental beberapa meter. Dia terluka, akibat dua gerakan yang sangat cepat saling bertubrukan. Dan pukulan Ku berhasil melukai bagian dada kirinya.

Aku dapat melihat lubang yang di hasilkan kepalan tangan ini, mengeluarkan cairan seperti darah. Momon itu sedikit sempoyongan namun kembali stabil dikelilingi cahaya kuning yang mengorbit semakin cepat di tubuhnya.

Ini saat yang tepat untuk membalas bulabulanan nya tadi. Aku melesat menerjang diikuti tinju yang siap menghantam, jarak semakin dekat. Momon itu masih diam di tempat. Tinju ku yang melesat kearahnya berakhir di udara. Momon itu menunduk menghindar.

Tidak Aku sia-siakan momentum gerakan tubuh Ku. Dengan gesit Aku berputar kala Momon itu berlari memunggungi tubuh Ku. Kuda-kuda kaki kiri yang mantap membuat tendangan di kaki yang lain melesat bagai peluru.

DAR!

Suara kaki Ku yang bertemu di punggung monster itu, diikuti ledakan dari partikel cahaya di sekitarnya. Aku tidak menyangka hal ini terjadi. Kami berdua terpelanting menyisakan kepulan asap debu di udara.

Badan Ku terasa sakit semua, kerusakan di balik armor sepertinya mulai parah. Aku bertumpu pada salah satu lutut sembari mengecek kondisi lawan Ku. Radar menunjukan dia masih hidup, titik merah yang berdenyut tapi tidak bergerak.

Mungkin ini serangan penghabisan, bila gagal lebih baik Aku segera mundur dulu. Aku kumpul kan energi  pada satu tumpuan kaki, bersiap melesat dengan sepenuh tenaga.

Momon itu masih dalam posisi tersungkur mencoba bangkit terseok-seok. Aku sudah melesat di udara memunggungi bulan yang bersinar, membentuk bayangan semu tepat diatas Momon itu.

Menendang udara dan terjun bebas ke arah Momon, Aku fokuskan semua tenaga di satu tendangan berputar. Momon itu terduduk menatap langit menyambut Ku. Sepersekian detik lagi tendangan ini menembus tubuh nya.

Momon itu deformasi secara cepat menjadi seorang gadis. Aku berguling di udara menarik kaki yang menjadi ujung tombak. Beberapa kali rolling saat mendarat dan bertumpu pada lutut. Aku heran mencoba memahami keadaan.

Jarak 5 meter membuat wajah gadis yang berlumuran darah itu terlihat jelas, dia menangis. Gadis itu menoleh  murung. Namun mengapa tubuhnya semakin dekat dengan Ku.

Belum Aku sadari sepenuh nya tangan kanan berlumuran darah. Dada gadis itu menembus lengan kanan Ku sepenuhnya. Aku merenggut nyawanya.

Aku baru sadar setelah mencabut lengan dan menyisakan lubang di tubuh gadis itu. Sistem pertahanan otomatis, bagian tubuh cyrborg Ku memutuskan menyerang objek pada kondisi terlemah.

Shock, Aku belum pernah membunuh manusia sebelumnya. Aku memutuskan membakar tuntas gadis itu, tidak tega meninggalkan tubuhnya yang sebagian menyisakan deformasi Momon.

Darah bergelimang dari tangan kanan Ku, bukan darah Ku. Berjalan di kesunyian malam pikiran Ku kosong, motor yang kemudian menyala meninggalkan tempat sengsara.

Makam diatas tanah, tersisa abu dibawa angin. Aku menuju rumah mencuci seluruh tubuh dan termenung. Trauma singkat yang Aku alami ini baru berakhir sekarang.

Masih banyak hal yang Aku tidak mengerti bahkan pada tubuh sendiri. Apakah Momon itu masih manusia atau bukan? Atau apakah manusia memang ada harganya atau tidak.

Aku belum menemukan jawabannya mungkin tidak untuk waktu dekat. Dan semoga ada dikemudian hari kelak. Tubuh Ku, kekuatan Ku, Tujuan Ku..

Good night

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diary Kamen RiderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang